- Pemerintah Nusa Tenggara Barat berkomitmen beralih dari energi fosil ke terbarukan. Pembangkit energi terbarukan seperti panel surya terbangun sejak belasan tahun lalu. Salah satu di Gili Terawangan, tiga ribuan panel surya terpasang di puncak perbukitan. PLTS ini termasuk power plant tertua berbasis energi matahari yang dibangun PLN pada 2011. Ia mampu menghasilkan listrik sampai 600 kWp.
- Sahdan, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengatakan, PLTS di Gili Matra itu sejalan dengan status ketiga pulau itu sebagai wilayah konservasi melalui penggunaan energi bersih.
- Kukuh Amukti, Manajer Komunikasi PLN area NTB mengatakan, sebagai destinasi wisata, jaminan pasokan listrik di Gili Matra hal tak bisa ditawar. Terlebih, permintaan setrum juga terus meningkat sejalan peningkatan wisatawan ke sana. Kendati hanya beroperasi siang hari, cukup untuk menekan biaya operasional PLN. Sebagai catatan, pada PLTD, biaya pokok produksi (BPP) sampai Rp2.528 per kWh. Pada PLTS, hanya Rp1.726 kWh.
- NTB mencatatkan elektrifikasi 98,8%, tidak semua dari PLN. Dokumen kinerja ESDM NTB menyebut, terdapat lima di Kabupaten Sumbawa mendapat pasokan listrik dari non PLN yakni, Desa Tepal, Baodesa, Tangkam Pulit dan Baturotok, Kecamatan Batulanteh. Kemudian, Desa Mungkin, Kecamatan Orong Telu. Kelima desa ini mendapatkan listrik dari pembangkit mikro hidro. Desa-desa ini berada pada wilayah pegunungan, belum ada jangkauan jaringan listrik PLN.
Hamparan ribuan lembar panel surya berada di puncak bukit di tengah Pulau Guli Terawangan, Nusa Tenggara Barat. Ada 3.140 lembar photovoltaic (PV) panel surya terpasang di lahan seluas satu hektar itu.
Instalasi panel surya berada di atas ketinggian dan hanya bisa terakses dengan berjalan kaki, tepat di tengah pulau konservasi yang juga kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) ini.
PLTS Gili Trawangan termasuk power plant tertua berbasis energi matahari yang dibangun PLN pada 2011. Ribuan panel Surya terpasang itu mampu menghasilkan listrik sampai 600 kWp.
Sahdan, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengatakan, PLTS di Gili Matra itu sejalan dengan status ketiga pulau itu sebagai wilayah konservasi melalui penggunaan energi bersih.
Sebelumnya, kata Sahdan, listrik di ketiga pulau itu dari pembangkit diesel solar. Total ada 16 diesel yang kala itu dipakai untuk menerangi pulau ini. “Itu pun tidak bisa menyala sepanjang waktu. Dan mahal, cost-nya besar,” katanya.
Karena dinilai terlalu mahal, pada 2010, PLN pasang PLTS. “Pertama di Gili Trawangan, menyusul Gili Meno dan Gili Air,” katanya.
Bagi Sahdan, NTB memiliki potensi energi terbarukan cukup besar untuk menghasilkan listrik. Selain matahari, potensi lain yang dapat dikembangkan seperti gelombang laut, panas bumi, air hingga angin.
“Ke depan, terus kami dorong juga di tempat lain agar dapat memenuhi target bauran energi [sesuai target] 23% di akhir 2025, sesuai target rencana umum energi daerah.”
Kukuh Amukti, Manajer Komunikasi PLN area NTB mengatakan, sebagai destinasi wisata, jaminan pasokan listrik di Gili Matra hal tak bisa ditawar. Terlebih, permintaan setrum juga terus meningkat sejalan peningkatan wisatawan ke sana.
Sementara usaha seperti hotel, bungalow, restoran hingga cafe juga terus tumbuh. Data dihimpun Mongabay, ada setidaknya 810 properti, dengan rincian Gili Trawangan 534, Gili Meno 102, dan Gili Air 276, seluruhnya perlu listrik.
“PLTS ini untuk menjamin dan meningkatkan kehandalan pasokan listrik ke Gili Matra yang memang ramai karena sebagai destinasi wisata,” katanya melalui sambungan seluler, 16 Agustus lalu.
