, ,

Cagar Alam Mandor, Kawasan Suaka Alam Itu Rusak Akibat PETI

Cagar Alam Mandor yang luasnya 3.080 hektar ini berada di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Dari Pontianak, jaraknya sekitar 80 kilometer. Sejak zaman kolonial Belanda 1936, kawasan ini telah ditetapkan sebagai wilayah lindung.

Potensinya menjanjikan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat mencatat berbagai jenis tumbuhan yang hidup di sini. Ada tengkawang, meranti, jelutung, keladan, dan kebaca. Untuk fauna, hidup juga beruang madu, kancil, binturong, musang, landak, dan burung enggang.

Subyantoro Tri Pradopo, Bidang Analisis Bencana BKSDA Kalbar menuturkan, ada beberapa tipe ekosistem di Cagar Alam Mandor seperti rawa gambut, hutan kerangas, maupun hutan tropis dataran rendah. Keberadaan ekosistem tersebut sangat mendukung keragaman jenis tumbuhan dan satwa. “Ada 15 jenis anggrek dan 8 jenis kantung semar. Cagar alam ini merupakan habitatnya anggrek hitam,” jelasnya.

Nanun, patut disayangkan. Keindahan bentang alam Cagar Alam Mandor itu cacat akibat kegiatan penambangan emas tanpa izin (PETI). Lubang-lubang menganga di atas hamparan pasir putih tampak bertebaran. “Sekitar 10 staf pengawas kami tidak mampu memantaunya. Peran aktif masyarakat, sebagai mata dan telinga petugas, sangat kami butuhkan,” ujar Sustyo Iriyono, Kepala BKSDA Kalbar.

Apa yang menyebabkan kegiatan ilegal masih berlangsung? Menurut Sustyo, kandungan emasnya yang menjadi daya tarik. Sejak lama wilayah ini dikenal akan emasnya sehingga disebut gunung emas. Awal eksploitasi bermula saat kedatangan warga Tiongkok bernama Lo Fong Pak pada 1772. Hingga kemudian, Panembahan Mempawah diikuti Opu Daeng Manambon mendatangkan pekerja tambang asal Tiongkok. Kongsi disepakati dengan pembagian hasil antara penambang dengan kerajaan. “Hingga kini, PETI masih mengancam kawasan tersebut.”

Operasi penertiban

Sustyo menjelaskan, sepanjang tahun ini, sudah tiga kali operasi penertiban dilakukan. Padahal, pada Desember 2014, telah dilakukan kesepakatan bahwa kawasan cagar alam ini akan dijaga secara adat. Namun, masih ada yang nekad.

Pekan lalu, Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Bekantan BKSDA yang di-banck up Brimob Polda Kalbar mengamankan lima karyawan perusahaan PT. Orily Resources Indonesia. Mereka melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan Cagar Alam Mandor seperti  membuat jalan, dermaga, pondok kerja di dalam kawasan. “Kami dapat laporan dari staf resort Mandor dan laporan warga setempat,” ujarnya, belum lama ini.

Peta kawasan Cagar Alam Mandor. Sumber: Sporckalbar

Awalnya, kegiatan tersebut merupakan usulan perwakilan masyarakat Dusun Kopyang, Kecamatan Mandor.  PT. Orily Resources Indonesia sendiri melakukan normalisasi sungai di luar kawasan cagar alam. Anehnya, pengerjaan itu tidak termasuk dalam proyek pemerintah. “Perusahaan yang dapat izin Bupati Landak 2012 itu agaknya turut mendeteksi potensi emas di sekitar lokasi normalisasi,” katanya.

Padahal, dalam aturan izin itu sudah jelas tidak boleh mengganggu, merusak,  atau memasuki Cagar Alam Mandor, dan tetap berkoordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait terutama bila memanfaatkan limbah hasil pengerukan dan aspek pendukung.

Namun, karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan, BKSDA melakukan pertemuan dengan berbagai pihak. Secara tegas, BKSDA menolak kegiatan tersebut karena bertentangan dengan aturan yang berlaku. “Namun, PT. Orily nekat melakukan kegiatan ilegal yang katanya berdasarkan permintaan masyarakat Dusun Kopyang. Setelah diusut, ternyata permintaan tersebut hanya sebatas lisan.

Saat diamankan, jalan yang telah sudah selebar enam meter dengan panjang kurang lebih sembilan kilometer. Areal dermaga seluas dua hektar, dan pondok kerja yang tengah dibangun seluas 89 meter persegi. “Semuanya ada dalam Cagar Alam Mandor. Saat ditemukan, lima pelaku itu tengah bekerja sesuai perannya yang kemudian bersama barang bukti dibawa ke Mako SPORC Brigade Bekantan untuk diperiksa.”

Barang bukti yang disita diantaranya satu unit alat berat Louder LG 938L SDLG, buku laporan harian dan laporan hasil pengoperasian alat berat, serta alat perkakas. BKSDA Kalbar hingga saat ini masih melakukan pemeriksaan intensif untuk mengungkap aktor intelektual yang berada di balik kegiatan tersebut.

Menurut Sustyo, para pelaku melanggar pasal 19 ayat (1) Jo pasal 40 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Jo pasal KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp200 juta. “Saya bertekad mengungkap aktor intelektual di balik kasus ini yang kemungkinan besar adalah pihak perusahaan,” tegasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,