Dana Terus Mengalir, Tetapi Banjir Rancaekek Tetap Hadir

Berulang kali banjir masih menjadi catatan buruk yang terus terjadi di Jalan Raya Bandung – Garut – Tasikmalaya, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tatkala memasuki musim penghujan debit Sungai Cikijing dan Cimande yang berhulu di Kabupaten Sumedang kerap meluap, menggenangi jalan setinggi 40 – 60 sentimeter.

Sejak Rancaekek dikembangkan menjadi industri tahun 1978, kawasan ini seakan tidak pernah lepas dari bencana alam, khususnya banjir. Perubahan kawasan agraris menjadi kawasan industri dianggap telah mengubah kondisi alam maupun norma sosial yang ada di Rancaekek.

Padahal Rancaekek yang berarti rawa (wetland) dari kata ranca dalam Bahasa Sunda berarti rawa, sedangkan ekek berarti sejenis burung cekakak. Sehingga bisa diartikan bahwa Rancaekek merupakan wilayah lahan basah habitat burung tersebut .

Selama kewenangan masalah sungai ada pada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, dibawah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Di tahun 2017, BBWS mengupayakan penanggulangan banjir jangka pendek yaitu dengan melakukan pengerukan guna meningkatkan kapasitas tampung Sungai Cikijing dan Cimande.

Kepala BBWS Yudha Wediana, di Bandung, Rabu (22/03/2017), mengatakan perihal upaya – upaya pengendalian banjir masih menghadapi sejumlah kendala. Salah satu permasalahannya adalah pembebebasan tanah. Sampai saat ini belum jelas soal penetapan harga dengan masyarakat di sekitar Sungai Cikijing.

Sehingga, pihaknya, hanya baru akan melakukan normalisasi yang sifatnya sementara dan darurat. Seperti pengerukan sedimentasi di sepanjang 250 meter ke hulu dan 500 meter ke hilir dari jembatan yang terletak di Jalan Raya Rancaekek.

 

 

Yuda menyebutkan, buruknya sistem drainase menjadi sebab elevasi sungai tidak bisa tertampung dengan optimal. Alhasil air menggenangi ruas jalan.

BBWS Citarum sendiri telah melakukan rapat bersama Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VI dalam rangka membongkar drainase dan cross drain yang ada di Sungai Cikijing dan Cimande.

Tetapi, beberapa bangunan pabrik tekstil yang menutup permukaan sungai juga belum sepenuhnya dibongkar, kendati kondisi tersebut memicu terjadinya banjir.

“Kami akan terus mengupayakan normalisasi sungai terlebih dulu sebagai langkah jangka pendek. Kedepan masih dibicarakan mengenai langkah panjang untuk meminimalisir banjir,” kata dia, saat ditemui seusai memperingati hari air, di Teras Cikapundung, Jalan Babakan Silawangi, Kota Bandung.

Berdasarkan pantauan Mongabay, di kawasan Rancaekek telah terjadi  penyusutan lahan sawah dalam skala besar, meski Mongabay belum mendapatkan data dari dinas terkait. Namun, diperkirakan kondisi tersebut cenderung mengalami peningkatan seiring pembangunan di wilayah tersebut.

Alih fungsi lahan pertanian memang sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga bakal beralih fungsi secara progresif.

 

Hamparan lahan pertanian warga di Kabupaten Bandung, yang berubah menjadi kolam lumpur hitam dampak limbah pabrik tekstil. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup

 

Menurut warga setempat, Sungai Cikijing dan Sungai Cimande dulunya mengairi Desa Jelegong, Desa Suka Mulya, dan Desa Linggar. Namun, kini disepanjang sepadan sungai telah berdiri bangunan pabrik yang membuat penyempitan aliran sungai. Dan tak jarang aliran sungai dipakai untuk saluran buangan limbah dari kegiatan produksi pabrik.

Pola hidup masyarakat yang kian konsumtif dan tidak toleran terhadap lingkungan menjadikan Sungai Cikijing dan Sungai Cimande kian menyempit dan dangkal. Selain menambah kontaminasi air, hal itu menjadi penyebab  banjir akibat tingginya volume air yang tidak tertampung oleh kedua sungai.

Begitu juga dengan kondisi yang terjadi dihulu daerah aliran sungai (DAS). Jawa barat memiliki 41 DAS, rata – rata kondisinya masuk kategori kritis dan sangat kritis. Salah satunya DAS Citarum dengan luas lahan kritis mencapai 26.022 hektare. Menurut data BBWS Citarum, hulu sungai yang berasal dari Gunung Wayang  ini mengalami degradasi fungsi konservasi cukup besar.

 

Penanganan Banjir

Sebelumnya,  Polda Jabar, melakukan rapat koordinasi antar intasi pemerintahan perihal penanganan Banjir. Rapat dipimpin langsung oleh Wakapolda Jabar, Brigjen Pol. Bambang Purwanto. Pada rapat tersebut, Bambang  menuturkan perlu langkah nyata untuk menyelesaikan persoalan banjir yang selalu terjadi disaat musim penghujan.

Dia mengatakan banjir di Jalan Raya Bandung – Garut – Tasikmalaya, khususnya di Kilometer 23 di Kawasan Rancaekek menimbulkan kemacetan parah sepanjang 5 kilometer dengan waktu tempuh selama 15 jam.

Padahal genangan air hanya sepanjang 300 meter di tiga titik cekungan. Namun, ketinggian air mencapai 60 sentimeter sulit untuk dilewati kendaraan bermotor. Saat meninjau langsung ke lapangan, Bambang menemukan bangunan – bangunan pabrik yang menghambat saluran drainase seperti pembangunan jembatan tanpa izin.

