,

BKSDA Gandeng Mahasiswa Pecinta Alam Menjaga Kawasan Konservasi

Meskipun sudah lama menjadi daerah otonom dengan menjadi provinsi sendiri, namun Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Gorontalo hingga saat ini masih berada di bawah kendali BKSDA Sulawesi Utara (Sulut).

Kondisi ini dianggap sebagai salah satu kendala dalam menjaga kawasan konservasi di provinsi Gorontalo. Sebab hal ini pula berbanding lurus dengan kurangnya personil yang ada pada  BKSDA Seksi konservasi wilayah II Sulut atau yang sering disebut BKSDA Gorontalo.

Namun tak ingin berlarut dengan permasalahan yang ada, BKSDA Gorontalo mengantisipasi kekurangan personil itu dengan menggandeng Kelompok Pecinta Alam (KPA) dan juga Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) yang ada di seluruh Gorontalo.

“Kami telah membuat Bina Cinta Alam kepada kelompok dan mahasiswa pecinta alam di seluruh Gorontalo. Tujuannya agar lebih memperkuat kepedulian para mahasiswa dan kelompok pecinta alam ini terhadap kawasan konservasi,” kata Syamsudin Hadju, Kepala Seksi BKSDA Wilayah II Sulawesi Utara di Gorontalo, Selasa, (7/1/2014).

Memang diakuinya, selama ini banyak komunitas dan juga mahasiswa pecinta alam yang tidak begitu tahu mengenai kawasan konservasi di Gorontalo. Bahkan mahasiswa pecinta alam saat ini lebih banyak terjebak pada gaya hidup dengan berbagai macam atributnya, dan lebih disibukan dengan rutinitas mendaki gunung tanpa ada rasa kepedulian terhadap wilayah konservasi dan juga penyelamatan satwa.

Dengan adanya kegiatan Bina Cinta Alam tersebut, BKSDA berharap dapat menjadikan mereka (pecinta alam) sebagai mitra strategis untuk melakukan kerjasama, seperti halnya dalam pengawasan hutan konservasi di Gorontalo. Ke depannya nanti, akan ada wadah bagi seluruh pecinta alam di Gorontalo yang khusus melakukan kontrol di kawasan konservasi dan penyelamatan satwa liar di Gorontalo. Para pecinta alam ini akan terus didorong untuk melakukan kegiatan.

“Selain itu, dengan melibatkan para pecinta alam ini, kami juga ingin menunjukan bahwa ada sebuah lembaga bernama BKSDA di Gorontalo. Sebab selama ini banyak yang tidak mengenal BKSDA dan ada juga yang beranggapan bahwa BKSDA tak memiliki kantor di Gorontalo,” ungkap Syamsudin.

Syamsudin sebelumnya menjabat sebagai kepala seksi BKSDA wilayah I yang meliputi cagar alam Tangkoko, cagar alam Dua Sudara, cagar alam Gunung Lokon, cagar alam Gunung Ambang, taman wisata Batu Putih, taman wisata Batu Angus, dan suaka margasatwa Manembo-nembo. Semua kawasan tersebut berada pada wilayah administrasi provinsi Sulawesi Utara.

Tugas berat kini menanti Syamsudi Hadju dan juga mitranya para pecinta alam. Karena beberapa bulan lalu, sekitar seratusan anggota Brimob Gorontalo yang bertugas di Maluku Utara, telah kembali ke Gorontalo, namun dengan membawa “souvenir” burung Nuri, yang termasuk dalam kategori satwa di lindungi.

“Kami akan berupaya melakukan razia satwa yang dilindungi di Gorontalo, termasuk oleh anggota Brimob. Namun persoalannya lagi, di Gorontalo belum ada tempat atau pusat penyelamatan satwa seperti di daerah lain. Karena sama saja bohong, setelah kami razia dan sita, ternyata satwanya justru terbengkalai berada di BKSDA, hingga berakhir pada kematian satwa,” ungkap Syamsudin.

