Wawancara : Kepedulian Glenn Fredly, dari Jokowi, Save Aru Island, Jogja Ora Didol dan Bali Tolak Reklamasi

Hati gelisah, Melihat diri merana, Apa kau rasa hal yang sama, Musim berganti, Alam tak lagi berseri, Teriknya panas menjadi. Apakah kita peduli, Demi masa depan nanti, Dunia rumah kita sendiri, Apakah kita peduli, Demi anak cucu nanti, Dunia rumah kita sendiri. Lihatlah ini, Perbuatan kita sendiri, Sayangi bumi hari ini.

 Apa yang menjadi kegelisan penyanyi asal Maluku, Glenn Fredly terhadap kondisi alam dan bumi ini tertuang dalam lagu berjudul “Sayangi Bumi Hari ini”. Tidak hanya lewat lagu, kecintaannya terhadap Indonesia, terkhusus lagi Maluku dan Indonesia Timur dia lakukan lewat berbagai gerakan, mulai dari Voice from The East (VOTE), Save Aru Island, ikut mendukung gerakan Jogja Ora Didol dan Bali Tolak Reklamasi serta memproduseri film “Cahaya dari Timur : Beta Maluku”.

Mongabay Indonesia berkesempatan mewawancarai penyanyi bernama lengkap Glenn Fredly Deviano Latuihamallo ketika berada di Yogyakarta pada Rabu (22/10/2014).

Mongabay  : Apa yang membuat Glenn terlibat dalam penyelamatan dan kampanye Save Aru?

Glenn Fredly            : Sebenarnya karena persoalan di Kepulauan Aru bukan masalah ekologis atau hutan semata, tapi ini juga masalah lokal yang serius. Di Kepulauan Aru ada masyarakat adat (indigenous peoples) yang sangat bergantung pada alam. Alam sebagai penyeimbang mereka yang jauh dari globalisasi. Alam di Pulau Aru penyeimbang pulau-pulau disekitarnya.

Bicara tentang penyelamatan Save Aru, maka saya berbicara tentang identitas dan peradaban masyarakat adat. Kita bicara kehidupan sebuah masyarakat dengan alam dan itu penting. Misalnya melihat sepuluh tahun kebelakang, bagaimana sumber daya alam kita di eksploitasi sedemikian rupa sehingga menjadikan kita negara terbesar ke-16 dalam bidang ekonomi, dan Bank Dunia mencanangkan Indonesia peringkat sepuluh ekonomi dunia. Namun itu semua ironi.

Ironisnya, disatu sisi kita punya prestasi, namun disatu sisi kita meninggalkan sumber daya manusia kita, merusak alam sedemikian rupa untuk kepentingan eksploitasi. Mengapa saya mau terlibat di Save Aru, tentu saya tidak mau alam yang masih orinisil atau lestari hilang dan rusak, walaupun ada sebagian yang sudah di tebang tapi perjuangan masyarakat, suara-suara masyarakat disana harus di dengar. Itu menjadi begitu penting bagi saya sehingga terlibat di Save Aru, dan di satu sisi saya juga merasa itu jadi tanggung jawab saya sebagai anak Maluku.

Mongabay : Bagaimana Kondisi Alam di Maluku dan Indonesia Timur dulu dan saat ini?

Glenn Fredly  : Tidak bisa dipungkiri semenjak pemerintah punya program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), program ini dibuat mulai dari konsesi-konsesi wilayah hutan untuk pembangunan infrastruktur atau pembukaan lahan untuk kepentingan seperti perkebunan sawit misalnya.

Menurut saya ada beberapa hutan yang hilang seperti di Pulau Seram, tapi akhirnya tidak menjadi apa-apa. Hutan rusak dan masyarakat ditelantarkan begitu saja. Ini berdampak langsung pada masyarakat. Ini menyedihkan. Kebijakan yang dibuat tidak sejalan dengan apa yang dijanjikan kepada masyarakat.

Pembangunan atas nama program MP3EI, namun masyarakat tidak merasakan manfaatnya. Justru program ini perlu dipertanyakan manfaatnya. Kepentinganya apa yang ingin dibawa.

Bukannya kita tidak dukung program pemerintah. Namun jika program pemerintah tidak manfaat untuk masyarakat, hanya menjanjikan membuka lapangan pekerjaan, atau alasan menaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), atau apapun alasannya, ini sungguh menyedihkan buat saya.

Mongabay : Petisi Save Aru didengar, perkebunan tebu dibatalkan, namun masih ada peluang berlanjut. Lalu, harapan Glenn di pemerintahan baru untuk penyelamatan Kepulauan Aru?

Glenn Fredly  :  Tidak bisa dipungkiri, setelah perjuangan Save Aru ini menang atau berhenti sejenak, tetap saja ini tidak lepas dari kebijakan atau politik kebijakan era baru ini.

