- Pulau-pulau kecil memiliki kekayaan biologi, flora dan fauna yang beragam. Posisinya yang terpencil menjaga kekayaan itu.
- Pulau-pulau kecil juga memiliki kekayaan budaya, dan kondisi sosial masyarakat yang beragam
- Selain kaya dengan budaya, sosial, dan biodiversitas, pulau-pulau kecil juga memiliki kerentanan tinggi baik akibat perubahan iklim maupun faktor manusia
- Program-program yang ditujukan ke pulau-pulau kecil harus memerhatikan daya dukung lingkungan. Tidak sekadar eksploitasi tanpa memikirkan keberlanjutan masyarakat dan biodiversitas
Pembangunan di pulau-pulau kecil tidak cukup sekadar membangun berbagai fasilitas, salah satunya pariwisata. Keberadaan berbagai fasilitas yang menunjang wisatawan itu di satu sisi bisa menjadi ancaman kelestarian sumber daya alam di pulau-pulau kecil. Pemerintah perlu menyusun peta jalan pembangunan berkelanjutan untuk pulau-pulau kecil.
“Perlu memerhatikan daya dukung lingkungan pulau-pulau kecil,’’ kata Guru Besar Kelautan Universitas Mataram Prof Sitti Hilyana dalam diskusi Uniknya Biodiversitas di Pulau-Pulau Kecil. Diskusi ini diselenggarakan oleh Forest Watch Indonesia bekerjasama dengan Universitas Pattimura dan Universitas Mataram, Selasa (27/6).
Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Mataram ini menyampaikan pulau-pulau kecil memiliki kekayaan flora dan fauna, kekayaan bawah laut yang hingga saat ini masih terus dieksplorasi. Kekayaan alam baik di daratan dan bawah laut itu menjadi daya tarik penelitian dan turis. Ketika pariwisata berkembang, pulau-pulau kecil dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata. Di Nusa Tenggara Barat, hampir sebagian besar pulau-pulau kecil menjadi destinasi wisata unggulan.
Kehadiran wisatawan yang berlebih dan pembangunan fasilitas yang tanpa memerhatikan kelestarian bisa menjadi ancaman baru bagi kekayaan di pulau-pulau kecil itu. Kehadiran wisatawan di satu sisi mendatangkan manfaat ekonomi, tapi limbah yang dihasilkan juga bisa menjadi masalah baru.
Begitu juga pengembangan sektor pertanian dan peternakan di pulau-pulau kecil harus menghitung daya dukung pulau kecil tersebut. Prof Nana, panggilan akrab Sitti Hilyana mencontohkan, jika ada peternakan skala besar di pulau kecil, kotorannya bisa masuk ke perairan. Akan menyebabkan kesuburan berlebihan dan pada gilirannya bisa mengganggu ekosistem terumbu karang.
“Pengembangan pulau kecil itu bisa untuk pariwisata, riset, perikanan, peternakan, pertanian. Tapi semuanya itu harus berkelanjutan,’’ katanya.
baca : Diskusi Perubahan Iklim: Menyelamatkan Pulau-pulau Kecil di Kepri
Di Nusa Tenggara Barat terdapat 505 pulau, dua diantaranya daratan utama yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Sekitar 30 persen pulau-pulau kecil itu berpenghuni. Sebagian pulau berpenghuni tersebut menjadi kawasan wisata, daerah nelayan. Sebagian pulau tidak berpenghuni dikembangkan untuk pariwisata.
Prof Nana mengatakan, pulau-pulau kecil memiliki karakteristik khas. Kekayaan biologinya sangat beragam. Menjadi laboratorium hidup untuk berbagai riset baik di daratannya maupun di lautannya. Contohnya di Pulau Satonda yang terletak di Kabupaten Dompu. Pulau tersebut terbentuk melalui peristiwa tektonik. Di tengah pulau tersebut terdapat danau yang lebih asin dibandingkan laut sekitarnya. Danau ini juga memiliki suhu yang lebih hangat. Di tiap meter terjadi perbedaan suhu. Kondisi alam ini menjadikan ikan yang ada di Satonda sangat khas. Begitu juga dengan Pulau Satonda, menjadi habibat ribuan kelelawar, burung, dan serangga.
