- JURnal Celebes memenangkan gugatan informasi melawan Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur yang tak bersedia memberikan dokumen perizinan lingkungan dua perusahaan tambang nikel. Ketika instansi yang mengurusi lingkungan hidup dan kehutanan itu merespon resmi putusan Komisi Informasi Sulawesi Selatan, terungkap perusahaan tambang nikel ini tak punya izin seperti soal pembuangan limbah muapun TPS limbah berbahaya.
- Ady Anugerah Pratama, kuasa hukum JURnal Celebes merasa aneh Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur tak bisa memberikan dokumen kerangka acuan Andal karena tidak ditemukan. Padahal, dokumen KA Andal satu kesatuan dengan Andal dan RKL-RPL yang sudah dinas berikan sebelumnya.
- Ada beberapa dokumen yang diminta JURnal Celebes kepada Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur, antara lain, dokumen analisis mengenai lingkungan hidup, izin buang limbah, sampai izin pinjam pakai kawasan hutan dari dua perusahaan tambang nikel yang diduga melakukan pencemaran lingkungan hidup di kabupaten itu.
- Dalam amar putusan Komisi Informasi Sulawesi Selatan, yang dipimpin Khaerul Mannan sebagai Ketua Majelis Komisioner, dan Andi Tadampali juga Pahir Halim sebagai anggota majelis memutuskan, menerima pemohonan JURnal Celebes, menyatakan informasi bersifat terbuka. Juga memerintahkan DLH memberikan dalam bentuk salinan keseluruhan dokumen yang dikuasai.
Pada penghujung tahun lalu, JURnal Celebes memenangkan gugatan informasi melawan Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur. Mereka meminta beberapa dokumen seperti dokumen analisis mengenai lingkungan hidup, izin buang limbah, sampai izin pinjam pakai kawasan hutan dari dua perusahaan tambang nikel yang diduga melakukan pencemaran lingkungan hidup di kabupaten itu.
Dalam surat resmi Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur menyebutkan, kalau instansi ini tak bisa berikan seperti izin pembuangan limbah atau izin TPS limbah berbahaya PT Panca Digital Solution (PDS) karena memang tak dimiliki perusahaan.
“Dari penjelasan surat dari DLH, koalisi bisa memastikan perusahaan tak mengantongi izin pembuangan dan pengelolaan limbah B3,” kata Ady Anugerah Pratama, kuasa hukum JURnal Celebes.
Padahal, katanya, perusahaan wajib punya izin pengelolaan limbah dan merupakan instrumen pencegahan kerusakan lingkungan. “Juga perintah dari Undang undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.”
Bagaimana sengketa informasi lingkungan ini bermula? Pada Januari 2021, Sungai Larona Malili, Kabupaten Luwu Timur, berubah jadi keruh. Masyarakat menuding karena tambang nikel.
Pada April 2021, sungai keruh lagi. Waktu itu, air bahkan jadi merah. Pesisir di bagian hilir, mengendap sedimen lumpur. Di sekitar Malili, Kabupaten Luwu Timur, ada tiga perusahaan tambang nikel beroperasi, PT Vale di Sorowako, dan di Lampia masing-masing, PT Citra Lampia Mandiri (CLM) dan PT Panca Digital Solution (PDS).
Secara kasat mata, alian sungai yang berubah keruh itu berasal dari sub DAS Pongkeru yang kemudian bergabung dengan DAS Larona, di Lampia. Aliran itu, melipir melewati CLM dan PDS, hingga ke bentangan Pegunungan Mekongga di Sulawesi Tenggara yang juga terdapat beberapa aktivitas pertambangan nikel terbuka. Aliran yang bersumber dari Sorowako tempat PT Vale beroperasi tak keruh.
Bagi warga Luwu Timur, khusus Malili, kekeruhan sungai jadi perdebatan yang tak kunjung usai. Beberapa orang mengatakan, kalau karena intensitas hujan tinggi dan lain-lain mengatakan karena aktivitas pertambangan.
Perusahaan pun mengeluarkan bantahan dan nyatakan kalau kekeruhan itu dari perambahan ilegal dan dipublikasi beberapa media online.
Koalisi Advokasi Tambang (KATA) Sulawesi Selatan, kemudian melakukan kajian dan mengunjungi Malili. Koalisi menemukan, perubahaan ekosistem sebelum dan sesudah tambang beroperasi.
Dokumen: Penjelasan Resmi Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur
Kemudian bersama JURnal Celebes, mencoba memperoleh dokumen lingkungan untuk dua perusahaan CLM dan PDS. Ironisnya, dokumen-dokumen tak mereka temukan.
Melalui Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur, permintaan dokumen itu tak disanggupi.
JURnal Celebes pun mengajukan gugatan kepada Komisi Informasi Sulawesi Selatan. Pada 27 Desember 2022, sidang yang berlangsung sejak Agustus, akhirnya memutuskan JURnal Celebes memenangkan perkara sengketa itu.
Dalam amar putusan, yang dipimpin Khaerul Mannan sebagai Ketua Majelis Komisioner, dan Andi Tadampali juga Pahir Halim sebagai anggota majelis memutuskan, menerima pemohonan JURnal Celebes, menyatakan informasi bersifat terbuka. Juga memerintahkan DLH memberikan dalam bentuk salinan keseluruhan dokumen yang dikuasai.
Adapun yang JURnal Celebes minta kepada kedua perusahaan itu antara lain, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) baik kerangka acuan analisis dampak lingkungan, RKL/RPL, izin pembuangan limbah, TPS limbah bahan berbahaya dan beracun sampai izin pinjam pakai kawasan hutan.
Tak punya dokumen
Meski demikian, selama sidang sengketa informasi, pada 14 September 2022, dalam lanjutan persidangan tahap ajudikasi nonligitasi, kuasa hukum termohon dari Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur, menyatakan, kalau dokumen amdal perusahaan adalah informasi yang dikecualikan.
Bagi DLH Luwu Timur, informasi perusahaan harusnya tidak bersifat umum dan harusnya melalui izin perusahaan atau pemilik dokumen. “Argumen kalau dokumen amdal itu dikecualikan, keliru. Faktanya, DLH Luwu Timur telah memberikan dokumen ANDAL dan RKL-RPL pada 20 Juni 2022, meski yang belum addendum,” kata Ady.
Andi Makkaraka, Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur, pada 10 Januari lalu mengeluarkan jawaban atas putusan KIP. Dalam poin-poin jawaban tertulis itu antara lain dia menyebutkan, untuk CLM, izin instalasi pembuangan limbah maupun limbah berbahaya tak bisa dinas berikan dengan alasan perizinan masih proses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kemudian, izin pinjam pakai kawasan hutan pun dinas tak punya. Karena itu kewenangan pusat, dinas sarankan langsung ke KLHK.
Begitu juga PDS, dalam surat itu, Makkarama menyatakan, setelah berkoordinasi dengan perusahaan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) akan diberikan. Namun, dinas tak bisa berikan izin pembuangan limbah karena perusahaan memang belum punya. Begitu pula dengan izin TPS limbah berbahaya perusahaan tak punya.
Ady bilang, dalam penjelasan tertulis DLH Lutim, ada beberapa hal tidak bisa diterima, misal, soal dokumen kerangka acuan Andal tidak ditemukan.
“Padahal, dokumen KA Andal satu kesatuan dengan Andal dan RKL-RPL dan dokumen itu sudah dinas berikan.”
********