Mengenal Nyamuk, dari Pembawa Petaka hingga Pengendali

 

 

Belum 15 menit berada di teras rumah saya di salah satu kompleks pemukiman di Makassar, puluhan nyamuk sudah menempel di betis. Ya, nyamuk. Saat mereka terbang di sekitar kepala, suaranya dengung membuat seseorang hendak teriak.

Serangga ini menjadi salah satu pembunuh terbaik di muka bumi. Menyuntikkan bermacam penyakit, dari mulai demam biasa, demam berdarah, malaria, kaki gajah, hingga zika.

Beragam penangkal nyamuk pun dibuat dari berbagai bahan kimia: dengan semprotan, oles kulit, atau pula anti nyamuk bakar. Tameng lain, pakai jaring di setiap saluran udara dan menggantung kelambu saat tidur.

Tiap waktu, kita berupaya menaklukan mahluk kecil itu. Saya bahkan mencoba memelototi televisi di akhir pekan. Iklan pembasmi nyamuk selalu saja muncul. National Geographic pada Agustus 2016 mempublikasikan, ada 3.500 spesies nyamuk berhasil teridentifikasi. Ada ratusan menghisap darah manusia, termasuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus pembawa zika. Beberapa spesias lain, termasuk Ae.aegypti penyerang yang sulit ditaklukkan.

Di Indonesia checklist pada 1981 dan ditemukan lebih 400 spesies nyamuk tersebar di seluruh wilayah. Bahkan hampir tak berjarak. Di halaman rumah,  aliran got, wadah plastik, di penutup botol, di belakang lemari pendingin, di bak mandi–yang jarang dibersihkan, hingga di talangan dispenser.

Mari memandang nyamuk dengan saksama. Mahluk kecil yang kadang-kadang begitu tak berdaya ketika ditangkap, adalah salah satu jenis serangga menawan. Setiap spesies memiliki ciri sendiri. Ada yang memiliki sayap berwarna cokelat, ada yang perut bergaris putih, atau pula berbintik.

Perhatikan kembali. Ketika nyamuk hinggap di kulit. Dia akan berjalan-jalan, meneliti permukaan. Lalu pelan-pelan memperbaiki posisi. Probosis (serupa belalai),  kemudian diarahkan ke titik pilihan, lalu ditancapkan. Kadang-kadang, ia seperti bergetar mengangkat belalai, lalu dimasukkan kembali. Berulang kali. Lalu terdiam.

Tiba-tiba, dalam hitungan beberapa detik–tak sampai semenit- perut mulai mengembang. Warna jadi merah. Darah kita sudah berpindah ke kantungnya. Cepat sekali.

Peneliti Nyamuk dari Fakultan MIPA, Jurusan Biologi Universitas Hasanuddin, Syahribulan mengatakan, probosis itu sangat steril. Perumpamaan, seperti tangan yang menggunakan kaos lengan panjang. “Jadi ketika, nyamuk terbang dan tidak menghisap darah. Probosis itu tertutup. Kalau nyamuk hinggap di kulit dan akan menghisap makanan (darah) maka kaos digulung naik. Begitu setelah menghisap, probosis akan tertutup kembali,” kata Bulan, panggilan akrab Syahribulan.

 

Jentik nyamuk Toxorhynchites, predator untuk jentik lainnya. Foto: Eko Rusdianto

 

Di Sulawesi Selatan, kata Syahribulan, penelitian mengenai nyamuk masih sangat minim. Tahun 2010, penelitian di Dusun Ciniayo Kecamatan Biringbulu dan Desa Pabentengang Kecamatan Bontolepmangan Kabupaten Gowa, menemukan 13 jenis nyamuk. Masing-masing; Aedes aegypti, Ae. scutellaris, Ae. stegomyia, Ae. sp1, Ae. sp2, Ae. sp3, Armigeres sp, Culex lutzia, Culex pipiens quenquefasciatus, Cx.pseudomallei, Toxorhynchites sp, Triteroides sp, dan Uranotaenia sp.

