- Program Coremap-CTI ADB telah membuka peluang ekonomi sekaligus upaya perlindungan lingkungan hidup bagi sejumlah komunitas masyarakat di Nusa Penida, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
- Lewat pengembangan ekonomi, masyarakat sekitar diharapkan dapat memperkuat komitmen perlindungan ekosistem pesisir dan laut, yang merupakan sumber bahan baku dari kegiatan ekonomi mereka.
- Bagi pemerintah, program ini menghasilkan beberapa keluaran dan capaian untuk mendukung model inovasi pembangunan. Salah satunya, pendapatan berkelanjutan sekaligus kelestarian lingkungan, dari evaluasi efektifitas pengelolaan kawasan konservasi (Evika).
- Perpaduan kebijakan berdasarkan ilmu pengetahuan dan pelaksanaan berbasis masyarakat dalam program ini, diharap dapat berkontribusi pada perbaikan kondisi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang-segitiga terumbu karang inisiatif Bank Pembangunan Asia (Coremap-CTI ADB), berakhir pada bulan Agustus ini. Namun, sejumlah kegiatan dalam program itu, telah membuka peluang ekonomi sekaligus upaya perlindungan lingkungan hidup di tingkat tapak, khususnya di Nusa Penida, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Juniarty, pengurus pengolah dan pemasar hasil laut (Poklahsar) Jaring Mairo Sumbawa Barat mengatakan, program Coremap-CTI ADB telah memberi semangat pada masyarakat setempat untuk memperkuat dan mengembangkan peluang ekonomi.
Lewat sejumlah pelatihan dan pendampingan, mereka tahu bahwa produk perikanan yang telah diolah mempunyai nilai jual lebih tinggi di pasar. Semangat berkarya semakin meningkat ketika 8 kelompok yang tergabung dalam Asosiasi Pemasar Gili Balu mendapat bantuan 18 alat penunjang produksi.
Menurut Juniarty, semangat itu terlihat dari pengembangan produk dari yang mulanya hanya 5 jenis, sekarang telah mencapai 15 jenis produk olahan. “Seperti stick rumput laut, sambal gurita, permen rumput laut, keju ikan, bakso ikan, tuna sambal ijo dan lain sebagainya,” sebutnya ketika ditemui Mongabay di Jakarta, Selasa (15/8/2023)
Produk-produk olahan itu kemudian dipasarkan melalui media sosial. Nyaris tiap hari selalu ada pemesan. Sehingga, melalui keuntungan yang didapat, kata Juniarty, masyarakat setempat semakin memahami pentingnya melindungi lingkungan hidup, yang merupakan sumber bahan baku bagi perekonomian mereka.
baca : Program COREMAP-CTI akan Berakhir, Pemda Diharapkan Bisa Melanjutkan Model Pengelolaan
I Nyoman Sudiatmika, pendiri kelompok masyarakat Sandu Care mengungkap, dukungan Coremap-CTI ADB membantunya kembangkan sabun berbahan rumput laut. Usaha yang telah ia gagas sejak masa awal COVID-19, semakin meningkat dari sisi produksi dan jenis, karena bantuan alat produksi maupun pelatihan.
Selain pelatihan dan dukungan alat produksi, Coremap-CTI ADB juga membantunya dalam aspek pengembangan jaringan pemasaran. Dampaknya, produksi yang semula hanya dikisaran 10-15 liter per harinya, kini telah mencapai 60-80 liter per hari.
“Sangat dibantu ICCTF (Indonesia Climate Change Trust Fund), lewat partnernya, salah satunya Bali Budha, toko yang terkenal dengan herbalnya, organiknya. Itu kami diterima karena dukungan dan rekomendasi ICCTF. Nilai produknya meningkat berkali-kali lipat,” terang Nyoman.
