Bantuan Kapal Kembali Bergulir Tahun Ini, Nelayan Kecil Jadi Prioritas

Walau dihantui kegagalan mencapai target produksi, program bantuan kapal untuk nelayan di seluruh Indonesia kembali dilanjutkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pada 2017, kapal yang akan dibangun jumlahnya mencapai 1.068 unit dengan spesifikasi kapal perikanan dengan beragam ukuran.

Untuk keperluan itu, KKP sengaja menggelontorkan anggaran sebesar Rp467 miliar untuk membangun 449 unit kapal berukuran di bawah 5 gross ton (GT), 498 unit kapal 5 GT, 92 unit kapal berukuran 10 GT, 3 unit kapal berukuran 20 GT, dan 20 unit kapal berukuran 30 GT.

“Selain itu, anggaran tersebut juga untuk membangun kapal 3 unit berukuran 100 GT dan 3 unit kapal berukuran 120 GT,” ungkap Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja di Jakarta, pekan ini.

(baca : Bantuan 3.450 Kapal KKP Bisa Saja Gagal. Kenapa?)

 

 

Bersamaan dengan program bantuan kapal, Sjarief menyatakan, KKP juga melaksanakan program pemberian bantuan alat perikanan tangkap (API) sejumlah 2.990 paket kepada para pemilik kapal dan nelayan. Bantuan tersebut, akan menghabiskan dana sebesar Rp79 miliar yang diperuntukkan bagi pembuatan alat tangkap.

Adapun, Sjarief menjelaskan, untuk alat tangkap tersebut, nantinya akan terdiri dari 59 spesifikasi gillnet, 2 spesifikasi trammelnet, 3 spesifikasi rawai hanyut, 3 spesifikasi rawai dasar, 5 spesifikasi bubu, 1 spesifikasi pancing tonda, 1 spesifikasi pole and line, dan 15 spesifikasi handline. Untuk melengkapi kedua bantuan tersebut, akan disiapkan juga bengkel di 20 pelabuhan yang ada.

“Tujuannya, adalah untuk mempermudah nelayan memperbaiki mesin kapal mereka,” tutur dia.

Tentang bantuan alat tangkap, Sjarief mengungkapkan, itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta mengoptimalkan sumber daya perikanan tangkap. Dia mengklaim, sejak moratorium kapal asing diberlakukan dan pemberantasan IUU Fishing dilaksanakan serta pelarangan alat tangkap tidak ramah lingkungan, potensi perikanan mengalami peningkatan.

“Bantuan alat tangkap diberikan untuk mendukung bantuan kapal yang bertujuan untuk  mencapai kedaulatan pangan laut serta untuk mencapai Indonesia sebagai poros maritim dunia,” ucap dia.

(baca : Akhir Tahun Ini, KKP Bagikan 3.450 Kapal untuk Nelayan)

 

Nelayan luar wilayah bisa leluasa memasuki perairan Wakatobi karena memiliki izin dari provinsi. Oleh nelayan setempat disebut kapal pelingkar karena penggunaan jaring yang ditebar secara melingkar dan teknologi yang lebih baik dari nelayan lokal. Foto : Wahyu Chandra

 

Berdayakan Nelayan Kecil

Berkaitan dengan banyaknya bantuan kapal untuk kapal berukuran 30 GT ke bawah, Sjarief menjelaskan bahwa itu sudah menjadi prosedur dan kebijakan yang ditempuh saat ini. Menurut dia KKP saat ini lebih memprioritaskan nelayan kecil yang menggunakan kapal berukuran 30 GT ke bawah.

“Kalau diperbanyak ukuran 30 GT ke atas, kita tidak bisa memberdayakan nelayan kecil. Padahal, sekarang kita ingin memberdayakan nelayan kecil agar mampu memanfaatkan sumber daya ikan yang berlimpah,” sebut dia.

“Kita ingin melakukan revitalisasi armada penangkapan ikan nasional. Nah, kita ingin berpihak kepada nelayan-nelayan kecil sehingga mereka punya kapasitas yang sama untuk ke laut, memiliki alat tangkap yang baik, sehingga bisa mendapatkan hasil yang baik,” tambah dia.

Mengingat bantuan kapal yang diberikan adalah bentuk hibah dari Pemerintah, maka Sjarief meyakinkan bahwa kapal-kapal tersebut tidak diberikan dengan melalui transaksi jual beli. Akan tetapi, kapal-kapal tersebut diberikan hanya dengan melengkapi dokumen yang diperlukan seperti data diri dan kelompok nelayan.

Tak hanya itu, Sjarief menyatakan, belajar dari program serupa yang dinilai gagal pada kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya, para penerima bantuan kapal akan mendapatkan pendampingan secara teknis dan teoretis. Tujuannya, agar para penerima bantuan bisa meningkatkan produksi perikanan Indonesia dapat tercapai.

