,

Pembangunan Jalan Lingkar Persempit Habitat Gajah Balai Raja

Kabar duka datang dari keluarga gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus). Kurang dari tiga bulan di tahun 2015 ini saja, sudah tujuh ekor gajah mati di Riau. Kabar buruk terbaru adalah sebuah proyek pembangunan jalan lingkar telah menghancurkan hutan rimba habitat gajah di Suaka Margasatwa Balai Raja, Bengkalis, Riau yang sebenarnya kini hanya tinggal 150 hektar dari luasan awalnya 18 ribu hektar.

Pemkab Bengkalis telah memulai proyek pembangunan ini sejak beberapa bulan lalu. Tujuannya adalah untuk mengurai kemacetan jalur Pekanbaru-Medan yang melintasi Kecamatan Pinggir dan Kota Duri, Kabupaten Bengkalis. Jalan lintas itu dibangun sepanjang 33,6 kilometer dengan lebar 16 meter dari Kulim 7 hingga Desa Balai Raja, Kecamatan Pinggir.

Pembangunan jalan itu juga akan membelah hutan-hutan kecil termasuk Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja, habitat penting dan satu-satunya yang tersisa bagi sekitar 30 ekor gajah di kawasan ini. Belum lagi proyek ini selesai dibangun dan mengurai kemacetan kendaraan, pembangunan ini telah mengurai hutan-hutan kecil menjadi potongan-potongan lebih kecil.

Ketua Himpunan Penggiat Alam (Hipam) Kota Duri, Zulhusni Syukri kepada Mongabay Selasa (01/04/2015) mengatakan bahwa proyek tersebut sangat mengancam jalur jelajah gajah-gajah Balai Raja sehingga harus segera dihentikan. Proyek itu juga akan semakin meningkatkan konflik gajah dan manusia di daerah jelajahnya.

“Seharusnya pada bulan ini rombongan gajah sudah berada di (hutan-hutan) Duri karena jalur jelajahnya begitu setiap tahun, tapi karena pembangunan jalan ini, rombongan gajah itu terjebak di konsesi Arara Abadi. Ini yang membuat gajah semakin terdesak dan stres,” kata Husni.

Proyek ini sendiri sudah dihentikan sementara waktu sejak dua pekan lalu menyusul aksi protes puluhan aktivis lingkungan baik dari Kota Duri sendiri maupun dari provinsi lainnya. Aktivis mendirikan tenda dan bermalam tepat di ujung pembangunan jalan yang akan membelah hutan Talang. Pada waktu itu terdapat lima alat berat terlihat masih beroperasi.

“Kami sudah bertemu dengan Kepala PU (Dinas Pekerjaan Umum) Bengkalis soal kekhawatiran ini. Dia bilang kalau melanjutkan pemotongan hutan, mereka akan diskusi dulu dengan penggiat alam. Tapi hingga sekarang kami belum dapat undangan kapan ini didiskusikan,” kata Zulhusni.

Pembukaan jalan lingkar alternatif di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, bersinggungan dengan wilayah jelajah gajah Sumatera kelompok Balai Raja. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah potensi konflik gajah dan manusia yang selama ini telah terjadi. Foto : L Andreas Sarwono/FKGI
Pembukaan jalan lingkar alternatif di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, bersinggungan dengan wilayah jelajah gajah Sumatera kelompok Balai Raja. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah potensi konflik gajah dan manusia yang selama ini telah terjadi. Foto : L Andreas Sarwono/FKGI

Kekhawatiran ini juga disampaikan Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) Krismanko Padang. Menurut dia proyek tersebut harus dihentikan karena akan memperparah konflik gajah dan manusia.

“Semenjak jalan ini dibangun, kelompok gajah Balai Raja tidak pernah kembali ke sini. Pada pekan lalu, kelompok gajah ini berkonflik dengan manusia di Desa Beringin yang mengakibatkan satu warga meninggal dunia,” ujar dia.

Berdasarkan pantauan FKGI pekan lalu di lokasi, masih terdapat dua unit alat berat yang diparkir di wilayah SM Balai Raja. Sebelum dihentikan oleh pegiat lingkungan, alat berat tersebut ditenggarai tengah menimbun area hutan rawa yang kerap digunakan kelompok gajah untuk beristirahat.

Krismanko mengatakan habitat gajah kelompok Balai Raja kondisinya sangat tidak layak karena sudah berubah menjadi area perkebunan dan permukiman masyarakat. SM Balai Raja dengan luas 18 ribu hektar yang ditetapkan pemerintah melalui SK Menteri Kehutanan RI Nomor 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 untuk konservasi gajah kini hampir seluruhnya telah diokupasi masyarakat.

