- Pada 1922, Marshal Hertig (1893-1978) dari Minneapolis dan Simeon Burt Wolbach (1880-1954) dari Boston menemukan organisme bakteri yang kemudian diberi nama wolbachia.
- Bagi serangga, wolbachia adalah pandemi. Bakteri ini menginfeksi hingga 76 persen serangga di seluruh dunia. Selain itu, wolbachia juga ditemukan dalam jumlah besar di arthropoda selain invertebrata.
- Wolbachia hidup dengan cara menginfeksi sel pada jaringan reproduksi. Jantan yang terinfeksi wolbachia dan kawin dengan betina yang tidak terinfeksi maka akan menghasilkan telur kopong alias tidak bisa berkembang.
- Kemampuan inilah yang kemudian dimanfaatkan manusia untuk mengurangi penyakit yang disebarkan oleh nyamuk. Misalnya yang disebarkan oleh nyamuk Aedes yaitu penyakit dengue (demam berdarah), chikungunya, zika, dan yellow fever.
Sekitar seratus tahun lalu (1922), Marshal Hertig (1893-1978) dari Minneapolis dan Simeon Burt Wolbach (1880-1954) dari Boston menemukan organisme yang kala itu disebut mirip bakteri Rickettsia. Rickettsia adalah bakteri yang ditemukan pada serangga penghisap darah maupun bukan, dan umumnya tersebar dalam kelompok arthropoda. Kedua orang ini kemudian menuliskan hasil penelitiannya pada 1924.
Penerima pulitzer untuk liputan covid, Ed Yong yang menulis untuk The Atlantic, menggambarkan pastilah kedua orang itu tidak menyangka telah menemukan salah satu bakteri yang paling sukses menyebar di planet ini. Namun selain itu, bakteri tersebut kini berpotensi menyelamatkan jutaan nyawa manusia dari penyakit yang disebarkan oleh nyamuk.
“Pada musim panas tahun 1922, ketika Simeon Burt Wolbach dan Marshall Hertig menusukkan pisau bedah mereka ke 13 nyamuk yang ada di rumah,” tulis Yong.
Oleh Hertig, bakteri yang mereka temukan itu 14 tahun kemudian diberi nama Wolbachia, sebagai penghormatan untuk rekan sekaligus mentornya. Kini para ilmuwan menyadari bahwa bakteri bernama Wolbachia itu ternyata ada di mana-mana, licik, dan kuat.
“Hertig sendiri adalah seorang entomologis dari University of Minnesota yang tertarik pada patogen dan mikroorganisme yang berasal atau disebarkan arthropoda. Sementara Wolbach adalah patologis dari Harvard yang lebih dulu punya reputasi berkat kajiannya mengenai tipus dan Rocky Mountain spotted fever,” tulis Wieslaw J Kozek, penulis pertama dari salah satu bab dalam buku Wolbachia: A Bug’s Life in Another Bug.
baca : Nyamuk Wolbachia, Harapan Baru Atasi Demam Berdarah
Menyadari bahwa Wolbach punya pengalaman di bidang kajian infeksi bakteri arthropoda, Hertig pun pergi ke Harvard untuk berkolaborasi meneliti organisme mirip rikettsia yang ada di serangga. Mereka membedah organ reproduksi nyamuk yang biasa ditemukan di rumah dengan nama ilmiah Culex pipiens. Hertig memberi nama lengkap organisme itu Wolbacia pipientis. Saat ini Wolbacia pipientis menjadi satu-satunya spesies yang dikenal dari genus Wolbachia, keluarga Anaplasmataceae, ordo Rickettsiales, dan kelas alpha-proteobacteria.
Bagi serangga, wolbachia adalah pandemi. Bakteri ini menginfeksi hingga 76 persen serangga di seluruh dunia. Selain itu, wolbachia juga ditemukan dalam jumlah besar di arthropoda selain invertebrata. Kemajuan teknologi membuka cakrawala baru. Dengan mikroskop elektron, wolbachia terbukti juga berdiam di nematoda.
Wolbachia hidup dengan cara menginfeksi sel pada jaringan reproduksi. Bakteri ini umumnya ditularkan langsung dari induk ke keturunannya. Induk nyamuk yang terinfeksi wolbachia akan menurunkan telur yang terinfeksi juga.