Menurut Kukuh, produksi listrik PLTS ketiga gili itu mencapai 820 kWp. Rinciannya, Gili Trawangan 600 kWp, Gili Matra 60 kWp dan 160 kWp di Gili Air. “Hampir satu MW.”
Listrik PLTS ini langsung tersambung dengan jaringan interkoneksi kabel bawah laut. Sambungan diperlukan untuk menyuplai kebutuhan listrik malam hari karena PLTS hanya beroperasi pagi hingga petang.
Kendati hanya beroperasi siang hari, itu cukup untuk menekan biaya operasional PLN. Sebagai catatan, pada PLTD, biaya pokok produksi (BPP) sampai Rp2.528 per kWh. Pada PLTS, hanya Rp1.726 kWh.
Sejalan dengan itu, hemat biaya produksi dari penghapusan PLTD cukup besar, Rp20 miliar per tahun. Atau turun 3% dari biaya untuk pembelian solar sebelumnya.
“Jadi, listrik PLTS ini masuk ke grid PLN dan disalurkan ke rumah warga. Jadi end user-nya tetap warga sekitar,” kata Kukuh.
Dia mengatakan, sebagai wilayah konservasi, Gili Matra digemari karena konsep ecowisata. Kehadiran PLTS, katanya, guna mendukung wisata hijau itu, melalui penyediaan energi yang ramah lingkungan.
“Disana juga tidak ada kendaraan bermotor, jadi ini sangat cocok. Hanya memang kadang cuaca menjadi kendala, tapi tidak masalah, tetap menguntungkan.”
Secara kasat mata, katanya, PLTS jelas menguntungkan. Ketika masih pakai PLTD, PLN harus mendatangkan solar dari daratan. Dengan begitu, harus ada biaya tambahan untuk memobilisasi solar dari depo Pertamina ke lokasi.
“Itu tidak murah.”
Karena itu, PLN melakukan kajian investasi PLTS yang memang dinilai menguntungkan.
Target lebih cepat?
Niken Arumdani, Kepala Bidang Energi Dinas ESDM NTB, menjelaskan, PLTS itu menjadi bagian transisi energi. “Ini menjadi isu penting demi mengurangi pemanasan global,” katanya.
Pemerintah NTB, kata Niken, mendukung upaya bahkan, pada 2021, telah mencanangkan pencapaian net zero emission pada 2050, lebih cepat 10 tahun dari target nasional.
Niken tak mengelak, sekilas target ini terdengar muluk. Mengingat, target nasional 10 tahun lebih lambat. Namun, katanya, dari hasil pemetaan potensi ESDM dan capaian bauran energi terbarukan saat ini hingga dinilainya realistis.
Sampai semester pertama tahun ini, katanya, progres bauran energi di NTB sudah 20,4%. Berarti capaian target bauran energi 23% pada 2025, makin dekat.
Mereka berupaya memperkuat sinergi dengan para pihak guna mengambil langkah-langkah untuk mengejar net zero emission pada 2050. Termasuk dengan PLN, yang berkontribusi 7,1% terhadap bauran energi terbarukan di NTB.
“Yang jelas itu bukan sekadar target di atas kertas. Tetapi memang ada upaya-upaya yang kami lakukan untuk mewujudkan itu. Paling tidak, apa yang sudah kami capai saat ini bisa menjadi tolok ukur,” kata Niken.
Pada 2022, target RUED NTB 17,64%. Hingga akhir tahun, capaian RUED 19,16%, lebih dari target.
Berdasar laporan tahunan Dinas ESDM NTB, sampai akhir 2022, , pemanfaatan energi terbarukan oleh PLN untuk pembangkit listrik di Pulau Lombok mencapai 40,19 MW. Rinciannya, 18,59 MW dari air dan 21,6 MW matahari.
Penggunaan energi terbarukan oleh PLN itu memberi kontribusi 7,50% total bauran energi terbarukan di NTB. Sekaligus melampaui target 5,64% dari yang dipatok PLN.
