,

Banyak Pihak Menyesalkan Translokasi Gajah Dari Bengkulu Ke Yogyakarta. Kenapa?

Pada awal Januari 2015, Kebun Binatang Gembiraloka Yogyakarta mendapatkan dua satwa baru yaitu gajah sumatera (Elephas maximus sumatrae) bernama Shinta (23 tahun) dan Natasya (24 tahun) yang berasal dari Pusat Konservasi Gajah (PKG) Seblat, Bengkulu. Pemindahan gajah tersebut setelah permohonan pengelola Gembiraloka mendapatkan izin dari Menteri Kehutanan dan Dirjen Perlindungan Hutan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan untuk mendapatkan satwa gajah bersumber dari Pusat Pelatihan Gajah.

Akan tetapi pemindahan Shinta dan Natasya disesalkan berbagai kalangan pemerhati gajah, karena PKG Seblat dengan kawasan hutan di sekitarnya merupakan habitat alami dua gajah tersebut.  Mereka berpendapat pemindahan gajah dari habitat alaminya ke lembaga konservasi merupakan langkah yang tidak tepat.

Translokasi gajah terkesan dilakukan tertutup karena pemerintah daerah Bengkulu juga tidak diberitahu dan diajak berkoordinasi translokasi gajah itu. Bahkan media massa Bengkulu juga tidak mengetahui hal tersebut.

Menanggapi translokasi satwa itu, LSM Animal Indonesia melakukan aksi protes disamping patung gajah di kawasan nol kilometer Kota Yogyakarta menolak pemindahan Shinta dan Natasya. Mereka berdiri mengenakan topeng berbentuk gajah dan pegang poster tuntutan bertuliskan “Send back home sumatran elephant dan pulangkan gajah Sumatera”.

Sedangkan Martian dari Yayasan Ulayat Bengkulu menyampaikan bahwa mereka tidak mendapatkan informasi lengkap perihal pemindahan dua ekor gajah dari PKG Seblat.  “Pemindahan gajah dengan alasan kurangnya daya dukung dan harus dikurangi jumlah gajahnya tidaklah tepat,” ungkapnya.

Menurutnya Mardian yang harus dibenahi adalah daya dukung dan infrastruktur PKG Seblat.  “Bukan malah gajah yang dipindahkan ke tempat yang bukan habitat asli gajah tersebut”, tambahnya.

PKG Seblat sendiri memiliki jalan panjang pengakuannya sejak tahun 1992 ditunjuk sebagai lokasi Pusat Pelatihan Gajah dari kawasan hutan produksi tetap.  Menteri Kehutanan melalui SK Menhut Nomor 658/Kpts-II/1995 tanggal 6 Desember 1995, mengubah fungsi hutan produksi terbatas seluas ± 4800 ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas ± 2200 ha menjadi hutan produksi tetap dengan fungsi khusus untuk Pusat Pelatihan Gajah.

Selanjutnya dikukuhkan oleh Menteri Kehutanan sebagai PKG Seblat melalui SK Menhut Nomor: 420/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 terkait dengan penunjukkan kawasan tersebut seluas 6865 ha.

“Atas peristiwa ini, Ulayat akan melakukan pertemuan dengan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) dan pemerintah daerah untuk menemukan solusi terbaik terhadap keberadaan gajah yang berada di luar kawasan asli mereka”, ungkap Martian.

Ulayat merupakan salah satu lembaga di Bengkulu yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam dan pemberdayaan masyarakat. Saat ini, Ulayat memiliki kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berada di sekitar PKG Sukamaju sebagai  salah satu bentuk dukungan pengenalan konservasi gajah sumatera yang ada disana.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh Ulayat berupa paket-paket ekowisata sejak tahun 2013, dengan menggandeng lembaga desa. Ulayat bersama masyarakat juga melakukan restorasi kawasan tempat hidup gajah sebagai bagian dari usaha konservasi.

