- Peneliti melalukan penelitian terkait pola terbang angsa Whooper [Cygnus cygnus] dan Bewick’s [Cygnus columbianus bewickii], saat dalam kondisi bahaya, berenang, terbang, dan ketika bersama anaknya.
- Angsa whooper diketahui mampu terbang hingga ketinggian 8.300 meter di atas permukaan laut. Sementara angsa bewick’s yang ukurannya lebih kecil, terbang pada ketinggian 8.000 meter di atas permukaan laut.
- Saat terbang tinggi, kelompok angsa ini tak jarang berada di jalur terbang pesawat udara. Pesawat komersial terbang pada ketinggian 8.000 meter hingga 12.000 meter. Bagi angsa-angsa ini, pesawat menjadi sumber ancaman.
- Belahan otak kanan juga dianggap bertanggung jawab dalam orientasi ruang. Sehingga angsa dapat segera bereaksi saat terbang dan menghadapi perubahan kecil yang berasal dari sumber potensial gangguan.
Belum lama ini tiga peneliti Rusia mengamati perilaku angsa terkait fungsi otak kanan dan kirinya. Mereka mengamati fenomena laterisasi otak pada satwa ini saat menghadapi sumber gangguan manusia.
Laporan penelitian berjudul “Visual lateralisation of swans in response to anthropogenic disturbance differs according to observation task, presence of chicks and type of locomotion” itu mereka kirim ke Research Square, 2023.
Elmira Zaynagutdinova dari Saint Petersburg State University menjelaskan dalam tulisan itu, belahan otak kanan bertanggung jawab atas agresi, ketakutan, deteksi predator dan ancaman lain. Sementara, belahan kiri otak bertanggung jawab atas emosi positif, mencari makan, dan mendeteksi perubahan lingkungan.
Elmira dan kolega mengamati perilaku angsa Whooper [Cygnus cygnus] dan Bewick’s [Cygnus columbianus bewickii], yaitu saat angsa-angsa tersebut dalam kondisi bahaya, saat berenang dan terbang, serta ketika bersama anaknya.
Angsa Whooper diketahui mampu terbang hingga ketinggian 8.300 meter di atas permukaan laut. Sementara angsa Bewick’s yang ukurannya lebih kecil, terbang pada ketinggian 8.000 meter di atas permukaan laut. Bandingkan, dengan merpati yang ketinggian terbang maksimalnya sekitar 1.800 meter.
Baca: Ini Sepuluh Burung yang Mampu Terbang Tertinggi
Terkait adanya pembelahan fungsi otak kanan dan kiri pada hewan, peneliti telah melakukan kajian berjudul “Brain Lateralization and Cognitive Capacity” tahun 2021. Dijelaskan bahwa, ternyata pembelahan ini tak hanya dijumpai pada hewan besar bertulang belakang, termasuk manusia, namun juga hewan kecil dengan volume otak kecil seperti burung dan serangga.
Teori pembelahan fungsi ini dikenal sebagai lateralisasi otak. Pada otak manusia lateralisasi lebih mudah dibuktikan menggunakan Magnetic Resonance Imaging [MRI]. Pada hewan, para peneliti lebih sering memakai beberapa percobaan.
Teori lateralisasi otak menyebutkan belahan otak sebelah kanan dan kiri menerima informasi berbeda, memproses input sensorik dengan cara berbeda, dan mengontrol berbagai jenis perilaku yang berbeda pula.
Manfaat otak yang terlateralisasi adalah bisa melakukan fungsi berbeda secara bersamaan dengan efektif. Misalnya, mengawasi adanya potensi bahaya namun pada saat yang sama harus mencari makan.
Perilaku terbang
Saat terbang tinggi, kelompok angsa ini tak jarang berada di jalur terbang pesawat udara. Pesawat komersial terbang pada ketinggian 8.000 meter hingga 12.000 meter. Bagi angsa-angsa ini, pesawat menjadi sumber ancaman. Terutama saat mereka melakukan migrasi ke wilayah lebih dingin.
Dalam penelitian itu, mereka menganalisa 129 foto angsa Whooper dan 363 foto angsa Bewick’s yang relevan dengan tujuan riset. Dari pengamatan itu, ternyata kedua jenis angsa saat berenang cenderung menggunakan mata kanan untuk untuk mengamati sumber gangguan dari manusia.
Namun saat terbang, angsa Bewick’s lebih memilih mata kiri untuk mengamati sumber gangguan. Sementara angsa Whooper tidak ada data, namun diduga berperilaku sama. Mereka juga membandingkan perilaku ini di antara pemimpin dan anggota kelompok, juga saat ada ataupun tidak ada anak angsa. Hasilnya pun tak jauh berbeda.
Perbedaan perilaku pada saat berenang dan terbang ini diduga karena saat terbang angsa menganggap kehadiran pesawat sebagai sumber nyata gangguan dan dianggap lebih membahayakan dibanding kehadiran yang sama saat berada di air. Akibatnya, belahan otak kanan lebih aktif dan mata kiri digunakan untuk mengawasi sumber gangguan yang nyata tadi.
Belahan otak kanan juga dianggap bertanggung jawab dalam orientasi ruang. Sehingga angsa dapat segera bereaksi saat terbang dan menghadapi perubahan kecil yang berasal dari sumber potensial gangguan.
Menurut laporan itu, perilaku yang mirip juga ditemukan pada beberapa spesies burung. Misalnya pipit zebra [Taeniopygia guttata] dan merpati [Columba livia domestica].
Selain bisa terbang tinggi, kedua angsa ini juga dikenal karena formasi terbangnya. Dalam kelompok besar, keduanya akan membentuk huruf V. Satu individu di depan, diikuti beberapa individu lain di samping kanan dan kiri. Angsa paling depan bertugas membuka jalan dan jika lelah akan digantikan individu di belakangnya.
Burung yang berada di belakang akan memanfaatkan aliran udara yang dibuat angsa di depannya. Menurut para ahli, formasi V membuat terbang menjadi lebih mudah dan bisa menghemat energi.