Dia bilang, capaian bauran energi, terutama di sektor ketenagalistrikan didukung beberapa program, pemerintah maupun swasta. Dia sebutkan program itu seperti pembangunan PLTS komunal di Sumbawa kapasitas 26,8 MW, bangun enam PLTS atap kapasitas 20 kWp di kantor-kantor pemerintah maupun lembaga pendidikan sejak 2020.
Kukuh bilang, hingga kini, ada sekitar 20 site PLTS beroperasi di NTB. Empat berada di Lombok dengan kapasitas lebih 20 MW. Keempat PLTS berstatus independen power producer (IPP) itu dioperasikan swasta dan dijual ke PLN.
Ada juga PLTS di Sumbawa yang sama-sama dikelola swasta. PLTS dengan model ground-mounted ini memiliki kapasitas hingga 26,8 MW. Sebaran PLTS itu belum termasuk yang dimiliki PLN.
Menurut Kukuh, sejauh ini, PLN memiliki 20 site pembangkit yang mempraktikkan bauran energi. Dari belasan site itu, delapan berbasis energi surya. Sisanya, berbasis air (PLTMH).
Kedelapan PLTS itu adalah PLTS Pringgabaya, PLTS Selong, PLTS Sengkol, PLTS Gili Trawangan, PLTS Gili Meno, PLTS Gili Air, dan juga Gili Medang yang merupakan site terbaru PLN.
Bagi Kukuh, keberadaan PLTS itu bukan hanya sebagai komitmen PLN dalam mengembangkan energi terbarukan di NTB. Juga upaya paling masuk akal mensiasati pasokan listrik di pulau-pulau kecil di NTB.
“Karena penggunaan PLTD tentu akan menimbulkan biaya tambahan untuk pengangkutan BBM. Sedang PLTS atau PLTMH, biaya maintenance lebih murah, meski investasi awal yang dikeluarkan lebih besar. Terutama untuk penyediaan baterai penyimpan energi yang ditangkap.”
NTB mencatatkan elektrifikasi 98,8%, tidak semua dari PLN. Dokumen kinerja ESDM NTB menyebut, terdapat lima di Kabupaten Sumbawa mendapat pasokan listrik dari non PLN yakni, Desa Tepal, Baodesa, Tangkam Pulit dan Baturotok, Kecamatan Batulanteh. Kemudian, Desa Mungkin, Kecamatan Orong Telu. Kelima desa ini mendapatkan listrik dari pembangkit mikro hidro. Desa-desa ini berada pada wilayah pegunungan, belum ada jangkauan jaringan listrik PLN.
Sisi lain, atas capaian meningkatkan bauran energi terbarukan di NTB, akhir tahun lalu, provinsi ini pun mendapat dua penghargaan sekaligus dari Dewan Energi Nasional (DEN). Pertama, sebagai provinsi terbaik pertama pada kategori daerah terbaik dalam mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan.
Kedua, provinsi terbaik ketiga pada kategori daerah tercepat penetapan Perda Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
Sementara itu, komitmen Pemerintah NTB mengejar nett zero emission 2050 menarik minat para investor. Apalagi, banyak potensi sumber energi terbarukan yang belum tergarap maksimal, Salah satunya dari limbah tongkol jagung.
Pada 17 Agustus lalu, peletakan batu pertama pembangunan pabrik bio-CNG di NTB mulai. Kegiatan itu hasil kerjasama antara BUMD NTB dan perusahaan swasta.
“Kami sudah tahu dan paham betul ini akan kemana. Itu seperti pelecut bagi kami untuk bekerja lebih keras lagi demi mengejar ambisi itu,” kata Niken yakin.
Dia bilang, banyak mendapat dukungan sejumlah pihak guna percepatan nett zero emission itu. Secara khusus, juga menjalin kerjasama dengan ICLEI dan Pemerintah Denmark (Danish Energy Agency) guna penyusunan road map nett zero emission pada 2050.
Mereka juga mendapat kucuran hibah dari Pemerintah Denmark dan Danida Sustainable Infrastruktur Finance (DDIF) untuk studi kelayakan dan pembangunan pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) 20 MW Lombok.
Dukungan sama juga didapat Pemerintah NTB dari Inggris terkait kajian kelayakan energi terbarukan di NTB.
Sahdan beharap, peningkatan bauran energi terbarukan akan berdampak positif terhadap kualitas lingkungan hidup di wilayahnya. “Pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”
*******