 

Sekda Jabar, Iwa Kartiwa (kiri), Wakapolda Jabar Brigjen Pol Bambang Purwanto (tengah) dan Kepala Bina Maraga, Sugiarto (kanan) dalam rapat koodinasi penanganan banjir Rancaekek di Markas Polda Jabar, Bandung, beberapa waktu lalu. Rapat membahas penanganan banjir di daerah Rancaekek yang sering terjadi setiap musim penghujan. Foto : Donny Iqbal

 

Selain itu, temuan lain di lapangan adalah adanya pembuangan limbah cair yang dilakukan pabrik dengan memanfaatkan genangan air. Dia tidak mengetahui secara pasti cairan tersebut apakah memang sudah diolah atau belum, namun limbah itu dibuang begitu saja dalam jumlah cukup besar.

Melalui Diskrimsus, Polda jabar sudah melakukan penindakanpada Juni 2013 lalu. Dengan tindak pidana pembangunan jembatan tanpa izin seseuai peraturan UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Namun, pengadilan memvonis putusan bebas murni.

Padahal, kenyataannya banyak bangunan pabrik didirikan diatas permukaan Sungai Cikijing. Awalnya lebar Sungai Cikijing  14 meter tetapi ketika melewati bangunan tersebut mengalami penyempitan hingga air melimpas ke jalan. Untuk itu pihaknya merekomendasikan normaliasi Sungai Cikijing Dan Cimande harus segera dilakukan.

“Pemerintah pusat dan provinsi daerah mesti memberikan perhatian lebih terhadap persoalan ini. Jika tidak demikian, maka masalahnya tidak akan pernah selesai. Apalagi bila melihat dampak kerugian yang mesti ditanggung oleh semua pihak, juga menyangkut citra Jawa Barat sendiri,” kata Bambang di Kantor Polda Jabar.

Ditempat yang sama, Seketeris Daerah Jabar, Iwa kartiwa mengatakan, penanganan banjir Rancaekek masuk dalam Rencana Aksi Multipihak Implementasi  Pekerjaan 2016 – 2018. Pada tahapan rencana tersebut, Iwa menjelaskan ihwal metode pendekatan secara struktural dan non struktural.

Dana APBN pun dialirkan pemerintah pusat untuk mengatasi banjir di Kawasan Rancaekek. Dalam waktu dekat pembangunan struktural akan segera dilakukan diantaranya perbaikan drainase  dengan dana Rp8 miliar, serta normalisasi Sungai Cikijing dan Cimande Rp92 miliar. Normaliasi juga akan dilaksanakan di Sungai keruk dan Citarik sebagai muara dari 2 sungai tadi dengan alokasi anggaran Rp70 miliar.

 

Kendaraan menerobos genangan air akibat meluapnya Sungai Cikijing di kawasan industri di Desa Andir, Rancaekek, Kabupaten Bandung, Selasa (1/11/2016). Foto : Thody Badai

 

Selain menormalisasi, Sungai Cikijing yang melintasi kawasan PT Kahatex juga akan direvitalisasi. Terkait pembebasan lahan, Iwa mengatakan kewenangannya ada pada BBWS Citarum dan sudah dialokasikan dana sebesar Rp200 miliar.

Dari program non struktural, akan dibuatkan sumur imbuhan komunal dengan alokasi dana Rp4 miliar. Untuk proyek pengerjaannya diserahkan ke Pemkab Sumedang serta Pemkab Bandung, dan ditargetkan selesai tahun ini.

“Diharapkan pendeketan model struktural dan non struktural bisa mulai berjalan. Namun yang lebih penting adalah pengendalian tata ruang. Pembangunan 2 model yang segera akan dirampungkan  tidak akan ada artinya jika pengendalian tata ruang tidak turut dilakukan,” kata dia.

Iwa menerangkan, apabila semua elemen bersinergi baik dari pusat, provinsi, daerah, termasuk masyarakat diharapkan akhir 2018 permasalahan banjir di kawasan Rancaekek tuntas.

 

Belum Terlaksana

Pernyataan berbeda justru disampaikan Manejer Umum PT Kahetex, Luddy Sutedja. Menurutnya, langkah BBWS Citarum dalam menormalisasi Sungai Cikijing pelebaranya menjadi 14 meter dengan sepadan sungai 10 meter belum pernah dilakukan. Pasalnya, PT Kahatex memiliki lahan seluas 20 hekater tapi belum pernah diajak komunikasi.

Terkait pembongkaran bangunan pabrik, dia mengaku sudah mengetahui gambaran dari rencana tersebut. BBWS Citarum, lanjut dia, akan membongkar bangunan dari titik jembatan sampai ke hilir sepanjang 6,7 kilometer.

“Pak Jusuf Kalla sudah pernah turun ke Kahatex, kemarin juga Pak Wagub bilang tidak bisa berjanji akan tuntas 2018. Padahal dana sudah turun dan jumlahnya besar. Sekarang tinggal action-nya saja, jika normaliasi hilir dilakukan mungkin banjir tidak akan terjadi lagi,” kata dia.

 

Balthasar Kambuaya, Menteri LH saat itu tengah meninjau sungai yang berwarna hitam karena tercemar limbah pabrik di Kabupaten Bandung, Jabar pada Mei 2014. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup

 

Luddy menegaskan kawasan industri di Rancaekek luasnya mencapai 200 hektare, tetapi tidak diimbangi dengan saluran air yang memadai. Dia juga mengungkapkan bahwa air muncul dari saluran air masyarakat dan industri yang tidak tertampung di drainase. Jadi air limpasannya akan menggenangi di 3 titik yang memang merupakan wilayah cekungan.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,