- Bumi kehilangan hutan primer di kawasan tropis seluas 4,1 juta hektare pada 2022 atau seluas 11 lapangan sepak bola per menit. Padahal dengan luasan yang sama seharusnya hutan hujan bisa menyimpan 2,7 gigaton emisi karbon dioksida
- Para pemimpin dari 145 negara menyepakati Deklarasi Glasgow pada COP26 tahun 2021 untuk menghentikan deforestasi dan memulihkan hutan hingga 2030. Pengurangan deforestasi adalah salah satu langkah berbasis lahan yang paling hemat biaya untuk memitigasi perubahan iklim
- Dalam kurun waktu 2002 hingga 2022, dunia kehilangan hutan tertinggi pada 2016. Lebih dari 6 juta hektare hutan hilang baik karena kebakaran maupun sebab lain pada tahun itu. Sempat mengalami tren penurunan, luas hutan primer yang hilang kembali naik sejak 2020.
- Indonesia dianggap berhasil mengurangi hilangnya hutan primer dibanding negara lain. Hilangnya hutan primer di Indonesia secara historis dianggap masih berada pada tingkat yang rendah.
Sebuah laporan terbaru menyebutkan luas hutan hujan terus berkurang. Bumi kehilangan hutan primer di kawasan tropis seluas 4,1 juta hektare pada 2022. Jumlah ini meningkat 10 persen lebih banyak dibanding tahun lalu. Angka tersebut berdasar data yang dikumpulkan University of Maryland dan tersedia di platform Global Forest Watch World Resources Institute.
Sulit membayangkan bumi harus kehilangan hutan seluas 11 lapangan sepak bola per menit. Padahal dengan luasan yang sama seharusnya hutan hujan bisa menyimpan 2,7 gigaton emisi karbon dioksida, atau setara dengan emisi karbon yang dihasilkan India dalam setahun.
Menjaga kelestarian hutan hujan amatlah penting. Selain menyimpan keanekaragaman hayati paling banyak dari semua ekosistem di bumi, hutan hujan juga menjadi tempat bergantung secara langsung bagi hampir 70 juta masyarakat adat dan 1,6 miliar orang, menurut laporan itu.
“Saat dunia menghadapi ‘peringatan terakhir’ tentang krisis iklim, pengurangan deforestasi adalah salah satu langkah berbasis lahan yang paling hemat biaya untuk memitigasi perubahan iklim,” mengutip laporan itu.
Sejumlah pakar iklim yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebelumnya telah menyampaikan pesan kepada para pemimpin dunia untuk bertindak sekarang atau semuanya akan terlambat. Menurut para pakar, dunia harus menahan laju kenaikan suhu hingga 1,5 derajat celcius, seperti dikutip dari The Guardian.
baca : Waspadai Nasib Hutan Tersisa Jelang Tahun Politik 2024
Laporan itu keluar hanya setahun setelah para pemimpin dari 145 negara menyepakati Deklarasi Glasgow pada COP26 tahun 2021 untuk menghentikan deforestasi dan memulihkan hutan hingga 2030. Namun bukan laju penurunan yang didapat, justru sebaliknya kenaikan hilangnya luas hutan primer di seluruh dunia.
“Kami telah melihat pemerintah dan perusahaan membuat komitmen yang dibatasi waktu untuk mengakhiri deforestasi, memulihkan bentang alam hutan yang terdegradasi, dan mencapai pengelolaan hutan lestari. Tetapi deforestasi dan degradasi hutan yang cepat terus berlanjut, terutama didorong oleh meningkatnya permintaan global akan makanan, bahan bakar, dan serat,” ujar Rod Taylor, direktur global untuk program kehutanan WRI, dalam pernyataan resminya.
Dalam kurun waktu 2002 hingga 2022, dunia kehilangan hutan tertinggi pada 2016. Lebih dari 6 juta hektare hutan hilang baik karena kebakaran maupun sebab lain pada tahun itu. Sempat mengalami tren penurunan, luas hutan primer yang hilang kembali naik sejak 2020.
Negara dengan laju kehilangan hutan tertinggi adalah Ghana, yaitu sebanyak 71 persen. Menyusul Bolivia, Angola, Kamerun, Kolumbia, Laos, Argentina, Philipina, Ekuador, Liberia. Sementara berdasar perbandingan luas global, urutan pertama adalah Brazil, kemudian menyusul Kongo, Bolivia, Indonesia, Peru, Kolumbia, Laos, Kamerun, Papua Nugini, dan Malaysia.
Tingkat kehilangan hutan primer Brazil sebesar 43,1 persen dari total global. Sebagian besar berasal dari hutan primer Amazon. Hilangnya hutan seluas 1,8 juta hektare ini setara dengan 1,2 gigaton emisi karbon, atau 2,5 kali lipat emisi bahan bakar fosil tahunan Brasil.
Laporan itu juga menyebutkan kehilangan hutan di kawasan nontropis menurun sebesar 10 persen pada 2022. Berbeda dengan daerah tropis, kebakaran di hutan boreal dan subtropis dianggap bagian alami dari ekologi. Rusia adalah kontributor terbesar penurunan kehilangan tutupan pohon, yaitu sebesar 34 persen antara 2021 hingga 2022. Antara lain disumbangkan oleh kebakaran hutan yang hebat pada 2021.
baca juga : Kemarau Datang, Fokus Kegiatan Jangan Hanya Mengatasi Kebakaran Hutan dan Lahan
Bagaimana Indonesia?
Laporan dalam laman WRI itu mencatat keberhasilan Indonesia dalam upaya mengurangi hilangnya hutan primer dibanding negara lain. Hilangnya hutan primer di Indonesia secara historis dianggap masih berada pada tingkat yang rendah.
Sebenarnya ada perbedaan data antara pemerintah Indonesia dan WRI tentang berapa luas hutan primer yang hilang. Sebagian besar hutan primer yang hilang di Indonesia menurut analisis lembaga itu berada di wilayah yang diklasifikasikan Indonesia sebagai hutan sekunder dan tutupan lahan lainnya.
“Kebijakan pemerintah dan tindakan korektif telah berkontribusi pada pengurangan ini, sejalan dengan pencapaian target Net Sink Indonesia dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030,” tulis laporan itu.
Selain itu, peningkatan upaya pencegahan dan pemantauan kebakaran, moratorium pemberian izin baru pada hutan primer atau lahan gambut, penegakan hukum, dan komitmen baru dianggap berhasil melindungi dan memulihkan lahan gambut dan merehabilitasi hutan bakau. Hasilnya, lebih sedikit kebakaran dan lebih sedikit kehilangan hutan primer.
Berdasarkan diagram data yang disajikan GFW, Indonesia kehilangan hutan primer sekitar 0,8 juta hektare kategori bukan akibat kebakaran hutan pada 2012. Kecenderungan itu terus menurun hingga tahun lalu yang berada di kisaran 0,2 juta hektare pada 2022. Pada 2016 adalah tahun terburuk Indonesia kehilangan hutan akibat kebakaran hutan, yaitu sekitar 0,4 juta hektare.
Selain Indonesia, Malaysia juga dianggap berhasil menekan laju kehilangan hutan primer. Negara itu punya komitmen No Deforestation, No Peat and No Exploitation (NDPE) yang berhasil menurunkan angka hilangnya hutan primer, terutama akibat perkebunan sawit.***