Kemudian tahun 2016, Mila Karmila dkk, mahasiswa jurusan Biologi Universitas Hasanuddin mencatat di lingkungan kampus sendiri ditemukan 16 jenis. Masing-masing; Anophles subpictus Grassi, An. indefinitus Ludlow, An. vagus Donitz, An. barbirotris Van de Wulp, An. Nigerrimus Giles, Culex tritaeniorynchus Giles, Cx. Visnhui Theobald, Cx. gelidus Theobald, Cx. bitaeniorynchus Giles, Cx. fuscocephalus Theobald, Cx. pipiens fatigans Say, Aedes albopictus Skuse, Ae. aegypti Linnaeus, Ae. vigilax Skuse, Mansonia uniformis Theobald dan Ma. bonneae Edwards.

Mendapati nama-nama ilmiah nyamuk ini, saya benar-benar tercengang. Apakah semua nyamuk menghisap darah manusia? Jawabannya tidak semua.

Mengapa nyamuk memerlukan darah? “Untuk mematangkan telurnya. Karena nyamuk membutuhkan protein tinggi dan darah manusia menjadi salah satu sumber yang baik,” kata Bulan.

Rosichon Ubaidillah, pakar serangga dari Pusat Penelitian Biologi,  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga Ketua Tim Validator Riset Khusus Vektora 2017 menyatakan, ketika nyamuk menghisap darah manusia, ia meletakka dalam kantong khusus dalam perut. Sementara batch telur berada di sisi lain.

“Nanti ketika nyamuk akan bertelur maka darah itu untuk proses pematangan,” katanya.

“Dari sini, nyamuk akan mengatur anakan melalui telur. Apakah akan menghasilkan betina atau jantan.”

Nyamuk betinalah yang menghisap darah. Nyamuk jantan hanya makan cairan tumbuhan. Meski demikian, nyamuk betina pun makan cairan tumbuhan. Dalam sekali kawin, untuk jenis Ae. Aegypti proses bertelurnya rata-rata bisa sekali dalam tiga sampai lima hari. Tergantung pasokan darah yang didapatkan. Di alam, rentang hidup nyamuk bisa mencapai satu bulan. Dalam pemeliharaan untuk penelitian dalam wadah tertentu, nyamuk Ae. aegypti mampu hidup hingga tiga bulan–dengan pasokan makanan rutin.

Proses metamorfosis nyamuk pun sangat cepat. Saat nyamuk betina sudah mematangkan telur akan meletakkan beberapa di pinggiran air. Beberapa waktu kemudian, telur menetas dan menghasilan larva atau jentik dalam air. Di air ini, memakan beberapa lumut dan nutrien. Si induk kemudian terbang, tak perlu lagi memberi makan.

Beberapa hari kemudian, jentik pun menjadi pupa, perlahan menetas dan jadi nyamuk dewasa. Proses dari telur jadi nyamuk dewasa sekitar satu minggu.  Nyamuk dewasa baru, biasa akan terlihat “mengambang” di permukaan air.

Nyamuk, jantan dewasa dan betina secara kasat mata terlihat sama. Bila ditelisik lebih dekat tampak nyamuk jantan memiliki antena dengan rambut-rambut halus sangat banyak (plumose) terlihat seperti sisir. Sedangkan nyamuk betina lebih sedikit. “Saya kira, antena bagi nyamuk  secara umum dan pada betina inilah untuk lebih cepat mendeteksi letak makanan,” katanya.

 

Nyamuk penghisap darah. Foto: Eko Rusdianto

 

 

Menelisik nyamuk

Saya bersama tim Riset Khusus Vektora 2017 di Tompobulu, Kabupaten Maros, dalam pra penelitian mendatangi seratusan rumah penduduk, melihat bak air, dan memperhatikan wadah yang diduga dapat menampung air.

Di salah satu halaman rumah warga, ban bekas tergeletak. Triwibowo, Peneliti Balai Besar Litbang Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Kementerian Kesehatan, mencoba melihat dengan saksama. Dia menyalakan lampu senter. Ada banyak jentik nyamuk bergoyang. “Ini ada banyak. Coba lihat,” katanya. Dengan sedotan kecil, dia menangkap lalu memasukkan ke dalam wadah.