Karena itu, dia mendorong masyarakat setempat untuk melakukan perlindungan ekosistem laut di daerahnya. Sebab, dampaknya tidak hanya dirasakan pengusaha rumput laut, tetapi juga petani, pembudidaya dan masyarakat luas.
Inovasi Pembangunan
Sejak Maret 2020, Coremap-CTI ADB telah diterapkan di tiga lokasi, di antaranya Nusa Penida, Gili Matra dan Gili Balu dengan bantuan hibah dari GEF melalui Bank Pembangunan Asia sebesar US$5,2 juta atau setara Rp72,8 miliar. Program ini disebut telah menghasilkan beberapa keluaran dan capaian untuk mendukung model inovasi pembangunan.
Sri Yanti, Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mengatakan, kolaborasi dan partisipasi aktif dari semua pihak terkait selama hampir 3 tahun, merupakan alasan utama tercapainya program.
baca juga : Pasca COREMAP Selesai, Perlu Disiapkan Jejaring Pengelolaan Ekosistem Pesisir
Menurutnya, terdapat 3 indikator tercapainya program ini. Pertama, terlaksananya pembangunan berdasarkan daya dukung lingkungan. Kedua, partisipasi aktif masyarakat dalam mengelola, mengawasi dan mengevaluasi aktivitas pembangunan.
Ketiga, pendapatan berkelanjutan sekaligus kelestarian lingkungan, dari evaluasi efektifitas pengelolaan kawasan konservasi (Evika). “Pada tahun 2022 nilai evika dari Gili Matra sebesar 71,2%. Pada 2022, Gili Balu mencapai 40,03% (sebelumnya tidak ada data). Nusa penida 82,06%,” kata Sri Yanti.
Vivi Yulaswati, Deputi bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/ Bappenas yang juga hadir dalam kegiatan itu mengatakan, perpaduan kebijakan berdasarkan ilmu pengetahuan dan pelaksanaan berbasis masyarakat dalam program ini, diharap dapat berkontribusi pada perbaikan kondisi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, pihaknya berharap, praktik baik dan pembelajaran pengelolaan ekosistem yang telah dicapai, terus berlanjut meski program Coremap-CTI ADB telah berakhir. Keberlanjutan praktik baik itu, terang Vivi, tidak bisa dilepaskan dari komitmen dan kolaborasi dari para pemangku kepentingan di wilayah masing-masing.
“Jangan biarkan masyarakat berjuang sendirian. Jika memang perlu, bisa juga untuk direplikasi, diperkuat dalam aturan dan anggaran, bahkan masyarakat juga didukung upaya dan semangatnya dalam melestarikan dan menjaga keutuhan alam di wilayahnya,” terangnya.
baca juga : Cerita Sukses Kosmetik Rumput Laut dan Pelestari Terumbu Karang dari Nusa Penida
Tonny Wagey, Direktur Eksekutif ICCTF mengakui, pendekatan pada masyarakat merupakan bagian paling penting dalam pelaksanaan program. Pengetahuan tentang potensi di tingkat lokal, juga sumber daya di sekitarnya, menjadi dasar untuk menyalurkan bantuan seperti pelatihan maupun alat-alat produksi yang tepat.
“Kita harus beri apa yang mereka butuhkan, sehingga (aktivitas ekonomi dan perlindungan ekosistem) tidak hanya bagus ketika kegiatan berjalan, tapi juga sesudahnya juga harus berlanjut,” ujar Tonny.
Sebab, dia menilai, tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang bukanlah pemasaran produk-produk di pasaran, tetapi ketersediaan bahan baku.
Selain mendukung pengembangan ekonomi masyarakat setempat, program Coremap-CTI ADB juga telah melaksanakan rehabilitasi ekosistem mangrove seluas 8000 meter3 dan terumbu karang 253 meter3 di Nusa Penida, Bali. Dan, rehabilitasi ekosistem mangrove seluas 20.000 meter3, serta terumbu karang seluas 550,44 meter3 di Nusa Tenggara Barat.