Saat yang sama Satonda juga dikembangkan menjadi destinasi wisata. Kunjungan wisatawan ke Satonda untuk menikmati snorkeling dan melihat danau Satonda. Prof Nana mengingatkan, pembangunan pariwisata di pulau-pulau kecil seperti Satonda ini tidak sekadar mendatangkan banyak wisatawan.
baca juga : Peta Jalan Pengembangan Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Lima Tahun ke Depan
Menjaga Kekayaan Pulau Kecil
Masyarakat yang mendiami pulau-pulau kecil memiliki kekayaan yang beragam dan berbeda dengan pulau utama. Seperti pulau-pulau kecil di NTB yang dihuni penduduk dari berbagai suku. Pulau-pulau kecil menjadi pertemuan masyarakat nelayan dari berbagai daerah. Pertemuan itu menghasilkan budaya yang baru. Begitu juga dengan sistem sosial masyarakat di pulau-pulau kecil menjadi bahan menarik untuk riset-riset sosial budaya di pulau kecil.
Di satu sisi pulau-pulau kecil yang jauh dari daratan utama menghadapi masalah kelangkaan sumber daya pendukung. Misalnya air bersih. Sebagian besar pulau kecil berpenghuni di NTB memiliki keterbatasan sumber air bersih. Begitu juga dengan pulau-pulau kecil lainnya di Nusantara.
“Tampungan air tawar terbatas, cadangan air tawarnya rendah,’’ katanya.
Kondisi ini semakin rentan dengan dampak perubahan iklim. Musim kemarau dan hujan yang tidak menentu, kenaikan permukaan air laut menjadikan masyarakat di pulau-pulau kecil harus berjuang lebih keras. Begitu juga dengan kekayaan biologi. Kerusakan terumbu karang, kelangkaan berbagai spesies burung, penyu, ikan juga menjadi tantangan pengembangan pulau-pulau kecil.
“Perlu ada upaya menetapkan beberapa pulau-pulau kecil sebagai kawasan konservasi,’’ katanya.
Muhammad Aimar Fikcry, perwakilan Generasi Z Universitas Mataram mengatakan mendapatkan informasi masih terjadinya pengeboman di pulau-pulau kecil. Pengeboman untuk mendapatkan ikan ini bukan saja mematikan benih ikan, pengeboman merusak terumbu karang.
“Pengeboman ini menjadi ancaman pulau-pulau kecil,’’ kata mahasiswa kelautan Universitas Mataram ini.
baca juga : Ancaman dan Tantangan Wilayah Kelola Rakyat di Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil di NTT
Aimar juga pernah berkunjung ke Pulau Maringkik, salah satu pulau kecil di Kabupaten Lombok Timur. Masyarakat yang mendiami pulau tersebut dari berbagai suku di Nusantara. Mereka memiliki tenun khas yang berbeda dengan tenun Lombok. Begitu juga dari sisi bahasa dan berbagai tradisi sehari-hari. Kekayaan budaya di Pulau Maringkik itu menjadi salah satu bukti kekayaan budaya di pulau-pulau kecil yang harus dilestarikan.
“Masyarakat di sana beradaptasi dengan membangun rumah dari pecahan karang yang lebih adaptif terhadap ancaman abrasi,’’ katanya.
Sementara itu Fathul Jawad dari Primali Berdaya mengatakan anak-anak muda generasi Z perlu ambil bagian dalam upaya menjaga kelestarian pulau-pulau kecil. Langkah kecil yang bisa dilakukan adalah mengkampanyekan ekowisata. Aktif menyuarakan pariwisata berkelanjutan. Anak-anak muda juga bisa ikut terjun langsung seperti kegiatan-kegiatan clean up, kegiatan penanaman mangrove, dan menyuarakan pelestarian flora dan fauna di pulau-pulau kecil.
“Anak muda sekarang harus aktif menyuarakan isu lingkungan,’’ katanya.