- Banjir bandang menerjang Desa Tangkil, Pengkolan Dua dan Bunbun Duri di Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi, 27 Januari lalu. Air bercampur batu dan lumpur turun dari puncak Gunung Kerinci, menghantam rumah-rumah warga. Jalan yang menghubungkan Kabupaten Kerinci dengan Solok, Sumatera Barat ikut lumpuh. Gajah pun mati diduga jadi korban banjir. Ada beberapa faktor yang dinilai memicu bencana di Jambi ini seperti hutan terus terbabat hingga lahan bertutupan makin menipis.
- KKI Warsi, menyebut, banjir di Kerinci karena ada perubahan bentang alam. Pembangunan padat dan pembukaan lahan masif ikut memperburuk banjir.Analisis KKI Warsi, sepanjang 2023 terjadi pembukaan hutan dan lahan sampai 160.105 hektar. Bukaan lahan terbesar berada di area penggunaan lain (APL) seluas 51.904 hektar, disusul areal restorasi 41.116 hektar dan hutan tanaman industri seluas 16.255 hektar. Pembukaan hutan juga terpantau di taman nasional seluas 13.097 hektar, serta hutan lindung 1.725 hektar.
- Satu gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) ditemukan mati di Desa Telantam, di pinggir Sungai Batang Tabir, Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten Merangin, Januari lalu. Kasus gajah mati terseret banjir baru kali ini terjadi. Gajah usia tiga tahun itu diduga hanyut dari wilayah Air Liki, Kecamatan Tabir Barat, Merangin, sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat.
- Buntut banjir bandang, puluhan hektar sawah di Desa Keluru gagal panen karena terendam padahal seharusnya bukan ini warga panen raya. Setidaknya, ada 20 hektar sawah gagal panen. Pemerintah Kabupaten Kerinci mendata, 642 hektar sawah dan 14 hektar lahan holtikultura rusak akibat banjir.
Banjir bandang menerjang Desa Tangkil, Pengkolan Dua dan Bunbun Duri di Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi, 27 Januari lalu. Air bercampur batu dan lumpur turun dari puncak Gunung Kerinci, menghantam rumah-rumah warga. Jalan yang menghubungkan Kabupaten Kerinci dengan Solok, Sumatera Barat ikut lumpuh terkena banjir bandang. Tak hanya rumah-rumah dan fasilitas umum terdampak banjir bandang, gajah pun mati diduga jadi korban. Banjir bandang terjadi lagi awal Februari ini. Ada beberapa faktor yang dinilai memicu bencana seperti banjir bandang di Jambi ini, antara lain hutan terus terbabat hingga lahan bertutupan makin menipis.
Sebelumnya, hujan hujan deras turun diduga memicu banjir bandang. Nia Kurnia Ningsih, Kepala Stasiun Meteorologi Depati Parbo-Kerinci, mengatakan, curah hujan di Kerinci akhir 2023 hingga awal 2024 tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
Umumnya, curah hujan di Kerinci berkisar 200-300 mm setiap bulan. Pada November 2023, curah hujan naik jadi 348 mm, bahkan Desember, sampai 399 mm. Curah hujan tinggi menyebabkan debit air sungai dan danau di Kerinci meluap hingga menyebabkan banjir.
Lebih dari tiga pekan, ribuan rumah di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh terendam. Banjir di Kerinci disebut terparah sejak 23 tahun terakhir.
Di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci, persis di pinggiran Danau Kerinci, ketinggian banjir lebih 1.5 meter. Terakhir kali banjir besar di Keluru pada 2000, tak sampai seminggu air surut.
Jambi memiliki dua puncak musim penghujan antara Desember-Januari dan Maret-April. Nabila, Koordinator bidang Data dan Informasi BMKG Sultan Thaha Jambi menjelaskan, tingginya intensitas hujan di Jambi banyak dipengaruhi faktor lokal. Sementara El-Nino yang kini bergerak menuju netral hingga Juni 2024, tak banyak memberikan pengaruh pada cuaca di Jambi.
Namun, katanya, terjadi pergeseran musim penghujan di Jambi. “Musim hujan di Jambi sekarang ini mundur dari semestinya. Harusnya Desember sudah mulai hujan, tapi baru turun Januari,” katanya.
Menurut dia, cuaca saat ini ikut dipengaruhi dampak perubahan iklim. “Ini sesuatu yang kompleks, banyak pengaruhnya.”
Pemerintah Kerinci mencatat, ada 91 desa di 14 kecamatan terdampak banjir bandang, 36 titik longsor dan empat jembatan putus. Banjir juga merendam lima fasilitas kesehatan dan 49 sekolah.
Baca juga: Kala Banjir Bandang Terjang Humbang Hasundutan, Penyebabnya?
Gajah korban banjir
Satu gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) ditemukan mati di Desa Telantam, di pinggir Sungai Batang Tabir, Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten Merangin, Januari lalu.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi belum bisa memastikan penyebab kematian gajah jantan ini. “Kita mau nikropsi tidak bisa, karena kondisi sudah membusuk,” kata Jeprianto Koordinator Polhut Unit Kerja KSDA Jambi.
“Dugaan kita gajah itu mati hanyut kebawa banjir, tidak bisa melawan arus sungai yang deras. Waktu ditemukan posisi telungkup, mungkin mau naik ke darat tapi sudah kehabisan tenaga.”
Jepri memastikan, kasus gajah mati terseret banjir baru kali ini terjadi. Gajah usia tiga tahun itu diduga hanyut dari wilayah Air Liki, Kecamatan Tabir Barat, Merangin, sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat. Jepri bilang, di sana ada populasi gajah, tetapi jumlah belum bisa dipastikan.