Di Era Jokowi, saya harapkan dia bisa membenahi. Apalagi dia berkomitmen melakukan pembenahan birokrasi di awal pemerintahannya dan itu menjadi begitu penting. Saya yakin Jokowi sudah mendengar terkait persoalan di Kepulauan Aru dan Indonesia Timur.

Paling tidak berbagai persoalan eksploitasi alam yang akhirnya bersinggungan langsung dengan masyarakat adat yang mengakibatkan friksi terjadi di level masyarakat bawah secara langsung.

Harapan saya ini bisa disikapi secara rill. Mencari jalan keluar atau jalan tengah untuk mencari dan mencapai konsesus bersama, yakni bagaimana melibatkan masyarakat dalam setiap kebijakan yang akan diambil. Tidak hanya konsensus bersama dalam tataran administratif, tapi jika pemerintahan Jokowi yang ingin transparansi dalam pemerintahannya dan program pekerjaannya. Tentu saat ini waktunya masyarakat dilibatkan.

Transparansi dan keterlibatkan masyarakat sampai ke level terendah pun harus terakomodir sehingga pada akhirnya hal itu terimplementasikan dari kebijakan yang dibuat. Tujuan dari konsensus bersama ini penting karena pola pembangunan yang salah di Indonesia selama ini menurut saya adalah saat semua pembangunan di Indonesia diseragamkan mulai dari Sabang sampai Merauke.

Secara demografi dan secara geografis tentu hal itu sudah berbeda, budaya juga tidak bisa disamakan. Tidak bisa kemudian mall harus ada di setiap daerah. Globalisasi atau modernisasi itu memang tidak bisa dipungkiri, akan tetapi kan bukan berarti meninggalkan sisi humanisme.

Apakah tidak bisa bersinggungan pembangunan yang go green atau pembangunan yang berpihak pada alam yang berkelanjutan. Tentu kembali lagi kepada niatan. Negara lain, yang dulu memulai indutrialisasi saat ini sudah mulai melakukan revolusi hijau.

Mereka mulai dari kerja sama dengan masyarakat, pengusaha dan pemerintah, sehingga terbangun konsensus. Ini tidak mudah dan butuh proses.

Setiap kebijakan tidak bisa hanya sepihak dari pembuat kebijakan saja, kemudian diturunkan kepada masyarakat yang mau tidak mau menerimanya. Sehingga terjadilah friksi atau ekses seperti konflik aparat dengan masyarakat, LSM dengan aparat, atau masyarakat dengan masyarakat.

Pembangunan itu tidak lepas dari bagaimana mengakomodir budaya, kebutuhan masyarakatnya sendiri. Itu semua akan terimplementasi dari kebijakan-kebijakan yang dibuat. Mudah-mudahan pemerintahan Jokowi ini bisa menjalankan konsensus bersama ini. Saya bisa memahami target dia yakni 7 persen pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Tapi ia ingin semua bekerja sama, mulai dari pemerintah, masyarakat. pengusaha dan politisi. Ini memang tidak mudah. Mudah-mudahan Jokowi bisa jadi simbol pemersatu bergeraknya Indonesia kedepan menjadi lebih baik.

Mongabay  :  Apa yang menjadi persoalan di Indonesia Timur saat ini?

Glenn Fredly  : Kompleksitas persoalan Indonesia Timur dan Indonesia secara umum terutama pasca pemeritahan SBY.  Pekerjaan rumahnya berat banget untuk Jokowi.

Saya rasa kata kuncinya konsesus bersama untuk bisa mewujudkan kesejahteraan masyarakat, persoalan lingkungan, masalah alam kita. Ini bisa terjaga dan bisa bermanfaat. Sumber daya alam terkelola secara baik dan Indonesia Timur menjadi masa depan untuk Indonesia.

Ironis memang, tapi kenyataan Indonesia sangat bergantung dengan Indonesia Timur, karena kekayaan sumber daya alamnya belum terkelola secara baik. Kalau bicara Indonesia Timur tentu ini menjadi benteng terakhir Indonesia. Banyak kekayaan alam disana, ada timah, ada nikel, mangan, belum lagi geothermal.

Tapi permasalahannya, apakah itu semua menjadi sumber daya alam yang memang bisa dikelola secara baik dan bermanfaat? Apakah sumber daya alam ini dikelola untuk berkelanjutan atau kepentingan sesaat? Sehingga kita harus berbicara managemen pengelolaannya. Contohnya ,minyak yang masih jadi bagian konsumsi dan menjadi sumber utama. Namun kedepannya kita harus menciptakan industri padat karya yang pada akhirnya bisa menguatkan masyarakatnya berkelanjutan.