Cagar Alam Tanjung Panjang di Kabupaten Pohuwato.  Foto: Christopel Paino
Tambak di Cagar Alam Tanjung Panjang di Kabupaten Pohuwato. Foto: Christopel Paino

Kawasan Konservasi di Gorontalo

Luas hutan di Provinsi Gorontalo adalah 826.378, 12 hektar. Rinciannya adalah hutan lindung 197.586, 85 hektar, hutan produksi tetap 342.449, 55 hektar, hutan produksi 100.684, 45 hektar, hutan produksi konversi 20.168, 60 hektar, dan hutan konservasi 197.586, 85 hektar.

Kawasan konservasi yang dikelola oleh BKSDA Sulut seksi II wilayah Gorontalo adalah cagar alam Tangale dengan luas 112, 5 hektar. Potensi yang ada dalam Tangale adalah burung rangkong, kera hitam Sulawesi atau Macaca hecky, kuskus kerdil dan juga tarsius. Untuk flora, cagar alam Tangale memiliki 102 jenis pohon berkayu, dua di antaranya dilindungi yaitu Engelhardia spicata dan Omalanthus populneus. Di cagar alam yang terletak di Kabupaten Gorontalo Utara dan Kabupaten Gorontalo ini juga terdapat tujuh jenis palem, empat jenis rotan, 42 jenis paku-pakuan, empat jenis bambu, dan delapan jenis anggrek.

Cagar alam Panua yang terletak di Kabupaten Pohuwato memiliki luas 36.575 hektar. Di cagar ala m ini terdapat satwa yang merupakan spesies endemik Sulawesi seperti anoa, maloe, babi rusa, dan juga terdapat rangkong, tarsius, dan burung gosong. Potensi flora di cagar alam Panua adalah cempaka, linggua, beringin, agathis, dan sebagainya.

Cagar alam Pulau Mas, Popaya, dan Raja terletak di Kabupaten Gorontalo Utara. Luas cagar alam ini 159, 4 hektar dengan potensi faunanya adalah elang, biawak, kuntul karang (Egretta sacra), penyu hijau, ketam kenari (Birgus latro), serta burung maloe. Sementara untuk potensi floranya yaitu pandan hutan, butun (Baringstionia asiatica), ketapang, dan juga cemara.

Cagar alam Tanjung Panjang di Kabupaten Pohuwato memiliki luas 3.000 hektar, yang memiliki potensi fauna ular hijau, elang, biawak, dan juga kera hitam Sulawesi. Sementara potensi floranya memiliki 11 jenis, di antaranya adalah api-api (Avicenia sp), bakau (Rhizopra sp), tancang (Bruguiera sp), pidada (Sonneratia sp). Sayangnya di kawasan cagar alam Tanjung Panjang ini kondisinya saat ini dalam keadaan kritis akibat konversi hutan mangrove menjadi kawasan tambak ikan dan udang. Luasnya kini diperkirakan tinggal 600 hektar saja.

Suaka margasatwa Nantu yang terletak di tiga Kabupaten yaitu Boalemo, Gorontalo Utara, dan Kabupaten Gorontalo memiliki luas 51.000 hektar. Wilayah konservasi ini terkenal dengan ikon satwanya babi rusa. Selain babi rusa, suaka margasatwa ini juga terdapat anoa, rusa, rangkong, ular phyton, dan masih banyak lagi. Sementara untuk floranya sangat terkenal dengan pohon nantu, kayu inggris, agathis, pangi, dan juga cempaka.

Menurut Rahmat Biki, kepala resort cagar alam Tanjung Panjang, permasalah yang terjadi di wilayah kelola BKSDA adalah perambahan kawasan tanpa izin, penebangan liar, penambangan emas tanpa izin, penataan batas kawasan konservasi, kebakaran hutan, konflik kepentingan berbagai pihak dalam penggunaan kawasan konservasi, dan juga masih maraknya perburuan liar.

Artikel yang diterbitkan oleh
,