- Petani perempuan di Desa Penakalan, Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, giat menggarap lahan pertanian mereka untuk ditanami padi.
- Di Desa Penakalan, geliat perempuan petani tumbuh dalam sebuah kelompok bernama Kelompok Perempuan Kamboja.
- Kelompok ini sudah berdiri sejak 2016, beranggotakan 24 orang perempuan dari pelbagai dusun di Penakalan.
- Desa Penakalan memiliki penduduk 1.218 jiwa dengan luas wilayah 658 km persegi. Selain padi, komoditas lain yang menjadi tanaman unggulan desa ini adalah karet, lada, dan jeruk.
Di Kabupaten Sambas, sebuah desa bergerak mengelola lahan secara berkelanjutan. Sebagian besar petaninya kaum perempuan. Mereka bahu membahu membangun Desa Penakalan, Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Di Indonesia, budaya patriarki menempatkan perempuan petani dalam posisi ambigu. Sangat sedikit yang memiliki akses untuk memiliki aset secara legal. Peran ganda pun membebani. Tak jarang yang menyadari, kegiatan yang dilakoni itu menjadikan mereka berprofesi sebagai petani.
Di Desa Penakalan, geliat perempuan petani tumbuh dalam sebuah kelompok. Kelompok Perempuan Kamboja, terbentuk untuk belajar bersama meningkatkan kepasitas perempuan petani agar dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga. Pariha didapuk menjadi ketua.
Kelompok ini sudah berdiri sejak 2016, beranggotakan 24 orang perempuan dari pelbagai dusun di Penakalan. Sejak pertama dibentuk, kelompok ini rutin menggelar pertemuan, setidaknya satu kali sebulan. “Selain menanam padi biasa, kami juga membuat demonstrasi plot [demplot] pertanian beras hitam dan demplot cabai yang dikelola bersama,” kata Pariha, akhir September 2020 lalu.
Baca: Semangat Menggebu Petani Perempuan di Kapuas Hulu Terapkan Metode Hazton
Dia menerangkan, demplot cabai merupakan bantuan Dinas Pertanian yang dilaksanakan pada 2017, sedangkan demplot beras hitam bantuan dari Lembaga Gemawan guna meningkatkan ekonomi perempuan. Kelompok Perempuan Kamboja merupakan anggota Serikat Perempuan Pantai Utara yang berdiri sejak 2009.
Demplot-demplot pertanian dikelola oleh anggota kelompok. Hasilnya, boleh dibilang cukup, paling tidak untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Bahkan ada sebagian yang dijual ke pasar. “Tapi sebagian besar untuk kebutuhan harian,” ucapnya.
Kegiatan lain yang dilakukan adalah pelatihan teknis maupun non-teknis, untuk menambah kapasitas anggota dan kelompok. Contohnya, pembuatan pupuk organik, pelatihan anti-hama organik, kepemimpinan perempuan, kesetaraan gender, dan paralegal. “Bahkan, ada pelatihan dasar anggaran belanja keluarga,” terang Pariha.
Baca: Upaya Petani Bertahan di Tengah Proyek Infrastruktur
Andalkan hujan
Desa Penakalan memiliki penduduk 1.218 jiwa dengan luas wilayah 658 km persegi. Pekerjaan utama masyarakat adalah petani yang arealnya berupa ladang, rawa, dan sawah tadah hujan.
“Pengairan padi masih mengandalkan hujan sebagai sumber air dan pasang surut sungai,” jelas Ridho Faizinda, dari Lembaga Gemawan. Ridho merupakan manajer di lembaga yang inten membangun pemberdayaan perempuan desa berbasis sumber daya lokal.
Pengolahan lahan pertanian di Desa Penakalan, sebagian besar masih dilakukan konvensional, menggunakan peralatan seadanya. Selain padi, komoditas lain yang menjadi tanaman unggulan desa ini adalah karet, lada, dan jeruk.
“Sebagian besar kebun karet adalah tanaman tua yang memerlukan bibit baru agar dapat menghasilkan banyak getah,” ujar Ridho. Namun, beberapa tahun terakhir karet mulai ditinggalkan warga, diubah menjadi lada dan jeruk. Alasannya, nilai ekonomi yang tinggi.