Setelah menginfeksi, dengan licik bakteri akan memanipulasi inang sehingga mengalami beberapa perubahan. Pertama, ketidakcocokan sitoplasma. Jantan yang terinfeksi wolbachia dan kawin dengan betina yang tidak terinfeksi maka akan menghasilkan telur kopong alias tidak bisa berkembang. Kedua, feminisasi. Yaitu, embrio genetik jantan berubah menjadi betina, sementara embrio genetik betina berkembang secara normal. Ketiga, pembunuhan jantan. Yaitu, embrio jantan tidak berkembang, sedangkan embrio betina berkembang normal. Keempat, partenogenesis. Yaitu, telur yang tidak dibuahi akan berkembang menjadi individu betina. Betina yang terinfeksi wolbachia tetap bisa bertelur tanpa kawin.
baca juga : Angka DBD Tinggi, Begini Cara Baru Bali Tangani Penyebarannya
Dengan cara yang unik, wolbachia terlihat melindungi inang betina dibanding jantan. Termasuk melindungi inang dari infeksi bakteri atau virus lain. Kemampuan inilah yang kemudian dimanfaatkan manusia untuk mengurangi penyakit yang disebarkan oleh nyamuk. Misalnya yang disebarkan oleh nyamuk Aedes yaitu penyakit dengue (demam berdarah), chikungunya, zika, dan yellow fever.
Selama ini wolbachia dikenal telah menginfeksi beberapa nyamuk. Misalnya, Culex pipiens, Culex cautella, Culex tarsalis, Aedes albopictus, dan Anopheles gambiae. Uniknya, wolbachia belum menginfeksi Aedes aegypti penyebab beberapa penyakit yang bisa menyebabkan kematian itu.
Hingga akhirnya pada 1990, Scott O’Neill, ilmuwan Australia datang ke University of Illinois untuk suatu posisi postdoktoral. Dalam sebuah percobaan, O’neill dan timnya berhasil memasukkan bakteri wolbachia yang diambil dari lalat buah ke tubuh lalat jenis lain. Keberhasilan itu membuktikan bahwa bakteri ini bisa dipindahkan dari spesies serangga yang satu ke yang lain.
Namun baru belasan tahun kemudian Wolbachia bisa dipindah ke nyamuk pembawa penyakit dengue oleh Connor McMeniman. Dengan menggunakan jarum sebesar rambut dia memasukkan Wolbachia ke embrio nyamuk Aedes aegypti. Pada 2008, telur nyamuk yang berwolbachia pun menetas. Mereka mengetahui umur nyamuk yang terinfeksi itu cuma berumur sekitar separuhnya, dari 61 hari menjadi 27 hari. Aspek ini kemudian dimanfaatkan untuk mengurangi penyebaran nyamuk dengue.
Di sisi lain, secara paralel mereka meneliti sejenis lalat buah (Drosophila) yang terinfeksi virus yang menyebabkan mati lebih cepat. Ternyata setelah mengandung Wolbachia lalat ini bisa tetap hidup. Dengan demikian satu aspek lagi diketahui bahwa Wolbachia di dalam inang ampuh menghalangi perkembangan virus yang merugikan.
baca juga : Ketika Perubahan Iklim Picu Penyakit Demam Berdarah
Temuan itu datang saat bantuan pendanaan dari yayasan yang dimiliki Bill Gates hampir habis. O’Niel pun sangat bersyukur dengan temuan itu dan menggambarkannya sebagai eureka moment.
“Saya seperti melakukan sebuah home run,” kata O’Neill. “Sungguh di luar perkiraan.”
Pada 2011, nyamuk berwolbachia pun dilepas pertama kali ke alam. Kali ini di wilayah permukiman padat di Cairns, Queensland, Australia. Mengutip sebuah laporan, pada 2013 kata O’Neill semua wilayah Australia yang dijadikan lokasi penyebaran hampir seluruh nyamuknya telah terinfeksi wolbachia.
Selanjutnya menyusul pelepasan nyamuk di beberapa negara seperti Vietnam, Brasil, Columbia, Fiji, Vanuatu, Meksiko, Kiribati, Kaledonia Baru, Sri Lanka. Di Indonesia nyamuk wolbachia dilepas pertama kali pada 2014 di 4 pedukuhan di Sleman dan Bantul. Menyusul secara luas di kota Yogyakarta pada 2016. Pada periode 2016 hingga 2017, dilaporkan di kota Yogyakarta angka kasus dengue mencapai 1700 kali. Namun pada 2023 sampai akhir November hanya terjadi 67 kasus.***