, ,

Kabar Gembira dari Tesso Nilo, Satu Bayi Gajah Baru Lahir…

Kabar bahagia datang dari Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Pada Rabu (1/6/16), gajah Sumatera, Lisa,  melahirkan bayi dengan selamat dan sehat.

Sebelumnya, di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), juga lahir tiga bayi gajah sehat. Dengan peningkatan populasi gajah Sumatera di taman nasional wilayah Sumatera  ini, diharapkan mampu menekan keterancaman satwa langka ini.

Kelahiran bayi Lisa di Flying Squad, ini sudah kali ketiga. Sebelumnya 2007 dan 2011. Bayi ketiga ini lahir normal  dengan perawatan dibantu tim dokter hewan Tesso Nilo. “Alhamdulillah, kami kembali kedatangan tamu baru penguhuni Taman Nasional Tesso Nilo,” kata Didin Hardoyo, Humas TNTN.

Dia mengatakan, pemantauan induk dan bayi 24 jam penuh. Nutrisi seperti vitamin dan makanan sehat terus diberikan. Induk dan bayi diperiksa bergantian.

Dengan kelahiran ini, bertambah gajah tim Flying Squad. Saat ini, jumlah gajah berhasil jinak plus baru lahir ada tujuh, dan pejantan tiga.

Selama ini, katanya, Lisa  ikut tim patroli Flying Squad menjaga TNTN, dari perburuan satwa liar dan illegal logging.

  

Sang bayi, membuntutui si ibu, sesaat setelah melahirkan. Foto: Ayat S Karokaro
Sang bayi, membuntutui si ibu, sesaat setelah melahirkan. Foto: Ayat S Karokaro

Konflik gajah dan manusia

Didin mengatakan, konflik gajah dan manusia masih terjadi di Tesso Nilo. Habitat gajah rusak hingga mereka muncul ke perkebunan dan perkampungan sekitar taman nasional. “Sebenarnya bukan kesalahan gajah liar. Secara turun temurun, mereka sudah memiliki wilayah jelajah sendiri, yang berubah lahan jadi kebun sawit dan perkampungan. Konflik terjadi, manusia membunuh baik menembak, menombak, maupun menjerat.”

Warga sekitar taman nasional, katanya, masih banyak tak tahu, membunuh atau menjerat gajah apalagi mengambil gading melanggar UU Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE).

Kondisi ini, katanya, makin memburuk, saat habitat hancur, dan pemburu membunuh serta mengambil gading.

Dengan ada patroli Flying Squad, Tesso Nilo, ucap Didin, diharapkan bisa menekan konflik, dan mampu membantu tim patroli menjaga kawasan dari pemburu dan pelaku pembalakan liar.

Si imut yang baru lahir. Foto: Ayat S Karokaro
Si imut yang baru lahir. Foto: Ayat S Karokaro

Jaga habitat

Senada dikatakan Kuswandono, Kepala Bidang Teknis Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL). Untuk gajah dengan badan besar, wilayah jelajah juga luas. Konsekuensinya, perlu rumah atau hutan lebih luas.

Untuk itu, katanya, salah satu alasan TNGL sebagai hutan konservasi, karena ada harimau, orangutan, badak dan gajah yang memerlukan habitat luas.

“Dari pemantauan BBTNGL, gajah Sumatera, populasi termonitoring sekitar 190. “Kami bahagia, karena di Tesso Nilo lahir lagi gajah di tengah perburuan dan konflik dengan manusia tinggi,”  ucap Kuswandono.

Dia mengatakan, di beberapa wilayah TNGL, masih ada daerah penyangga berupa hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan produksi terbatas. Namun, beberapa kawasan TNGL langsung berbatasan dengan wilayah masyarakat atau masuk areal penggunaan lain (APL) hingga dalam mengelola menjadi tantangan tersendiri.

Untuk melindungi hutan konservasi sebagai kantong terakhir pelestarian ekosistem, katanya, tak bisa dilakukan sendiri TNGL, TNTN, maupun taman nasional lain di Indonesia. “Harus ada dukungan pemerintah daerah, politisi lokal, dan masyarakat sekitar.”

Lisa, dan bayinya. Foto: Ayat S Karokaro
Lisa, dan bayinya. Foto: Ayat S Karokaro
Lisa sedang minum dan main air. Foto: Ayat S Karokaro
Lisa sedang minum dan main air. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,