Tutupan hutan berkurang
KKI Warsi, lembaga non profit yang fokus isu lingkungan di Jambi menyebut, banjir di Kerinci karena ada perubahan bentang alam. Pembangunan padat dan pembukaan lahan masif ikut memperburuk banjir.
Sukmareni, Koordinator Devisi Komunikasi KKI Warsi mengatakan, banyak wilayah perbukitan dan pegunungan di Kerinci tersingkap. Sementara wilayah resapan air jauh berkurang hingga tidak sanggup menampung tingginya intensitas hujan.
Analisis KKI Warsi menggunakan citra satelit sentinel 2 dipadu Google Earth, Citra Spot 6, SAS Planet menunjukkan, sepanjang 2023 terjadi pembukaan hutan dan lahan sampai 160.105 hektar. Bukaan lahan terbesar berada di area penggunaan lain (APL) seluas 51.904 hektar, disusul areal restorasi 41.116 hektar dan hutan tanaman industri seluas 16.255 hektar. Pembukaan hutan juga terpantau di taman nasional seluas 13.097 hektar, serta hutan lindung 1.725 hektar.
Baca juga: Aceh Tenggara Mulai jadi Langganan Banjir
Sedangkan data tim GIS KKI Warsi menunjukkan, Jambi kehilangan tutupan hutan lebih 2,5 juta hektar atau setara 73% dari luas kawasan hutan kurun waktu 50 tahun terakhir. Pada 1973, tutupan hutan Jambi masih 3,4 juta hektar, pada 2023 tinggal 922.891 hektar.
“Tutupan hutan menipis dipadukan dengan perubahan iklim yang mendatangkan hujan besar menjadikan terjangan banjir dan longsor di sejumlah wilayah,” kata Adi Junedi Direktur KKI Warsi.
Sebagian besar wilayah Kerinci masuk dalam Taman Nasional Kerinci Seblat, secara kontur lebih banyak wilayah perlindungan dnegan topografi perbukitan dan pegunungan. Sementara wilayah yang ditinggali masyarakat berada di dataran rendah.
“Kalau kita lihat rumah masyarakat di Kerinci, Kota Sungai Penuh it ukan berada di cekungan dikelilingi perbukitan. Jadi air yang tidak tertampung melimpah ke pemukiman,” kata Sukmareni.
Sedimentasi Sungai Batang Merao di hulu Kerinci, karena penambangan pasir liar lebih dari 10 tahun terakhir, membuat banjir di Kerinci makin parah.
“Kalau kita lihat banjir di Siulak, karena Sungai Batang Merao terjadi pendangkalan karena banyak material masuk ke sungai. Makin lama makin ke hillir. Sekarang Batang Merao itu makin mudah meluap.”
Danau Kerinci, katanya, seluas 4.200 hektar dan kedalaman 110 meter, mampu menampung debit air, selama hutan di perbukitan dan pegunungan Kerinci terjaga.
Gagal panen
Buntut banjir bandang, puluhan hektar sawah di Desa Keluru gagal panen karena terendam padahal seharusnya bukan ini warga panen raya. “Waktunya panen, air naik. Jadi, nggak sempat mau panen. Kalau dipanen habis banjir, hasil gak bagus lagi,” kata Dedi, Kepala Desa Keluru.
Setidaknya, ada 20 hektar sawah gagal panen. “Kalau gagal panen jadi banyak pikiran, beras mahal, semua harus beli.”
Pemerintah Kabupaten Kerinci mendata, 642 hektar sawah dan 14 hektar lahan holtikultura rusak akibat banjir.
Banjir juga membuat harga kopi, sayur dan jeruk di Desa Keluru ikut anjlok. Para petani terpaksa keluar modal cukup besar untuk mengangkut hasil panen dari kebun.
“Harga ojek naik, kalau siang Rp15.000 per karung, malam jadi Rp25.000. Kalau nggak banjir, nggak pakai ongkos karena mobil bisa langsung masuk ladang,” katanya.
Tak hanya sawah, banjir juga menghancurkan lubuk larangan di Sungai Muara Sidik. Empat bulan lagi, katanya, warga semestinya panen ikan semah, nilam, gurame, nila, nila merah, bawal dan patin.
“Habis lebaran Idul Fitri ini harusnya panen raya. Sudah lebih setahun belum panen. Sekarang ikan habis kebawa banjir,” katanya seraya bilang, kerugian ditaksir Rp150-Rp200 juta.
Banjir di hilir
Hulu banjir bandang, kabupaten di hilir seperti Muaro Jambi pun banjir karena sungai meluap. Saparudin, warga Desa Muaro Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi, was-was karena banjir sudah setinggi 1,5 meter., Rumahnya tinggi tetapi air hampir masuk rumah.
“Kalau banjir macam ini ekonomi susah. Nak kerjo buat pupuk tidak biso. Banyak kebun terendam banjir.”
Saparudin mengingat terakhir kali banjir besar pada 2013. “Dulu 2003, terus 2013, samo tahun ini yang besar.”
Data BPBD Muaro Jambi, ada 2.097 rumah di 74 desa dari enam kecamatan terdampak banjir.
Selama banjir, warga kesulitan mendapatkan air bersih karena sumur tenggelam. “Air sumur samo banjir sudah nyatu, dak biso lagi diminum. Paling untuk nyuci, mandi itu masih biso,” kata Saparudin.
*******
Kala Banjir Bandang Terjang Humbang Hasundutan, Penyebabnya?