- Banjir dan longsor yang melanda Sumatera Barat pada 7-8 maret 2024 lalu dengan lokasi terparah Kabupaten Pesisir Selatan diduga disebabkan oleh aktifitas ilegal logging yang terjadi di hulu sungai, karena banyaknya kayu-kayu bekas tebangan di lokasi banjir
- Menteri PUPR mengatakan banjir bandang di Pesisir Selatan akibat pembalakan liar dan hujan ekstrem.
- Direktur WALHI Sumbar, Wengki Purwanto mengatakan banjir bandang yang terjadi di Sumatera Barat merupakan akumulasi dari krisis ekologis yang terjadi dalam jangka waktu lama.
- WALHI Sumbar mengatakan penanganan pasca banjir dan longsor jangan hanya terfokus pada perbaikan fisik (infrastruktur), tetapi juga mencari akar permasalahan guna upaya pencegahan dimasa mendatang.
Banjir dan longsor yang melanda Sumatera Barat pada 7-8 Maret 2024 lalu dengan lokasi terparah kabupaten Pesisir Selatan diduga disebabkan oleh aktifitas ilegal logging yang terjadi di hulu sungai. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kayu-kayu bekas tebangan di lokasi banjir. Terbanyak ditemukan di Nagari Ganting Mudik Utara Surantih, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar Rudy Rinaldy mengatakan pihaknya menemukan kayu-kayu berukuran besar berserakan di sepanjang aliran sungai Batang Surantih dan juga turut masuk ke pemukiman penduduk yang merusak bangunan rumah dan rumah ibadah. “Saya sudah menduga, banjir bandang yang terjadi disini akibat pembalakan liar,” katanya ketika dihubungi Mongabay, Rabu (13/3/2024).
Rudy menyebut berdasarkan informasi yang diterima dari warga setempat, belum pernah terjadi bencana banjir sebesar ini. BPBD mencatat terdapat sekitar 80 unit rumah yang rusak ringan hingga roboh akibat banjir bandang yang menerjang Nagari Ganting Mudik Utara Surantih, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan.
Dari keterangan warga Batu Bala, jalur untuk evakuasi ditutup kayu-kayu berukuran besar dan berserakan di sepanjang kawasan banjir.
Saat mengunjungi lokasi banjir terparah di kabupaten Pesisir Selatan, Senin (11/3/2024), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono juga mengatakan penyebab banjir bandang karena pembalakan liar dan hujan ekstrem.
“Kondisi geografis juga sangat berpengaruh, tebing kemudian jalan dan langsung ke sungai, luncuran airnya cepat. Tapi sebetulnya hutan di Sumatera Barat ini lebih baik dari daerah lain. Dulu saya meninjau sebelum banjir, airnya bening, pasti catchment areanya baik. Tapi saya curiga galodo atau banjir bandang ini ada dua kemungkinan, ada ilegal logging di atas atau karena ada curah hujan yang ekstrem,” ungkapnya.
Baca : Hutan Jambi Terus Berkurang, Banjir Bandang Datang
Sementara itu Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah mengatakan Pesisir Selatan (Pessel) merupakan daerah yang terdampak paling parah banjir bandang. Tercatat 74 ribu jiwa sempat mengungsi akibat hujan ekstrem pada Kamis (07/03/2024) lalu. Untuk itu status Tanggap Darurat di Pessel diperpanjang selama dua minggu ke depan sampai dengan 4 April 2024.
Tidak hanya permukiman warga yang terdampak. Akses jalan nasional juga sempat terputus karena jalan terban dan jembatan rusak.
“Kami berterimakasih Kementerian PUPR dan jajaran balai di daerah merespon ini dengan cepat. Hari ini seluruh akses sudah bisa dilalui meskipun perbaikannya masih bersifat darurat. Beberapa pekan ke depan Pak Menteri menjanjikan bisa selesai dengan kondisi yang lebih baik,” kata Mahyeldi kepada media, Senin (11/3/2024).
Kementerian PUPR akan membantu perbaikan prasarana umum yang rusak akibat bencana tersebut. “Saya bertanggungjawab untuk prasarana umum yang terdampak. Kalau ada jalan, jembatan, kantor, sekolah, dan fasilitas umum rusak, itu tanggungjawab Kementerian PUPR,” kata Basuki.
Perbaikan permukiman warga yang rusak, menurut Basuki, menunggu laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait kategori kerusakannya.
“Perbaikannya bisa dibantu stimulan untuk yang rusak ringan dan sedang. Kalau yang berat bisa dibangunkan kembali. Tentu untuk itu, kita perlu menunggu pendataan dari BNPB,” ujarnya.
Material banjir bandang yang menutupi akses jalan ditargetkan rampung dalam sepekan. Penguatan tebing-tebing di sungai juga akan dilakukan.
Berdasarkan data BPBD Kabupaten Pesisir Selatan, 23 orang meninggal dunia, 6 orang hilang, dan 74 ribu masyarakat sempat mengungsi akibat banjir bandang dan longsor.