gajah Shinta dan Natasya yang dipindahkan dari Pusat Latihan Gajah Seblat di Bengkulu ke Lembaga Konservasi Gembira Loka Zoo di Yogyakarta. Foto : Tommy Apriando
gajah Shinta dan Natasya yang dipindahkan dari Pusat Latihan Gajah Seblat di Bengkulu ke Lembaga Konservasi Gembira Loka Zoo di Yogyakarta. Foto : Tommy Apriando

Senada dengan Ulayat, Masyarakat Peduli Gajah (MPG)menolak translokasi gajah, karena konservasi satwa yang tepat adalah insitu dan bukan eksitu.  Anang Widyatmoko dari MPG menyatakan bahwa jika dilakukan pemindahan gajah sesuai habitat aslinya tidak masalah, namun yang terjadi saat ini adalah dipindahkan di tempat yang bukan pada habitat aslinya. “Pemerintah daerah seperti yang saya baca kemarin di media masa juga menyayangkan pemindahan gajah tersebut ke Yogyakarta karena gajah merupakan ikon Bengkulu, “ ungkap Anang.

MPG melakukan berbagai kegiatan penyadartahuan kepada masyarakat dan sekolah di sekitar kawasan tersebut.  “Kami telah melakukan kegiatan pendidikan koservasi di sekolah-sekolah di Desa Sukamaju sekitar PKG untuk berusaha agar gajah tidak punah di habitat aslinya.  Kalau ada pertanyaan mengapa ada pemindahan gajah ke luar Bengkulu, bagaimana kami menjawab?’’tambahnya.

Pemindahan Shinta dan Natasya dikhawatirkan memberi dampak buruk terhadap program ekowisata, karena gajah merupakan aset dalam kegiatan ekowisata. Karena merupakan komunitas masyarakat biasa sehingga tidak mempunyai posisi tawar yang kuat, MPG mengharapkan mitra-mitra untuk terus berjuang mengembalikan Shinta dan Natasya ke PLG Seblat.

Harapan koordinasi lebih baik pun disampaikan oleh  Gubernur Bengkulu seperti yang disampaikan di Kompas (07/01/2015) lalu agar BKSDA tidak asal mengirim gajah sebelum ada koordinasi mengenai pemindahan gajah tersebut.

Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) juga menyatakan tidak setuju pemindahan gajah tersebut jika alasannya kurang perawatan. “Kalau alasannya karena kurang perawatan di PKG dan lebih baik di kebun binatang, kenapa perawatan di PKG tidak ditingkatkan?”, tutur Krismanko selaku Ketua FKGI. Konservasi satwa secara insitu lebih berhasil dilakukan dibandingkan di kebun binatang atau konservasi eksitu yang berkurang nilai konservasinya.

Krismanko merasa pihaknya dan pemda Bengkulu tidak dilibatkan oleh BKSDA tentang pemindahan gajah tersebut. “Sebaiknya ada diskusi antara BKDSA dan Pemda serta melibatkan FKGI” tambahnya.

Dia menjelaskan pemindahan gajah dilakukan bila satwa itu masih liar, dan lembaga konservasi harus memenuhi kaidah animal welfare terhadap satwa yang dipindahkan seperti kondisi kandang, pakan dan ketersediaan dokter hewan. Pengecekan dan klarifikasi ke kebun binatang juga penting apakah satwa yang dikirim tersebut keturunan pertama (F1) atau sudah keturunan ketiga atau keempat (F3/F4).

Menanggapi penolakan pemindahan gajah, pihak BKSDA seperti dikuti dari Antaranews (14/1/2015) menyatakan bahwa tidak ada lagi pemindahan gajah dari kawasan tersebut karena prosedur tidak mudah dan kewenangan berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Gajah yang dipindahkan dari PKG adalah gajah betina yang berasal dari Lampung yang dititipkan di PKG Seblat.

Kepergian gajah sumatara dari habitat aslinya ke pulau lain meskipun  merupakan lembaga yang mengatasnamakan lembaga konservasi seperti di kebun binatang menjadi catatan khusus dan perlu mendapat perhatian serius, termasuk prosedur atau proses-proses yang dijalani. Di lain sisi, upaya-upaya konservasi insitu harus menjadi prioritas utama pemerintah ke depannya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,