“Kita harus pertimbangkan jenis kapal yang cocok untuk mereka. Oleh karena itu, kita undang mereka datang untuk uji coba, dilihat dulu. Coba dulu baru beli. Mereka harus cek semua dulu, setelah rapi, baru kita mengadakan,” kata dia.

(baca : 4.000 Kapal Dibagikan kepada Nelayan Pada 2015-2016)

 

Nelayan bersiap dalam kapal yang sedang merapat di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta pada awal Desember 2015. Nelayan merupakan profesi yang riskan akan kecelakaan dan kematian, sehingga pemerintah berupaya memberikan asuransi nelayan. Foto : Jay Fajar

 

Sjarief menambahkan, karena pertimbangan kebutuhan nelayan, KKP sudah melakukan identifikasi spesifikasi desain kapal berdasarkan karakteristik perairan, kearifan lokal dan kebutuhan nelayan calon penerima bantuan. Bahkan kata dia, di Cilacap dilakukan uji coba contoh kapal sesuai dengan kebutuhan nelayan.

“Di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap beberapa waktu lalu dilaksanakan itu. Banyak nelayan yang hadir, dari Pangandaran, Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, nelayan pesisir barat dan Maluku,” papar dia.

Agar tidak terjadi kesalahan seperti pada tahun-tahun sebelumnya, Sjarief memastikan bahwa calon penerima bantuan akan terlibat dalam proses pengadaan bantuan sarana penangkapan ikan ini. Keterlibatan itu dimulai saat perencanaan, pembangunan dan pengawasan pembangunan hingga mendatangkan calon penerima ke galangan kapal untuk menentukan langsung kapal bantuan.

“Sasarannya agar ketika kapal diserahkan, mereka juga sudah siap melaut. Untuk itu, kita juga beri bantuan perizinan. Kita secara paralel juga bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk membantu supaya perizinan bisa turun saat kapal diserahkan,” papar dia.

 

Lelang Terbuka untuk Semua Bantuan

Sementara, Direktur Kapal dan Alat Penangkap Ikan KKP Agus Suherman menjelaskan, proses pengadaan kapal perikanan dan alat penangkapan ikan akan menggunakan mekanisme pelelangan umum dan e-katalog yang bekerja sama dengan lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah (LKPP).

Cara tersebut dilakukan, agar bantuan bisa berjalan dengan mengedepankan transparansi, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi. Proses tersebut dilakukan secara terbuka untuk semua galangan kapal nasional baik milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta dapat berpartisipasi.

“E-katalog adalah sebuah metode pengadaan di mana kapal-kapal yang setipe atau satu jenis yang sama dapat dipesan banyak, misalnya sampai 40 kapal atau 400 kapal. Kita bisa memesan seperti kita memesan mobil, memesan motor, dan sebagainya,” ujar dia.

Agus menjelaskan, dari 200 galangan kapal yang akan bekerjasama dalam bantuan tersebut, LKPP menyeleksinya hingga hanya 60 galangan saja. Adapun, ke-60 galangan tersebut ditugaskan untuk membangun kapal perikanan berbahan fiberglass yang laik laut, laik tangkap dan laik simpan sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan.

“Serta memperhatikan kearifan lokal dan penyerahan yang tepat waktu,” tandas dia

 

Nelayan melakukan bongkar muat ikan hasil tangkapan, termasuk ikan tuna di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta pada akhir November 2015. Foto : Jay Fajar

 

Terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kemaritiman untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan, KKP harus melakukan evaluasi menyeluruh program bantuan kapal untuk nelayan. Hal itu, untuk mencegah program tersebut mengalami kegagalan seperti program bantuan kapal inka mina di periode KKP sebelumnya.

“Agar tidak mangkrak, maka harus evaluasi total. Apalagi, bantuan kapal sangat dibutuhkan oleh nelayan yang tidak memiliki kemampuan untuk mengoperasikannya,” tutur dia.

Mengingat masih ada potensi kegagalan untuk program bantuan yang digulirkan pada 2016, Halim meminta KKP untuk melaksanakan moratorium bantuan kapal pada 2017 ini. Tujuannya, agar program bantuan tersebut ke depan harus dilakukan dulu kajian mendalam dan sasarannya seperti apa saat ada di lapangan.

“Harus ada kajian partifisipatif mengenai sasaran pembangunan kapal hingga sebaran penerima bantuan,” ucap dia.

Tak hanya karena itu, Halim menilai, program bantuan kapal bisa sukses juga karena KKP harus menjalin hubungan yang harmonis dengan Kementerian Perhubungan berkaitan dengan perizinan pendaftaran kapal dan juga hal lainnya. “Harus ada hubungan yang sinergi,” sebut dia.

Terakhir, Halim mengingatkan, KKP harus memperbaiki pelaksanakan program bantuan kapal dengan memberikan pelatihan pengoperasian kapal melalui pemanfaatan teknologi mutakhir di bidang penangkapan ikan. Dengan demikian, aktivitas melaut bisa lebih efisien dan mengurangi resiko kecelakaan kerja.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,