- Polresta Banyumas menangkap YR, penjual satwa dilindungi melalui media sosial Facebook
- Dalam penangkapan tersebut, ada lima satwa dilindungi yang menjadi barang bukti yakni jenis buaya dan burung
- Kelima satwa dilindungi tersebut dititipkan ke BKSDA Jateng Resor Konservasi Wilayah Cilacap
- BKSDA mengakui perdagangan satwa dilindungi melalui media sosial masih marak, terutama jenis ular, buaya dan burung.
Mobil bak terbuka milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah pada Rabu (27/9/2023) masuk ke Polresta Banyumas. Ternyata mobil tersebut membawa santwa dilindungi. Ada satu ekor buaya muara (Crocodylus porosus), buaya Senyulong Tomistoma schelegelii, satu buaya Irian (Crocodilylus novaeguineae), satu burung elang brontok putih (Nisaetus cirrhatus) dan burung alap-alap jambul (Accipiter trivirgatus).
Kelima satwa dilindungi tersebut dibawa ke Polresta Banyumas untuk menjadi barang bukti (BB) hasil penangkapan yang dilakukan oleh Polresta Banyumas, yang diperjualbelikan secara daring.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Banyumas Kompol Agus Supriadi Siswanto mengatakan bahwa pengungkapan jual beli satwa dilindungi tersebut setelah Tim Satreskrim Polresta Banyumas melakukan patroli siber. “Jadi, perdagangan kelima satwa dilindungi itu terungkap pada tanggal 23 September 2023 lalu melaksanakan patroli di dunia maya,” jelasnya.
Saat patroli siber, mereka menemukan adanya akun Facebook bernama YanuarArt . yang memperjualbelikan satwa dilindungi. “Pada awalnya, kami melihat ada buaya muara (Crocodylus porosus). Setelah mengetahui bahwa satwa tersebut dilindungi, maka kami bergerak,” katanya.
Setelah melakukan pemantauan, kepolisian berhasil menangkap tersangka yakni YR (25), warga Kecamatan Sumbang, Banyumas. “Setelah melakukan penangkapan, kami melaksanakan pemeriksaan terhadap tersangka. Pelaku mengaku bahwa akun YanuarArt adalah miliknya. Bahkan, dia telah mematok harga untuk satwa-satwa dilindungi tersebut,”ujarnya.
baca : KLHK Bongkar Jaringan Perdagangan Satwa Dilindungi di Sulawesi Utara
Pada saat petugas menawar di akun Facebook, YR menawarkan anakan buaya muara berukuran kecil dengan harga Rp400 ribu. Selain itu, ada anakan buaya jenis senyulong yang dipatok dengan harga Rp1,7 juta.
Ternyata setelah didalami dan aparat Polresta Banyumas melakukan pengembangan ke rumah pelaku di Purbalingga, dia masih memiliki satwa langka yang lain. Ada tiga satwa langka yang disimpan di rumahnya. Yakni buaya Irian yang sudah agak besar, kemudian elang brontok putih dan burung alap-alap jambul.
“Dari pemeriksaan yang kami lakukan, YR mengaku mendapatkan dari seseorang. Kepolisian masih melakukan penyelidikan terhadap seseorang yang diduga sebagai pemasok satwa liar yang dimiliki oleh YR,”ujarnya.
Polresta Banyumas telah berkoordinasi dengan BKSDA Jateng dalam melakukan identifikasi satwa termasuk. Sebagai barang bukti, Polresta Banyumas menitipkan ke BKSDA Jateng.
Dari pendalaman kasus, ternyata YR telah melakukan jual beli satwa dilindungi sejak setahun lalu. “Jadi, dari pengakuan tersangka, dia telah melakukan jual beli satwa dilindungi sejak tahun 2022. Pelaku bakal dijerat Pasal 40 Ayat (2) Jo. Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara,”tegasnya.
baca juga : Polairud Malut Gagalkan Penyelundupan Puluhan Satwa Dilindungi ke Filipina
Di tempat yang sama, Kepala Resor Konservasi Wilayah Cilacap BKSDA Jateng Wahyono Restanto memberikan apresiasi terhadap Polresta Banyumas telah berhasil membongkar kasus perdagangan satwa yang dilindungi. “Setelah ada penangkapan, kami diminta oleh Polresta Banyumas untuk melaksanakan identifikasi. Hasilnya memang kelima satwa tersebut masuk dalam kategori dilindungi,” ujarnya.
Hewan itu dilindungi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar dan Leraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No P.106 Tahun 2018. Kemudian untuk pelanggaran yang dilakukan ada di UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 21 dan Pasal 41.
Menurutnya, kelima satwa dilindungi tersebut saat sekarang dititipkan Polresta Banyumas kepada BKSDA Jateng. “Untuk dua jenis burung, kami akan dikarantina di sekitar kantor kami di Cilacap. Sedangkan untuk tiga buaya dititipkan di tempat penangkaran buaya yang telah menjadi mitra BKSDA di Kedungbanteng, Banyumas. Di sana ada lokasi untuk perawatan dan penyelamatan,” ujarnya.
Dijelaskan oleh Wahyono, untuk jenis burung akan dilakukan pemantauan dan karantina sekitar dua pekan. Jika memang kondisi burungnya sehat dan siap dilepas, maka BKSDA bakal melaksanakan pelepasliaran. “Nantinya, BKSDA akan melepasliarkan pada kawasan hutan. Misalnya saja di hutan Pulau Nusakambangan. Karena di sana juga menjadi habitat satwa-satwa tersebut,”ujarnya.
Terkait dengan jual beli satwa dilindungi, Wahyono mengakui kalau penjualan satwa liar maupun tanaman dilindungi di media sosial semakin marak. “BKSDA tidak hanya bekerja sama dengan kepolisian, tetapi juga dengan Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK,” ujarnya.
baca juga : Mulai Penyitaan Satwa Dilindungi sampai Proses Pengadilan, Mengapa Belum Bikin Jera?
Dalam pemantauannya, di media sosial masih banyak ditemukan adanya praktik jual beli satwa-satwa dilindungi. Biasanya adalah ular, buaya dan burung. “Dan yang paling banyak adalah jenis burung. Padahal, burung-burung yang diperjualbelikan sebagian besar merupakan jenis burung yang dilindungi. Dan kalau burung itu, banyak sekali jenisnya,” jelasnya.
Dia menambahkan, para penjual banyak memanfaatkan media sosial karena mudah dan fleksibel. Mulai dari kemudahan bertransaksi, hingga pengirimannya juga gampang.
“Kami akan tingkatkan lagi koordinasi dengan pihak lain, terkait pengiriman atau jasa ekspedisi,”katanya.
BKSDA mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memelihara, tidak memiliki, merawat tumbuhan dan satwa dilindungi tanpa kepemilikan dokumen yang sah.
“Sebagaimana tertera di dalam daftarnya, ada di Permen LHK P.106 tahun 2018. Itu banyak sekali daftarnya. Sehingga masyarakat dilarang untuk memelihara atau memiliki, kecuali tumbuhan dan satwa dilindungi itu memiliki dokumen asal usul yang sah, yaitu bisa berasal dari hasil penangkaran yang resmi dan terdaftar,”tambahnya. (***)