Permasalahan Indonesia Timur juga kompleks, mulai dari korupsi yang tinggi, daerahnya miskin dan jauh dari Jawa, seperti di Maluku, NTT, dan Papua. Permalalahan lain seperti infrastruktur, pendidikan dan kesejahteraan.

Sehingga kita butuh sekali pendidikan yang berkualitas di Indonesia Timur yang bisa menghasilkan orang-orang asal Indonesia Timur, yang bisa membangun masyarakatnya dengan cara yang bisa berkelanjutan, inovatif dan jujur untuk bisa menjawab tantangan kedepan.

Glen Fredly, musisi yang mendukung gerakan Save Aru Island, Jogja Ora Didol dan Bali Tolak Reklamasi. Foto : Tommy Apriando
Glen Fredly, musisi yang mendukung gerakan Save Aru Island, Jogja Ora Didol dan Bali Tolak Reklamasi. Foto : Tommy Apriando

Mongabay : Glenn juga ikut mendukung Gerakan Jogja Ora Didol dan Bali Tolak Reklamasi. Mengapa mau ikut terlibat?

Glenn Fredly  : Dukungan saya ini tentu tidak bisa dipisahkan jika kita bicara tentang Indonesia. Sekali lagi kita tidak bisa lepas bahwa penyeimbang globalisasi itu adalah bagaimana mempertahankan kedaulatan identitas. Globalisasi itu identik dengan eksplorasi dan eksploitasi, kemudian occupacy (menduduki) ekonomi untuk kepentingan penguasa. Dan penyeimbangnya adalah mempertahankan identitas.

Di tengah arus globalisasi, identitas tetap harus dipertahankan. Saya melihat dari gerakan Jogja Ora Didol, Bali Tolak Reklamasi, dari kedua gerakan ini semangatnya adalah mempertahankan identitas, mempertahakan kebudayaan atau mempertahankan nilai-nilai hak asali yang tidak bisa dihilangkan.

Contohnya, di negara barat mulai beralih ke revolusi hijau karena mereka yang memulai industri dan akhirnya pada satu titik mereka melihat adanya yang namanya perubahan iklim.

Di Cina, India dan Indonesia yang secara ekonomi naik, tapi rekam jejaknya seperti apa yang sudah dilakukan oleh negara industri lainnya. Ini semacam moment, dimana negara kita dan negara lainnya dimanfaatkan untuk bisa menjawab kebutuhan negara-negara barat. Selain jadi market tapi juga jadi tempat untuk ekplorasi dan eksploitasi.

Jadi memang menurut saya hak asali, yakni bagaimana menjaga identitas ini harus dipertahankan. Ironisnya kita dihadapi pada nilai-nilai degradasi di dalam masyarakat. Menurut saya, saya mendukung Bali Tolak reklamasi dan Jogja Ora Didol itu adalah bentuk konkrit dari kesadaran masyarakat yang ada. Mulai dari akademisi, masyarakat profesional, komunitas atau paguyuban akan berbicara tentang hak asali mereka, masa depan daerah atau wilayah mereka.

Kalau mereka menolak reklamasi secara ilmiah pasti ada sebab dan akibatnya, tapi paling mendasar, bicara pembangunan maka kepentingannya hanya janji-jani membuka lahan pekerjaan semata, karena membuka lapangan pekerjaan juga bisa melihat potensi lokal yang bisa dikelola.

Pertanyaanya lagi, bagaimana membangun pariwisata yang mempunyai nilai sesuai konteks lokal, yang tanpa menghilangkan nilai lokal. Memang konsekuensi pada saat kita membuka kran keterbukaan, kita hidup di era keterbukaan, hal yang paling mendasar adalah ketika kita bisa menjaga hak asali, budaya asli agar tetap terjaga. Apalagi Indonesia dikenal dengan begitu banyak keberagaman kultur.

Pada akhirnya revolusi pola pikir melihat globalisasi ini lewat konsesus bersama. Contohnya, disaat negara minim dengan apa yang mereka kerjakan, masyarakat kita bisa menopang lebih dulu. Seperti bencana Gunung Sinabung. Negara belum sampai untuk memberikan bantuan, masyarakatnya sudah duluan turun tangan memberikan bantuan.

Maka perlu duduk bersama membahas segala persoalan yang ada mulai dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Pancasila kita bicara itu, yakni keadilan sosial. Kembali lagi, kalau saya mendukung gerakan Jogja Ora Didol dan Bali Tolak Reklamasi, apa yang terjadi Jogja dan di Bali sebuah potret yang natinya juga akan sampai di Ambon juga dan daerah lainnya.

Intinya Indonesia punya tantangan besar buat kita menyadari bahwa kearifan-kearifan lokal ini tidak bisa di hilangkan dan tidak bisa dihapus. Ini jadi tantang pemerintahan Jokowi sekarang dan pemerintahan Jokowi harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa ada dampak riil, berkeadilan dan berkesejahteraan dalam pembangunan kedepannya.

