,

Akhirnya, Pak Guru Musdin Serahkan Orangutan Peliharaannya

Musdin, Guru Sekolah Menengah Pertama di Kuala Mandor B, Kabupaten Kubu Raya, akhirnya menyerahkan orangutan peliharaannya kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat.

Kepo, orangutan betina yang diperkirakan berusia tujuh tahun tersebut, dibawa dengan kendaraan pribadi Musdin ke kantor BKSDA Kalimantan Barat, Jalan A Yani Pontianak. “Diserahkan Sabtu (10/10/15). Tetapi buayanya belum, masih terkendala mencari lokasi penempatan,” ujar Kepala Satuan Polisi Keutanan BKSDA Kalimantan Barat, Azmadi, Senin (12/10/15).

Dalam berita acara penyerahan disebutkan, Musdin telah memelihara orangutan tersebut selama enam atau tujuh tahun. Kepo didapat dari warga di Kabupaten Ketapang. Melihat kondisi Kepo, Musdin tergerak untuk memeliharanya. “Dia mengaku tidak dibeli, tetapi memberikan sejumlah uang sebagai pengganti makan,” tambahnya.

Sementara itu, seekor buaya yang telah dipelihara Musdin selama 13 tahun, menurut BKSDA Kalbar, merupakan buaya muara atau Crocodylus porosus, bukan buaya senyulong seperti perkiraan awal. Jika dilepasliarkan di alam, kata Azmadi, harus di daerah yang benar-benar jauh dari permukiman manusia. Konflik buaya dan manusia, sering berakhir dengan matinya buaya karena dianggap meresahkan masyarakat. Maka, petugas memerlukan koordinasi lebih lanjut.

Musdin sendiri merantai Kepo di bagian leher. Pasalnya, tali saja tidak cukup. Makin lama Kepo makin kuat. Kepo tidak dibuatkan kandang, dia dibiarkan berayun di bagian luar rumah Musdin. Kepo diberi makan susu formula, nasi, dan buah-buahan. Dari tingkahnya, Kepo tampak tidak asing dengan manusia. Bahkan, Kepo membuat bunyi-bunyian dengan mulutnya. Kepo juga bereaksi ketika disodori apapun.

Azmadi mengatakan, penyerahan Kepo kepada BKSDA Kalimantan Barat harus diapresiasi. Sebelumnya, petugas BKSDA kesulitan mengevakuasi orangutan dan buaya peliharaan Musdin tersebut. Musdin menolak petugas mengambil hewan piaraannya itu, namun berjanji akan menyerahkan sendiri kepada BKSDA. “Memang kami mengutamakan pendekatan sosial untuk menyelamatkan satwa liar dilindungi ini,” tambah Azmadi.

Pukul 17.00 WIB, Kepo langsung dipindahkan ke pusat rehabilitasi dan konservasi orangutan di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI). Lokasinya di Kecamatan Sungai Awan Kabupaten Ketapang. Adi Irawan, Field Manager YIARI Ketapang yang akan membawa Kepo. Adi mengatakan informasi mengenai Kepo yang dimilikinya masih minim. Namun hasil pemeriksaan sementara, Kepo dinyatakan sehat dan siap untuk dibawa ke Ketapang.

“Kepo akan mendapatkan pemeriksaan menyeluruh di YIARI Ketapang,” katanya. Pemeriksaan Kepo nantinya termasuk memeriksa morfologi tulang. Lantaran, Kepo selama bertahun dirantai oleh pemiliknya.

Data BKSDA Kalbar hingga September 2015 menunjukkan, sudah 23 individu orangutan yang berhasil diselamatkan. Enam diantaranya direhabilitasi di Kobus Sintang, sebuah yayasan penyelamatan dan konservasi Orangutan sedang sisanya di YIARI Ketapang.

Kepo bergelantungan di bawah atap sebuah bangunan menyerupai garasi terbuka dengan leher terbelit rantai besi saat berada di rumah Musdin. Foto: Andi Fachrizal

Rencana aksi

Sejalan dengan penyelamatan orangutan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia, Dinas Perkebunan Kalimantan Barat telah membangun kesepakatan mengenai Bentang Alam Orangutan, pada 30 September 2015.

“Tujuannya adalah menyelaraskan upaya yang telah dilaksanakan oleh para pihak dengan Strategi Rencana Aksi Konservasi Orangutan 2007- 2017,” kata Heribertus Suciadi, Humas YIARI Ketapang.  Kegiatan ini mempertemukan pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan berbagai pihak yang menjalankan program konservasi orangutan.

”Sebagian besar habitat orangutan berada di luar daerah konservasi. Di Kalbar, orangutan yang berada di area konservasi hanya 30% sementara 70% berada di luar kawasan,” ungkap Tantyo Bangun, Ketua YIARI. Ini berakibat terjadinya konflik antara manusia dengan orangutan. Data YIARI menunjukkan, dari  2009 hingga 2015, konflik terus meningkat. Untuk 2015 hingga September, YIARI sudah menyelamatkan 19 individu orangutan.

Sri Windaryati, dari Dinas Perkebunan Kalimantan Barat mengatakan, untuk mencegah konflik dengan orangutan, perkebunan sawit harus membuat pengelolaan habitat orangutan di kawasan Nilai Konservasi Tinggi atau High Conservation Value. Selain itu, perusahan juga wajib merestorasi habitat orangutan yang terdegradasi dan membuat penghalang atau barrier. Misal, pembuatan daerah penyangga, parit pembatas, jaring kanopi, jalan patroli atau kombinasi yang ada.

”Saat ini, Dinas Perkebunan Kalimantan Barat tengah menyusun peraturan perundangan tentang konservasi dan mewajibkan perkebunan kelapa sawit untuk menerapkan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan,” jelas Sri.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,