- Petugas menggagalkan aksi jual beli bayi orangutan di Deli Serdang, Sumatera Utara pada penghujung April lalu. Petugas pun mengamankan lima anak muda.
- Dari kelima anak muda itu, satu jadi tersangka, Thomas. Meskipun begitu, dilakukan penangguhan penahanan terhadap pemuda 18 tahun ini.
- Thomas, bukan sosok baru dalam kancah perdagangan satwa ilegal terutama orangutan. Sejak usia 15 tahun, Thomas mulai aktif dalam jaringan perdagangan satwa.
- Dalam catatan International Animal Rescue (IAR) Indonesia, dari 2015-2022, setidaknya lebih 8.000 akun penjualan satwa liar dilindungi. Kalau putus di media sosial, pemburu bisa jadi pedagang. Para pemburu bisa beradaptasi dengan teknologi seperti Facebook.
Lima anak muda dari jaringan perdagangan satwa liar dilindungi ditangkap petugas kala mereka berupa untuk menjual sayu orangtutan di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, 28 April lalu. Kelimanya adalah, Tomas (18), Arya (20), Haidar (18), Raihan (17) dan Adelina (20). Petugas juga mengamankan satu mobil dan lima handphone sebagai barang bukti.
Kombes Pol Hadi Wahyudi, Kabid Humas Polda Sumut mengatakan, kasus terungkap bermula dari informasi masyarakat bahwa akan ada penjualan orangutan.
Mereka pun langsung membentuk tim dan menelusuri jejak para pelaku termasuk lewat Facebook. Petugas yang menyamar mencoba memancing pelaku keluar membawa satwa yang dihanrgai Rp23 juta.
Setelah harga disepakati, pelaku membawa bayi orangutan ke tempat yang sudah ditentukan. Ketika bayi orangutan ditunjukkan kepada petugas, mereka langsung ditangkap dan dibawa ke Polda Sumut untuk penyidikan lebih lanjut.
“Kelimanya warga Kota Binjai. Kita amankan dengan barang bukti satu orangutan. Akan usut ini sampai tuntas dan mencoba mendalami informasi lain, ” kata Hadi.
Orangutan kemudian dibawa ke pusat karantina dan rehabilitasi orangutan di Desa Batubelin, Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang.. Di sana, ia mendapat perawatan khusus dari tim dokter hewan.
“Dari pemeriksaan awal, orangutan didapat dari seseorang bernama N di Aceh Timur. Kita terus dalami kasus ini.”
Tersangka tetapi dilepas?
Beberapa hari pasca operasi ini, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut meningkatkan kasus dari penyelidikan ke penyidikan. Dari lima orang yang ditangkap satu orang, Thomas, sebagai tersangka, empat lainnya jadi saksi. Tak lama, Thomas keluar penjara.
“Benar satu jadi. Kasus proses pemberkasan,” kata Kombes Pol John Charles Edison Nababan, Direskrimsus Polda Sumut, Jumag (6/5/22).
Meski Thomas dilepas tetapi wajib lapor setiap Senin dan Kamis ke Polda Sumut. Alasan penangguhan penahanan tersangka, katanya, antara lain ada jaminan dari orang tuanya tak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Tersangka juga kooperatif selama pemeriksaan dan wajib lapor karena usia di bawah umur. Dia memastikan proses hukum akan jalan terus.
Thomas, lahir di Lhokseumawe, 18 tahun lalu. Meski masih remaja, dia sudah Malang melintang dalam jaringan perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi Sumut. Dia begitu dikenal oleh kelompok perdagangan satwa antarprovinsi. Sebelum itu, April 2019 juga pernah ditangkap Polres Binjai dalam kasus sama, jual beli orangutan. Saat itu dia tak ditahan tetapi jadi informan kepolisian untuk membongkar jaringan perdagangan satwa liar.
Data Sumatra Ecoproject (Sumeco), lembaga yang fokus pembongkaran perdagangan satwa liar dilindungi, sudah mengikuti jejak Thomas sejak 2015.
Tahun itu, Thomas pertama kali ‘bermain’ dalam perdagangan satwa. Dia melihat ada yang menjual dua orangutan di Facebook. Dia beli satwa Rp8 juta dan dua dua kali lipat.
“Sejak itu dia mulai aktif memperdagangkan berbagai jenis satwa dilindungi, reptil juga ada,” kata Bobi Handoko Direktur Sumeco.
Usia 15 tahun remaja ini sudah jadi makelar dagang satwa khusus orangutan. Cara kerja begitu rapi. Dia tak mau membawa barang dagangan ke rumah namun langsung ke paket pengiriman, yaitu bus antar provinsi.
Thomas punya jaringan pemburu. Cara pembayaran juga transfer ke rekening tertentu, ketika si pemesan telah mentransfer dia baru bayar ke pemburu atau pemilik barang utama.
Bisnis ilegal perdagangan satwa yang dilakoni oleh Thomas ini bermodalkan kepercayaan. Dia pemburu dan pemesan memiliki saling kepercayaan satu sama lain dan proses berjalan lancar.
Thomas sempat setop lalu kembali lagi ke dunia perdagangan satwa. Sumeco mencatat, pasca Thomas kembali sebagai makelar perdagangan satwa, ada banyak yang berhasil dia jual dan lolos pemantauan aparat penegak hukum. Sampai kasus jual beli bayi orangutan dan tertangkap aparat.
***
Ode Kalashnikov, Manager Wildlife Protection Unit Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia mengatakan, cerita dua tahun lalu mereka mendapatkan video di mana puluhan orangutan dalam satu frame diikuti jenis lain seperti owa dan terlanjur sampai di Kuwait. Perdagangan ini ditengarai berakhir di Rusia.
Berangkat dari situ, mereka mencoba mengkaji kasus dari Sabang sampai Merauke untuk bisa memetakan wilayah mana penegak hukum serius melakukan penangkalan atau menindak para pelaku.
Dari penelusuran mereka, distribusi terdapat di Jawa dan Sumatera, tetapi tak kalah Indonesia Tengah dan Indonesia Timur perlu perhatian khusus.
Untuk konteks penyelundupan berbagai jenis paruh bengkok ke luar negeri, katanya, pelaku distribusikan dari Maluku dan Papua melalui Jawa Timur. Bahkan, akhir-akhir ini sampai ke Sumut dengan moda transportasi beragam mulai dari kapal laut dan jalur darat.
Lewat sosial media
Mereka juga mencoba memetakan perdagangan di Facebook, sebagai media sosial ini yang paling digandrungi bagi penjual dan calon pembeli satwa ilegal.
Dari sini terlihat, ‘titik panas’ terpusat di Jawa. Di Indonesia Timur, pola berbeda, mereka hanya sebagai distributor dan tidak mencoba menjual, karena itu akun-akun di wilayah itu terdeteksi tidak begitu banyak.
Dalam catatan IAR Indonesia, dari 2015-2022, setidaknya lebih 8.000 akun penjualan satwa liar dilindungi. Kalau putus di media sosial, katanya, pemburu bisa jadi pedagang. Para pemburu bisa beradaptasi dengan teknologi seperti Facebook.
Ketika satwa buruan berhasil ditangkap sampai kirim tak sampai tiga hari pesanan sudah tiba. “Ini karena dipermudah banyaknya pelaku-pelaku lain, misal, kondektur bis jasa ekspedisi.”
Bahkan, katanya, mereka membuka rekening bersama, dimana para pelaku tak saling mengenal tetapi memiliki kepercayaan hingga berjalan lancar.
******