- Para peneliti kehutanan menilai, wilayah IKN masih jauh menjadi kota hutan berkelanjutan. Pasalnya, kawasan IKN lebih dulu menjadi hutan tanaman industri [HTI] dan tidak semua areal HTI dapat dikembalikan menjadi hutan hujan tropis.
- Kerusakan tersebut, dinilai membutuhkan penanganan yang tepat, yaitu dengan restorasi dari hulu hingga hilir.
- Restorasi dimulai dari masalah tata kelola, masalah lingkungan seperti keanekaragaman hayati, daerah aliran sungai [DAS] dan karbon, juga masalah sosial ekonomi.
- Badan Otorita memiliki kewajiban menjadikan 65 persen dari wilayah IKN sebagai kawasan dilindungi.
Badan Otorita Ibu Kota Nusantara diperkirakan akan kesulitan mengembalikan tutupan hutan seluas 65 persen di wilayah Ibu Kota Nusantara [IKN] dengan cepat. Kerusakan tersebut, dinilai membutuhkan penanganan yang tepat, yaitu dengan restorasi dari hulu hingga hilir.
Hal ini diungkapkan para peneliti kehutanan Kalimantan Timur [Kaltim], pada Focus Group Discussion [FGD] bersama Lembaga Sustainitiate di Kampus Universitas Mulawarman, Samarinda, akhir Juni 2023.
Para peneliti menilai, wilayah IKN masih jauh menjadi kota hutan berkelanjutan. Pasalnya, kawasan IKN lebih dulu menjadi hutan tanaman industri [HTI] dan tidak semua areal HTI dapat dikembalikan menjadi hutan hujan tropis.
Dr. Agus Setyarso dari Institut Pertanian Yogyakarta menjelaskan, wilayah IKN belum begitu siap menjadi kota hutan yang smart dan berkelanjutan.
“Situasinya saat ini itu belum siap fasilitas, bahkan yang menjadi baseline tidak dalam keadaan baik. Bicara hutan di wilayah IKN tahun 70-an tentu tidak seperti hari ini. Harus ada restorasi yang tepat,” sebutnya.
Restorasi dimulai dari masalah tata kelola, masalah lingkungan seperti keanekaragaman hayati, daerah aliran sungai [DAS] dan karbon, juga masalah sosial ekonomi.
Tata kelola yang dimaksud, berkaitan dengan masalah konflik. Beberapa kajian terkait studi kelayakan pembangunan proyek di IKN, terkesan belum tuntas atau tidak maksimal. Hal ini menjadi isu penting, berimbas pada konflik sosial dan melibatkan masyarakat lokal, yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk merestorasi IKN.
“Ada beberapa studi kelayakan yang masalah sosialnya tidak dilakukan secara mendalam, harus diperbaiki agar terhindar konflik sosial,” ujar Agus.
Baca: Cerita Sedih Suku Balik, Terasing Ditengah Hadirnya IKN Nusantara
Kolaborasi restorasi
Wakil Rektor Bidang Umum, SDM dan Keuangan Universitas Mulawarman, Sukartiningsih memaparkan, dampak baik terhadap restorasi akan sampai pada pemulihan Taman Hutan Rakyat [Tahura] Bukit Soeharto.
Tahura ini merupakan penyangga IKN. Namun, kondisinya dinilai tidak baik lantaran gundul dan banyak ditemukan tambang-tambang ilegal.
“Kolaborasi restorasi mengembalikan kejayaan hutan di wilayah IKN dan tentunya pemerintah akan menjaganya.”
Sukartinisngsih menyebut, Universitas Mulawarman akan terlibat, sebab kolaborasi restorasi sejalan dengan pola ilmiah pokok [PIP] kampus yakni sebagai Pusat Unggulan Studi Tropis. Untuk penguatan tutupan hutan, akan dilibatkan lembaga riset, kelompok masyarakat lokal, dan masayarakat hukum adat.
“Kita perlu menjaga IKN, sebagai kota hutan hujan tropis beserta ekosistem penting dan DAS wilayah penyangga,” ujarnya.
Senior Assosiate Lembaga Sustainitiate Haryadi Himawan mengatakan, kajian tentang restorasi hutan hujan tropis dan DAS di Kalimantan Timur, merupakan bentuk dukungan terhadap IKN sebagai Kota Hutan Dunia. IKN juga diharapkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.
“Kami berharap, IKN dapat menunjukan identitas nasional bangsa yang beranekaragam,” paparnya.
Baca: Siapkan Payung Hukum, Otorita IKN Jamin Perlindungan Lingkungan dan Kearifan Lokal
Butuh proses
Deputi Bidang Lingkungan dan Sumber Daya Alam, Badan Otorita IIKN, Myrna Safitri menjelaskan, Badan Otorita memiliki kewajiban menjadikan 65 persen dari wilayah IKN sebagai kawasan dilindungi.
Dalam kawasan itu terbagi menjadi beberapa bagian, yakni hutan sekunder, kawasan konsesi HTI, perkebunan sawit dan pertambangan legal maupun ilegal, areal pertanian, dan lainnya.
“Yang dilakukan adalah secara gradual kami melakukan reforestasi pada areal-areal dilindungi supaya nanti bisa menjadi hutan tropis,” katanya.
Pada 2024, lanjut dia, 65 persen kawasan lindung itu belum terlihat.
“Butuh puluhan tahun. Kenapa demikian, karena merusaknya juga puluhan tahun. Pasti bisa diwujudkan, karena pemerintah sudah melakukan di tempat lain, dengan sejumlah persyaratan,” sebutnya.
Baca juga: Wawancara dengan Deputi Otorita IKN, Myrna Safitri: Nusantara Tidak Akan Korbankan Lingkungan
Persyaratan yang dimaksud adalah semua pihak menaati ketentuan dalam tata ruang. Selain itu, semua pihak harus bersinergi dan berkomitmen bahwa kawasan yang dilindungi harus dijaga.
“Ada pertanyaan apakah masyarakat bisa hidup atau tidak, karena selama ini asumsinya kawasan dilindungi harus kosong dari kegiatan masyarakat. Saya ingin katakan bahwa kawasan yang dilindungi tetap memperhatikan masyarakat,” tegasnya.
Saat ini, yang dilakukan adalah kerja sama. Contohnya, di IKN ada areal tertentu yang memang eksisting dan sudah dikembangkan masyarakat. Wilayah itu akan dikembangkan lagi menjadi agroforestri.
“Jadi, pengembangannya bersama masyarakat. Agro forestri juga bagian dari upaya perhutanan,” paparnya.
Sebagai informasi, luas daratan lokasi IKN sekitar 256 ribu hektar. Sebagian besar areanya berupa HTI yang ditanami eucalyptus. Ada juga beberapa izin usaha perkebunan [IUP] sawit dan izin usaha pertambangan [IUP]. Dari luasan tersebut tidak semua dibangun kota, hanya sekitar 50 ribuan hektar saja, bertahap hingga 2045.