- Kasus rabies masih menjadi persoalan utama di Nusa Tenggara Timur.
- Jumlah korban meninggal akibat rabies di Kabupaten Timor Tengah Selatan [TTS], NTT, sejauh ini mencapai 15 orang.
- Fokus penanganan rabies di NTT adalah pemberian vaksinasi kepada penyebab wabah yang berasal dari hewan peliharaan, khususnya anjing.
- Hewan utama penular rabies ke manusia adalah anjing, kelelawar, kucing, dan monyet. Virus rabies dapat menular melalui air liur, gigitan, atau cakaran hewan yang tertular rabies.
NK [11], anak perempuan asal Desa Oeleu, Kecamatan Toianas, Kabupaten Timor Tengah Selatan [TTS], NTT, meninggal akibat virus rabies, Kamis [1/2/2024]. Jumlah korban meninggal akibat rabies di TTS, sejauh ini mencapai 15 orang.
Juru bicara Satgas Penanganan Virus Rabies Kabupaten TTS, Octas B. Tallo, dikutip dari Tribun Flores, meminta warga mengandangkan hewan penular rabies [HPR] seperti anjing, kucing, atau monyet.
Sebanyak 3.191 korban menjalani rawat jalan dan pemerintah tengah gencar melakukan vaksinasi untuk HPR.
“Dari 3.206 korban gigitan anjing, 15 korban menunjukan gejala khas rabies. Sebanyak 761 korban tidak menunjukan gejala dan 2.431 korban lainnya belum ada gejala. Korban gigitan tersebar di 32 kecamatan dan 262 desa.”
Sisa stok vaksin VAR sebanyak 1.264 vial dan SAR 43 vial. Sementara vaksin rabies bagi HPR, sekitar 19.006 dosis.
Sejauh ini, sebanyak 3.354 orang telah divaksin. Rinciannya, tenaga kesehatan 106 orang, tenaga kesehatan hewan 61 orang, dan korban HPR 3.187 orang.
“Jumlah anjing yang telah divaksin 37.465 ekor, kucing [3.409 ekor], dan kera 20 ekor,” paparnya, awal Februari 2024.
Baca: Rabies Mengancam NTT, Bagaimana Penanganannya?
Sementara di Kabupaten Sikka, seorang warga Kecamatan Nelle berusia 58 tahun, meninggal juga akibat rabies, Sabtu [10/2/2024].
Sekretaris Komite Rabies Flores dan Lembata [KRFL], Asep Purnama, mengatakan korban digigit di jari tangannya, Juni 2023, saat berupaya melindungi anak ayam yang hendak dimakan anjing.
“Pasien sempat diberi Vaksin Anti Rabies [VAR] di Puskesmas Waigete, tapi tidak lengkap karena sekali saja. Empat hari sebelum meninggal, muncul gejala khas rabies seperti takut air dan takut angin,” sebutnya, pertengahan Februari 2024.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, Yohanes Emil Satriawan, mengatakan, populasi hewan penular rabies [HPR] tahun 2023 hingga awal Januari 2024, sebanyak 26.502 ekor.
HPR yang sudah divaksinasi berjumlah 22.116 ekor, atau cakupan vaksinasi 83,45%.
“Stok vaksin HPR di Laboratorium Veteriner kami sebanyak 479 vial [4.790 dosis],” ujarnya.
Baca juga: Antisipasi Sebaran Penyakit Rabies, Ratusan Kucing Divaksin
Pemberian vaksin
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB] Letjen TNI Suharyanto dalam rilisnya, 1 Februari 2024 menyebutkan, pihaknya telah diberi mandat untuk mendukung penanganan wabah rabies di Provinsi NTT. Fokus penanganan adalah pemberian vaksinasi kepada penyebab wabah yang berasal dari hewan peliharaan, khususnya anjing.
“Pemberian vaksin akan dilakukan tiga bulan ke depan. Jika belum selesai, diperpanjang tiga bulan lagi.”
Selama 2023, Kabupaten TTS melakukan vaksinasi rabies ke-1 pada anjing sebanyak 39.744 dosis dan 72 dosis vaksin booster. Pada 2024, telah diberikan 848 dosis vaksin ke-1 dan 10 dosis vaksin booster hingga 31 Januari 2024. Vaksin yang dipakai adalah Nobivac, Neo Rabivet, dan Rabisin.
“Hingga kini, populasi anjing di TTS mencapai 70 ribu ekor. Sejak Mei 2023, sudah 14 orang meninggal akibat rabies dan ini masuk kategori kejadian luar biasa [KLB],” ungkapnya.
Penanganan rabies
Asep Purnama melanjutkan, penanganan rabies belum dilakukan secara masif akibat terbatasnya dana di pemerintah daerah untuk membeli VAR.
“Dana desa bisa dialoksikan untuk kebutuhan ini.”
Hal tersebut telah dilaksanakan di Kabupaten Manggarai Barat, melalui Instruksi Bupati Nomor DPKH/01.1555/XI/2023 tentang Pemanfaatan Dana Desa untuk Penanganan Rabies
Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi dalam instruksinya mengatakan, prevelensi kasus gigitan HPR di wilayahnya dari Januari-Oktober 2023 sebesar 2,95%. Jumlah gigitan HPR 667 kasus, sebanyak 8 kasus positif rabies dengan populasi HPR sebanyak 22.574 ekor.
Penanganan hanya dapat dilakukan bila 70% dari populasi HPR tervaksin, untuk menciptakan kekebalan populasi. Untuk itu, kepala desa diminta mengalokasikan penanganan rabies di wilayahnya dalam APBDes tahun anggaran 2024. Dana tersebut dipergunakan untuk belanja vaksin, disposable syringe 3 ml, kalung, operasional vaksinasi, dan cool box.
“Perlu kemauan dan keseriusan untuk mengatasi rabies ini,” ujar Asep.