Mongabay : Glenn dan beberapa musisi lainnya bergabung untuk mengkampanyekan penyelamatan alam. Namun ada juga musisi lain yang sebaliknya. Apa pendapat Glenn?

Glenn Fredly   : Tidak menjadi masalah. Yang paling penting kalau kita menyadari bahwa hak-hak asali dan apa yang diperjuangkan ini menjadi begitu penting pada akhirnya ketika kita berjalan pada jalur itu. Itu bisa terlihat dari apa yang dilakukan, apakah buat kepentingan personal atau kepentingan banyak orang.

Saya ikut terlibat mengkampanyekan alam ini karena saya menjadi bagian dari masyarakat secara luas. Maksudnya, kritisnya sebuah komunitas, kelompok seni atau pekerja seni dalam dunia entertainment saat ini, atau saya menyebutnya panggung pop hari ini, yang berbicara dengan masalah politik atau sosial adalah sesuatu yang sudah seharusnya kita lakukan.

Pada akhirnya kita bicara pada kepentingan dimana kita akan berpihak dan berpijak. Sampai mana kita melihat hal ini menjadi kekuatan menuju hal yang baik dan berdampak baik bagi masyarakat, dan itu bisa terlihat sendiri, karena cara-cara kretaif itu akan muncul dan lahir secara natural, karena kesadaran. Jadi tidak masalah bagi mereka yang tidak atau belum terlibat untuk penyelamatan alam atau persoalan sosial lainnya.

Mongabay : Apa pesan dan harapan Glenn untuk Jokowi terkait alam dan Indonesia Timur?

Glenn Fredly  : Saya ingin Jokowi kerja. Pastinya semua orang mengharapkan itu. Ketika Jokowi dinyatakan menang dalam pemilihan Presiden kemarin, saya dan Tompi langsung jaga jarak atau tarik diri sebagai bentuk dukungan saya. Karena saya menunggu dia bekerja.

Saya ingin melihat dari kabinetnya. Dinamika politik atau transaksi politik pasti akan terjadi. Tapi saya yakin Jokowi mendengar aspirasi masyarakat dan tahu persoalan yang ada di Indonesia ini. Saya memberikan kesempatan dia bekerja, memberikan tempat untuk dia bisa membuktikan janji-janji dia yang telah diberikan kepada masyarakat, apalagi terkait menyelamatkan alam dan sumber daya alam di Indonesia Timur.

Dia memberikan ekspektasi tinggi kepada masyarakat dari apa yang dia sampaikan atau janjikan, harapannya juga bisa tercermin di pemerintahanny. Awal yang baik menurut saya saat rekonsiliasi terjadi antara pihak Koalisi Merah Putih dan Indonesia Hebat. Semoga itu bukan drama untuk mencairkan suasana saja, karena kita dihadapkan pada persoalan yang sangat serius.

Beberapa waktu lalu, saya ngobrol dengan Professor Muhammad Yunus terkait Indonesia yang punya surplus demografi yang akan booming. Jawaban dia sederhana, dia tidak percaya dengan surplus demografi. Apa artinya kalian punya surplus demografi tapi tidak ada inovasi didalamnya, tidak ada kontrol sosial yang dibuat oleh anak mudanya. Dia garis bawahinya anak muda lho. Dengan kata lain, dia mendorong agar anak mudanya punya sifat kritis, karena dia tahu saat ini semuanya menjadi sebuah serba instan.

Umpamanya Malala, peraih Nobel yang umurnya masih 17 tahun. Pemimpin demonstasi di Hongkong yang berjuang untuk demokratisasi juga 17 tahun, keduanya anak muda . Saya melihat yang tidak boleh dibunuh itu ya semangatnya anak muda. Inovasi dan idealisme anak muda tidak boleh hilang di tengah kemajuan teknologi, dimana akses informasi bisa di dapat dari berbagai kemudahan-kemudahan yang bisa di dapat lewat perkembangan teknologi.

Jika menurut Tan Malaka, idealisme itu hal yang instimewa yang dimiliki anak muda. Jadi saya setuju dan sepakat bahwa kekritisan ini harus dijaga dan tidak boleh hilang.

Permasalahan kita kedepan semakin kompleks, bagaimana memenuhi kebutuhan pangan dan air bersih contohnya. Jadi pada akhirnya mempertahankan hak-hak dasar masyarakat harus dikedepankan dalam pembangunan. Libatkan masyarakat secara langsung dalam pengambilan kebijakan kedepannya, agar nilai lokal, kebudayaan tetap terjaga, serta keadilan dan kesejahteraan bisa tercapai.

Link Change.orf/ID Save Aru Island : http://www.change.org/p/pak-sbyudhoyono-pak-zul-hasan-batalkan-izin-penebangan-hutan-kepulauan-aru

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,