Dua puluh tahun silam, jeruk sambas merupakan komoditi unggulan di Kalimantan Barat. Di Jakarta, terkenal dengan sebutan jeruk Pontianak. Namun, komoditi ini terpuruk lantaran serangan hama. Beberapa tahun terakhir, para petani kembali berupaya membuat komoditi jeruk ini berjaya.
“Dibutuhkan dukungan semua pihak, termasuk pemerintah dalam meningkatkan hasil produksi pertanian yang dikelola masyarakat Desa Penakalan,” tambahnya.
Baca: Para Perempuan Pedesaan Pelestari Gambut dari Kalimantan Tengah
Lembaga Gemawan saat ini mendampingi lima desa di Kabupaten Sambas, untuk Program Sekolah Perempuan Desa. Tujuannya, agar kaum hawa di daerah tersebut berani bersuara, memperjuangkan nasibnya.
Laily Khairnur, Direktur Lembaga Gemawan, menyatakan program pemberdayaan desa memang menyasar kaum perempuan. Mereka menerima sertifikat, menandakan sudah melewati fase pertama program tersebut.
“Lima desa yang merupakan angkatan pertama terdiri Desa Penakalan, Sekuduk dan Sulung di Kecamatan Sejangkung. Kemudian Desa Lumbang dan Desa Sebayan di Kecamatan Sambas. Dari lima desa tersebut terdapat 40 ibu-ibu dan remaja perempuan.”
Sekolah Perempuan Desa dilaksanakan di balai desa masing-masing dengan dua kali pertemuan satu minggu. “Ada delapan materi yang disampaikan di setiap desa,” jelas Laily.
Gemawan ingin desa tidak hanya fokus pada dana desa untuk pembangunan fisik, namun melupakan program pemberdayaan masyarakat. Pasalnya, sesuai UU Desa, kegiatan melalui dana desa bisa menjawab krisis demokrasi dan pembangunan. “Padahal rakyat itu ada di desa,” ujar Laily.
Baca juga: Para Perempuan Petani Organik dari Kaki Gunung Masurai
Generasi muda gemar tani
Sebelumnya, Bupati Sambas Atbah Romin Suhaili, kepada media, mengajak generasi muda mau bertani agar ketahanan pangan semakin meningkat. “Terpenting lagi, bagaimana melahirkan generasi muda gemar bertani,” ujarnya.
Dia berharap dan mendoakan petani di Sambas makmur dan taraf hidupnya lebih baik. Terkait persoalan petani di lapangan, Atbah mendorong dinas terkait dan petani untuk menjalin komunikasi dan perbaikan pertanian.
“Ke depan, Sambas akan mengekspor beras karena produksinya terbesar di Kalimantan dan diharapkan punya merek sendiri,” harapnya.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Suib, mendorong pemerintah daerah mampu memberdayakan lahan pedesaan untuk ketahanan pangan lokal. “COVID-19 belum bisa dipastikan puncaknya kapan, saya berharap program ketahanan pangan lokal diprioritaskan,” katanya.
Dia mengatakan, faktor hasil tanam yang tidak melimpah seperti pada saat situasi normal, harus diantisipasi. Belum lagi soal pupuk langka ditambah adanya pembatasan aktivitas yang menyebabkan petani tidak bebas untuk mengolah sawah.
“Kebutuhan pangan lokal harus diperkuat agar keuangan daerah tidak habis begitu saja,” jelasnya.
Suib mengimbau masyarakat di pedesaan untuk bertani. Untuk memacu semangat perlu diberikan bantuan berupa bibit, pupuk, dan peralatan, sehingga petani bisa menghasilkan panen memuaskan.
“Saya sarankan hasil pertanian dibeli pemerintah, baik di desa atau kabupaten, atau dari provinsi melaui wadah BUMDes atau BUMD supaya tidak ada lagi kewaswasan di tingkat petani,” terangnya.
Intinya, jika program ini dimaksimalkan, dampak COVID-19 tidak terasa riskan terhadap masyarakat. “Tidak ada ruginya jika ketahanan lokal diperkuat. Rakyat tidak akan kelaparan dan uang berputar tepat sasaran,” tegasnya.