Kelompok gajah ini diperkirakan hanya berjumlah 30-an ekor dan berlindung di bagian-bagian kecil hutan rawa dan menjadikan tanaman perkebunan masyarakat seperti sawit dan karet sebagai sumber makanan.

Dari 33,6 kilometer yang ditargetkan, kini pengerjaannya sudah sekitar 25 kilometer rampung dan sebagiannya tengah proses pengerasan pasir dan batu. Dan selama proses pembangunan jalan ini telah terjadi konflik gajah-manusia pada pekan lalu yang menewaskan seorang penjaga kebun sawit Pak Lung (50) warga Desa Serai Wangi, Kecamatan Pinggir.

Saat kejadian pada pekan lalu, Pak Lung tengah berada di gubuknya di kebun sawit di Desa Beringin, Pinggir. Ia tidak sadar bahwa di luar gubuk ternyata sejumlah warga tengah menghalau kawanan gajah. Saat ke luar gubuk itulah kawanan gajah sudah di dekatnya dan menginjak bagian badannya. Ia tewas dalam perjalanan menuju balai pengobatan terdekat.

Kepunahan gajah kelompok Balai Raja yang berjumlah sekitar 30 ekor tinggal menunggu waktu. Tahun lalu tiga ekor gajah mati. Dua ekor betina dewasa dan satu anak gajah jantan. Satu dari betina yang mati itu adalah gajah yang dipasangkan alat pemindai lokasi (GPS solar) oleh WWF dan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA). Sementara sang anak jantan diduga mati diracun.

Dua unit alat berat berhenti beroperasi dalam pelaksanaan pembukaan jalan lingkar di Kabupaten Bengkalis, Riau. Pembukaan jalan lingkar alternatif di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, bersinggungan dengan wilayah jelajah gajah Sumatera kelompok Balai Raja. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah potensi konflik gajah dan manusia yang selama ini telah terjadi. Foto : L Andreas Sarwono/FKGI
Dua unit alat berat berhenti beroperasi dalam pelaksanaan pembukaan jalan lingkar di Kabupaten Bengkalis, Riau. Pembukaan jalan lingkar alternatif di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, bersinggungan dengan wilayah jelajah gajah Sumatera kelompok Balai Raja. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah potensi konflik gajah dan manusia yang selama ini telah terjadi. Foto : L Andreas Sarwono/FKGI

Sementara itu dalam rilisnya Kepala Bidang Wilayah II Balai BBKSDA Riau Supartono menyatakan pihaknya sudah melayangkan surat kepada Pemkab Bengkalis terkait pembukaan jalan tersebut.  “Pada intinya kami meminta Pemkab untuk mengkaji ulang karena jalan tersebut melintasi areal jelajah gajah. Luas habitat gajah yang tersisa di SM Balairaja hanya tinggal 150 hektar, ini pun mau dipotong untuk pembangunan jalan,” ujar dia.

Koordinator Flying Squad WWF Riau Syamsuardi mengatakan pembukaan jalan di daerah jelajah gajah juga akan mengancam secara langsung keselamatan manusia.

“Penghentian proses pembangunan jalan ini menunggu hasil musyawarah antara Pemkab Bengkalis dan beberapa lembaga pro lingkungan. Dari pertemuan tersebut diharapkan akan ada solusi terbaik agar konflik gajah dan manusia dapat ditekan sekecil mungkin,” jelas dia.

Dari pemetaan yang dilakukan WWF berdasarkan daerah distribusi gajah kelompok Balai Raja pada 2014, setidaknya ada tiga lokasi di ruas jalan tersebut yang berada pada wilayah gajah dengan frekuensi keberadaan yang sangat tinggi. Lokasi tersebut berupa spot-spot hutan rawa yang digunakan sebagai tempat gajah minum, berlindung, dan bermain pada siang hari.

Sementara itu Kepala Dinas PU Pemkab Bengkalis hingga rabu malam belum bisa dihubungi meski nomor teleponnya aktif.

Data LSM WWF mengungkapkan sejak 2004-2014 sudah 145 ekor gajah yang mati. Angka itu belum termasuk tujuh gajah yang mati di awal tahun ini. Sehingga totalnya mencapai 152 ekor. Konflik terjadi karena perburuan, konflik akibat kerusakan perkebunan warga dan sakit atau mati alami. Umumnya kalau konflik karena perburuan, sebagian gading pada gajah jantannya hilang ketika ditemukan bangkainya. Hanya beberapa kecil saja yg ditemukan masih bergading.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,