- Sebulan lalu, warga yang menetap di sekitar lahan basah di Sumatera Selatan “berpesta ikan air tawar”. Kini tidak lagi ikan.
- Hilangnya ikan air tawar, selain ikan-ikan yang berkumpul di air yang tergenang dikuras habis, juga dikarenakan sebagian besar rawa sudah mengering.
- Menangkap ikan di rawa yang airnya mengering atau menyusut merupakan tradisi, yang disebut melebung.
- Dua pekan terakhir, hujan turun beberapa kali di sejumlah wilayah di Sumatera Selatan, termasuk di Palembang. Tapi turunnya hujan tidak menghilangkan kabut asap.
Sebulan lalu, kami panen ikan air tawar, kini ikan justrus sulit dicari.
“Tidak ada lagi warga yang mencari ikan,” kata Muhammad Amin, warga Desa Sungai Rasau, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir [OI], Sumatera Selatan, pertengahan Oktober 2023.
“Ikan yang berkumpul di rawa dan sungai yang masih digenangi air, sudah habis ditangkap warga yang melebung,” jelasnya.
Menangkap ikan di musim kemarau adalah tradisi masyarakat yang menetap di sekitar lahan basah Sungai Musi. Tradisi ini disebut “melebung”. Mereka menangkap ikan di lebung [bagian rawa terdalam] atau di sungai kecil, yang airnya menyusut.
Melebung dilakukan beramai-ramai. Dari anak-anak hingga dewasa. Baik laki-laki maupun perempuan. Alat tangkap yang digunakan mulai jala, jaring, tangkul, atau merogoh [menggunakan kedua tangan].
“Saat ini semua rawa sudah kering. Jika makan ikan ya terpaksa ikan sale [ikan asap] atau ikan asin, yang disimpan di rumah,” kata Amin.
Baca: Mencari Ikan dengan Membakar Lahan, Bukan Tradisi Masyarakat Lahan Basah di Sumatera Selatan
Kekeringan rawa dan anak sungai yang ekstrim sudah dirasakan masyarakat selama 15 tahun terakhir.
“Kekeringan itu terus bertambah setiap tahun, kecuali tiga tahun sebelumnya [2020, 2021, 2022] yang saat musim kemarau hujan masih turun. Tapi tahun-tahun sebelumnya, kekeringan sangat terasa. Sekarang ini kekeringannya luar biasa, hampir semua rawa dan anak sungai mengering,” kata Muhammad Kelvin, warga Desa Burai, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OI.
Berdasarkan pemantauan Mongabay Indonesia, hampir semua wilayah rawa gambut di Sumatera Selatan mengalami kekeringan sejak Agustus 2023 lalu. Seperti di Kabupaten OKI, Kabupaten OI, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten PALI, Kabupaten Musi Rawas, dan Kabupaten Musi Rawas Utara.
Beberapa wilayah rawa gambut yang mengalami kekeringan parah dan berujung terbakar, berada di Kecamatan Tulung Selapan, Kecamatan Air Sugihan, Kecamatan Pedamaran, Kecamatan Pedamaran, Kecamatan Pedamaran Timur, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kecamatan Pampangan, dan Kecamatan Sirah Pulau Padang [Kabupaten OKI], kemudian Kecamatan Pemulutan, Kecamatan Inderalaya, dan Kecamatan Tanjung Batu [Kabupaten OI].
Baca: Kembalikan Lebak Lebung di Lahan Basah Sungai Musi
Hujan, Palembang tetap berkabut asap
Selama dua pekan terakhir, hujan beberapa kali turun pada sejumlah wilayah lahan basah di Sumatera Selatan, seperti di Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI] dan Kabupaten OI.
“Hujan hanya menghentikan api di lahan terbakar dan menghilangkan sejenak kabut asap, tapi belum membasahi lahan rawa. Rawa masih kering, sehingga masih mungkin tetap terbakar,” ujar Juhai [43], warga Gajah Mati, Kecamatan Tulungselapan, Kabupaten OKI.
“Biasanya kalau hujan sebulan, rawa baru tergenang. Kalau mau mendapatkan ikan, ya, harus menunggu beberapa bulan, baru ikan-ikan muncul lagi,” jelasnya.
Nandang Pangaribowo, Kepala Data dan Informasi Badan Meteorlogi Klimatologi Geofisika [BMKG] Sultan Mahmud Badaruddin [SMB] II Palembang, menyatakan meskipun hujan sudah mulai turun di sejumlah wilayah di Sumatera Selatan, tapi potensi kebakaran lahan dan hutan masih cukup tinggi.
“Lahan masih banyak kering akibat hujan yang belum benar-benar terjadi menyeluruh,” katanya, seperti dikutip RRI, Jumat [27/10/2023].
Baca: Ketika Rawa dan Sungai di Sumatera Selatan Mulai Mengering
“Sawah tidak ada lagi. Beras harus beli. Sekarang beras mahal, ikan sudah sulit. Kami terpaksa makan apa bae. Yang mudah dan murah, termasuk makan mie instan,” kata Budi Masriadi, warga Desa Terusan Menang, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI].
“Kekeringan dan banjir di sini bukan hal baru buat kami. Kami sudah merasakan selama belasan tahun terakhir. Persoalannya, kami belum mampu bebas dari masalah ekonomi. Berbagai program pemerintah belum memberikan dampak yang baik. Rusaknya lebak di sini, benar-benar sangat terasa hingga sekarang,” jelasnya.
Baca juga: Ada Wiki Gambut Sumatera Selatan, Apa Tujuannya?
Sejak Selasa [24/10/2023] kabut asap kembali melanda Palembang. Kabut asap pekat sangat terasa dari dini hari hingga pagi, serta sore hari.
Kabut asap yang melanda Palembang pada Sabtu [28/10/2023] cukup pekat. Berdasarkan indeks AQI US kualitas udara Palembang sekitar pukul 06.00 WIB mencapai angka 357.
“Anak aku terpaksa tidak kusekolahkan hari ini [Sekolah Dasar]. Parah sekali kabut asapnya. Padahal baru seminggu terakhir dia masuk sekolah lagi, sebelumnya online,” kata Dede, warga Sentosa, Plaju, Palembang, Sabtu [28/10/2023].
“Sebulan lalu, akibat kabut asap, aku bukan hanya batuk-batuk juga sakit mata,” jelasnya.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB] jumlah hotspot atau titik panas di Sumatera Selatan bertambah selama Oktober 2023 ini.
Pekan kedua Oktober 2023 jumlah hotspot di Sumatera Selatan sekitar 11.161 titik, lalu meningkat menjadi 18.459 titik pada pekan ketiga Oktober 2023.
Kabut asap masih dirasakan pada Selasa [31/10/2023] dini hari hingga pagi.
Ferdian Kristanto, Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim, Kebakaran Hutan, Lahan [PPIKHL] Wilayah Sumatera, Senin [30/10/2023], dikutip dari detik.com, menyatakan kabut asap yang melanda Palembang dan sekitarnya dikarenakan terus berlangsungnya kebakaran lahan dan hutan di Kabupaten OKI.
Dijelaskan Ferdian, beberapa wilayah yang terbakar di Kabupaten OKI, misalnya Desa Jungkal, Cinta Jaya [Pedamaran], Riding [wilayah Suaka Margasatwa Padang Sugihan], dan Pulu Beruang,Cengal.
Para petugas pemadam api di lapangan, kata Ferdian, menghadapi kendala berupa kesulitan mendapatkan air, terutama di Desa Jungkal.