Sumatera Selatan Punya Perda Karhutlah. Tahukah Pegiat Lingkungan Hidup?

Ternyata, Sumatera Selatan (Sumsel) telah memiliki peraturan daerah (perda) tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutlah). Perda No.8 Tahun 2016 ini, sudah dikeluarkan Pemerintah Sumsel pada 21 April 2016. Namun, tidak satu pun organisasi atau pegiat lingkungan hidup yang dilibatkan dalam proses penyusunan perda tersebut.

“Wah, apa sudah ada? Saya baru mendengarnya. Mendengarnya saja baru ini, jelaslah kami tidak dilibatkan dalam proses penyusunan atau diajak diskusi menyusun perda tersebut,” kata Sudarto Marelo, Ketua Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumatera Selatan, Senin (18/07/2016).

“Ah, masak sudah ada? Kami, Walhi atau khususnya Walhi Sumsel, sama sekali tidak pernah diajak diskusi atau membahas soal perda tersebut. Ingin tahu juga bagaimana isi perda tersebut,” kata Mualimin Pardi Dahlan, Anggota Dewan Nasional Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia).

Pernyataan senada dikatakan Aidil Fitri, Direktur Eksekutif Hutan Kita Institute (HaKI). “Kami tahu ada perda tersebut, tapi belum pernah membacanya. Kami tidak pernah diajak untuk mendiskusikan atau merumuskan perda tersebut.”

Menurut informasi yang didapatkan Mongabay Indonesia di DPRD Sumsel, proses pengesahan perda tersebut hanya berlangsung dua pekan. “Saya tidak tahu apakah terjadi proses uji publik,” kata sumber tersebut.

Lahan gambut yang kedalamannya hingga 6 meter di Kkawasan Konservasi Plasma Nutfah Sepucuk, Kayuagung, OKI, Sumsel, ini terjaga selama kemarau, karena ditanami jelutung. Foto: Taufik Wijaya

Peneliti kena hukum

Perda No.8 Tahun 2016 ini terdiri 10 bab dan 20 pasal. Salah satu pasal yang menarik perhatian yakni Pasal 17 terkait dengan ketentuan pidana. Pasal 17 ayat (1);  “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 8, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)”.

Ayat (2) menyebutkan “Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.”

Pada Pasal 18, “Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 (tertulis 18), setiap orang atau badan hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menimbulkan kebakaran hutan dan/atau lahan serta kerusakan lingkungan hidup, diancam pidana sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Yang menarik lainnya dari perda ini, yakni larangan para peneliti, pecinta alam memasuki kawasan hutan negara, area konsesi, perkebunan selama musim kemarau seperti sekarang ini. Mereka boleh masuk jika mendapatkan izin dari pihak perusahaan atau pemerintah. Jika tidak ada izin mereka pun terancam denda Rp50 juta atau dihukum kurungan enam bulan.

Pasal 4, “Setiap orang yang melakukan aktivitas/kegiatan, seperti perkemahan, penelitian, pecinta alam dan sebagainya, di dalam kawasan hutan negara, kawasan hutan area konsesi, kawasan perkebunan, lahan milik masyarakat harus mendapat izin dari pihak perusahaan, pemilik lahan atau aparat pemerintah terdekat yang berwenang terutama pada musim kemarau.”

Tingkat rawan areal terbakar tahun 2015. Peta: Dinas Kehutanan Sumsel

Kemarau datang

Terkait kemarau yang telah melanda sebagian besar Sumatera Selatan, Najib Asmani, Sekretaris Gerakan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutlah) Sumsel dalam Rapat Koordinasi Karhutlah Sumsel di Bappeda, Jum’at (15/07/2016), sebelumnya menyatakan selama awal Juli 2016, telah dilakukan berbagai penanggulangan kebakaran di sejumlah titik, sehingga kebakaran teratasi dan tidak meluas. Misalnya, kebakaran di wilayah perbatasan PT. Bumi Mekar Hijau (BMH) dengan SM Padang Sugihan pada 5 Juli 2016 lalu. “Polisi telah memproses enam pelaku karhutlah, dan satu pelaku di Kabupaten Muba sudah ditahan.”

Menurut Najib, hingga pertengahan Juli 2016, titik panas tidak sebanyak di bulan yang sama tahun 2015. Tahun lalu sebanyak 229 titik dan sekarang 76 titik, yang sebagian besar ada di lahan mineral. “Dibutuhkan persiapan matang menghadapi ancaman kebakaran tahun ini. Minimnya titik panas mungkin karena musim kemarau ini masih ada hujan. Namun jika selama 20 hari tidak turun hujan, bukan tidak mungkin akan banyak muncul titik panas.”

PERDA_KARHUTLAH NO.8 TAHUN 2016 SUMSEL

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,