Sebanyak 866 rumah rusak berat, 139 unit rusak sedang, dan 579 unit rusak ringan. 16 unit jembatan dan 355 meter jalan juga mengalami kerusakan. Total kerugian di Pesisir Selatan diperkirakan mencapai Rp212 miliar.
Baca juga : Banjir Bandang Ulu Rawas, Merendam Ribuan Rumah
Direktur WALHI Sumbar, Wengki Purwanto penanganan pasca banjir dan longsor jangan hanya terfokus pada perbaikan infrastruktur, tetapi lebih penting mencari akar permasalahan guna upaya pencegahan.
“Bencana ini mengindikasikan adanya aktifitas ilegal, kemudian rencana tata ruang wilayah (RTRW) mesti dibenahi lagi, kemudian aktifitas legal, seperti izin-izin perkebunan dan pertambangan,” ungkap Wengki saat dihubungi Mongabay, Senin (18/3/2024).
Untuk mengetahui dampak dari aktifitas legal ini, katanya, perlu dilakukan audit lingkungan. “Melalui audit lingkungan kita bisa menemukan faktor pemicu lainnya, karena dari indikasi-indikasi di lapangan ditemukan aktifitas legal, artinya izin usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah juga berpotensi memicu atau meningkatkan kerentanan bencana,” ungkapnya.
Ia mencontohkan di sektor perkebunan kelapa sawit, undang-undang telah mengatur untuk tidak menanam sawit di sempadan sungai minimal 100 meter kiri dan kanan. Tetapi dia menemukan fakta di lapangan, hanya sungai saja yang tidak ditanami sawit oleh perusahaan.
Penyebab Banjir
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozawardi mengatakan Topografi Daerah Aliran Sungai (DAS) Surantiah, Langgai, lokasi terparah terdampak banjir, curam dan sangat curam, ditambah jenis tanah di daerah itu rapuh sehingga mudah longsor.
“Setelah kita amati tutupan hutan yang ada disana cenderung baik, tetapi ada beberapa bukaan-bukaan lahan. Tanah kosong dulu berhutan, lalu ditebang dan dijadikan peladangan untuk tanaman gambir. Bekas-bekas penebangan yang dilakukan untuk membuka lahan biasanya tebang habis dan itu tidak dipakai oleh masyarakat, ini yang diprediksi hanyut sampai ke ke kampung,” jelas Yozawardi saat dihubungi Mongabay, Senin (18/3/2024).
Terkait ditemukannya kayu-kayu berserakan di Nagari Ganting Mudik Utara Surantih, menurut Yozawardi memang benar adanya tetapi bukan kayu hasil olahan. Kayu-kayu tersebut tidak berbentuk sortiran atau balok, sehingga menandakan kayu sisa peladangan. Kayu-kayu tersebut terdorong ke bawah akibat curah hujan yang sangat tinggi, yakni 405 m3, sedangkan kapasitas aliran DAS hanya 117 m3. “Faktor lain, terjadi pendakalan sungai dan penyempitan sungai, ada juga sampah,” ulasnya.
Baca juga : Kala Banjir Bandang Terjang Humbang Hasundutan, Penyebabnya?
Sedangkan Wengki Purwanto mengatakan banjir bandang yang terjadi di Sumatera Barat merupakan akumulasi dari krisis ekologis yang terjadi dalam jangka waktu lama.
“Kualitas lingkungan hidup yang terus-menerus turun dari tahun ketahun sehingga menjadikan Pesisir Selatan salah satu dari kabupaten di Sumatera Barat paling parah terdampak bencana,” ungkapnya.
WALHI menilai pemerintah tidak bisa melihat bencana ini dari apa yang terjadi pada 2024 saja, tetapi harus melihat sampai 20 tahun ke belakang.
“Kita lihat sebenarnya bahwa sungai-sungai yang melewati kecamatan di Pesisir Selatan itu berhulu di Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS), hulu sungai mayoritas berada di TNKS. Kemungkinan terjadi degradasi atau deforestasi di TNKS yang berlangsung sudah sejak lama, terindikasi dari ilegal logging maupun alih fungsi lahan,” katanya.
Jika melihat rekam jejak bencana yang terjadi, lanjutnya, sangat jelas bahwa dampak kerusakan hutan semakin besar dan daerah yang terdampak juga semakin luas. Hal tersebut ditandai dengan adanya potongan-potongan kayu yang terbawa banjir sampai ke perkampungan.
“Jadi menurut kami salah satu pemicu bencana banjir di Sumatera Barat adalah aktifitas ilegal logging. Di daerah lain ada juga tambang ilegal, di dalam kawasan hutan. Jalur sungai juga diotak-atik sampai rusak sehingga ketika hujan dengan intensitas tinggi maka akan menghanyutkan material-material yang sudah menumpuk akibat aktifitas tambang secara ilegal.” pungkasnya. (***)