,

Tampilkan Satwa Dilindungi, Komunitas Kukang Diamankan BKSDA Kalbar

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat mengamankan empat individu kukang kalimantan (Niycticebus menagensis) dalam kegiatan ‘Pontianak Cinta Satwa’ atau yang lebih dikenal dengan Mini Zoo, Kamis 2 Juli 2015, pukul 18.00 WIB. Sedianya, kegiatan dihelat di Taman Gita Nanda, Komplek GOR Pangsuma Pontianak, dari 1 – 5 Juli ini.

“Penyitaan ini dilakukan berdasarkan tindak lanjut dari kegiatan intelejen pihak BKSDA,” ungkap Sustyo Iriyono, Kepala BKSDA Kalimantan Barat. Pemantauan dilakukan pada komunitas-komunitas pencinta satwa serta pemantauan media daring dan media sosial.

Tim SPORC Brigade Bekantan, juga menahan pria berinisial Edi, yang diduga Ketua Komunitas Kukang Pontianak serta anggotanya. Turut disita, empat kukang yang sebelumnya ditampilkan dalam pameran satwa unik tersebut. “Saat ini dua pelaku dan empat kukang sebagai barang bukti kita amankan di Markas Komandan SPORC,” tambah Sustyo.

Dia mengatakan, kukang tersebut langsung mendapat pemeriksaan intensif dari Tim Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI). SPORC juga melakukan penggeledahan terhadap rumah pelaku dan di rumah beberapa anggota komunitas kukang. “Jumlahnya cukup banyak, ada 18 anggota,” katanya.

Sustyo mengatakan dari informasi yang dihimpun di lapangan, komunitas pemelihara kukang di Indonesia cukup besar. Mereka tersebar di beberapa kota, seperti Jakarta, Bekasi, Bandung, Serang, dan Jambi.

“Perkiraan, anggotanya lebih dari 1.078 orang dan setiap anggota komunitas memiliki satu sampai empat individu kukang,” paparnya.

Di lain pihak, keberadaan Mini Zoo tersebut dimaksudkan untuk mengenalkan satwa peliharaan kepada masyarakat luas. Dalam event tersebut, ikut dipamerkan berbagai jenis ular, iguana, hamster, kura-kura, kelinci, anjing, burung hantu, kadal, biawak, bahkan sugar glider.

Kepada media, Rio Tamon, ketua penyelenggara menyatakan bahwa niat gabungan komunitas ini untuk menghibur masyarakat sekaligus mengisi waktu menjelang buka puasa. “Tidak ada kebun binatang di Kota Pontianak, jadi salah satu alasan digelarnya kegiatan ini,” katanya.

Dilindungi

Kukang adalah satwa yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Kukang dilarang untuk dieksploitasi, seperti diburu, dipelihara, diperjualbelikan maupun dimanfaatkan bagian tubuhnya. Ancaman hukuman memelihara kukang adalah penjara maksimal lima tahun dan denda sebesar Rp 100 juta.

Kukang merupakan primata yang dijuluki malu-malu karena sifat dasar satwa yang ukuran tubuhnya antara 20-30 centimeter ini memang pemalu. Di Indonesia, menurut ekologi dan persebarannya, terdapat tiga jenis kukang. Kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis).

Hidup kukang memang di alam bebas, bukan sebagai satwa peliharaan. Foto: YIARI

Berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature), kukang jawa masuk dalam status Kritis (Critically Endangered/CR) atau satu langkah menuju kepunahan di alam. Sementara kukang sumatera dan kukang kalimantan statusnya adalah Rentan (Vulnerable/VU) atau tiga langkah menuju kepunahan di alam.

Di alam, kukang memakan serangga dan madu pada bunga, tanpa membuat kerusakan. Fungsinya untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam sangatlah penting. Selain ditangkap untuk dijadikan binatang peliharaan, karena dianggap lucu, keberadaan kukang pun kerap diburu. Ini karena adanya mitos di masyarakat yang menjadikan kukang sebagai tumbal untuk pembangunan jalan atau jembatan.

Bukan satwa peliharaan

Penelitian yang dilakukan oleh Nafisatul Ulfa dan Mirzan Adi Wibowo dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor di Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) menunjukkan adanya potensi zoonosis yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia atau sebaliknya yang ditemukan pada kukang. Salah satu penyakit yang dapat menular ke manusia adalah cacingan.

Jumlah cacing yang cukup tinggi ini ditemukan dari hasil pemeriksaan feses (kotoran) kukang. Cacing yang ditemukan merupakan genus nematoda (cacing gilik) dan cestoda (cacing pipih). Penularan penyakit cacing dari satwa ke manusia ini dapat terjadi melalui telur yang tertelan maupun yang terhirup manusia. Atau, melalui kontak langsung ataupun melalui telur yang berada di tanah, buah, air, hingga pakaian.

Telur cacing ini dapat hidup dua bulan hingga dua tahun dalam lingkungan yang kondusif kelembaban, iklim, dan suhunya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,