Dari ban bekas itu, kami beralih ke temuan tim lain. Ada dua jentik nyamuk besar. Menyeramkan. Kepala besar dengan ujung meruncing. Badan seperti punya lipatan. Di setiap lipatan itu ada bulu keluar. Warna coklat. Inilah jentik nyamuk Toxorhynchites. Jenis nyamuk besar, tetapi tak menghisap darah manusia.

Jentik nyamuk Toxorhynchites ini adalah predator. Dia memakan jentik nyamuk lain. Cukup rakus. Seorang anggota tim riset memasukkan ke wadah plastik, ikut memasukkan puluhan jentik nyamuk lain. Ketika kami berpindah ke rumah, setengah jam berlalu si predator sudah melumat habis jentik-jentik lain. “Di alam, toxo (Toxorhynchites) bisa menjadi pengendali nyamuk,” kata Triwibowo.

Kami juga bertemu jentik nyamuk jenis Lutzia. “Nah ini Lutzia. Coba perhatikan dia memakan jentik jenis Aedes. Ini jentik predator juga,” kata Triwibowo.

“Bayangkan, hampir tiap tahun, suvei dan sosialisasi pemberantasan sarang nyamuk kita lakukan di berbagai daerah, baik oleh Kementerian Kesehatan maupun Dinas Kesehetan, namun upaya ini belum sepenuhnya berhasil karena membutuhkan dukungan dan kesadaran dan peran serta masyarakat secara langsung.”

 

Riset khusus vektora 2017, mengamati jentik nyamkuk di Tompobulu, Maros, Sulsel. Foto: Eko Rusdianto

 

Di pemukiman pertama, kami memilih bermukim di Batua Raya Makassar, saya juga acuh dengan masalah ini. Hingga anak kami usia satu tahun terserang demam berdarah. Badan panas, suhu sampai 40 derajat. Badan lemas.

Beberapa tahun sebelumnya, adik saya, Indra Bayu, di Kabupaten Luwu, terserang demam berdarah. Mengingat itu, kata Bayu, tulang seperti remuk. Panas dan dingin seperti datang bersamaan. Hidung dan telinga mulai mengeluarkan darah.

Saya berkali-kali menyaksikan program fogging, sistem penyemprotan menggunakan zat kimia untuk membunuh nyamuk dewasa. Hingga empat hari, setelah penyemprotan nyamuk benar-benar hilang. Setelah itu muncul kembali. Rupanya fogging, sepenuhnya membunuh jentik nyamuk.

Bagaimana cara memusnahkan nyamuk? “Tidak bisa,” kata Rosichon Ubaidillah. “Dia hanya bisa dikendalikan. Kita tak bisa memusnahkan nyamuk. Ini terkait ekosistem.”

Beberapa jenis nyamuk, kata Rosichon, bersarang di hutan bakau atau hutan alam lain. Ketika hutan terbuka, nyamuk akan lari ke pemukiman. “Jadi apa hubungannya? Deforestasi, mempercepat proses ketidakseimbangan alam ini,” katanya.

Sekali nyamuk masuk ke rumah, serangga kecil itu tak akan keluar lagi. Dia akan bersembunyi di balik pintu, lipatan gantungan pakaian, atau di bawah tempat tidur. “Jadi ketika kita menyemprot dengan bahan kimia, nyamuk tak mati. Ia akan menghasilkan anakan yang kebal bahan kimia itu,” kata  Rosichon.

Jika bertanya pada beberapa peneliti, nyamuk ini begitu jahat dan menyebarkan penyakit, mereka tersenyum. Nyamuk hanya menjadi penghubung (vektor) dalam membawa beberapa jenis virus. Ae. Aegypti, misal, yang membawa virus dengue dan cikungunya. Anopheles dapat membawa parasit protozoa penyebab penyakit malaria dan cacing filaria penyebab penyakit kaki gajah. Atau Culex yang membawa virus Japanese encephatlitis dan cacing filaria.

Khusus virus Japanese encephatlitis (JE), inilah salah satu penyakit yang berakibat fatal. Penyakit ini ditularkan oleh beberapa jenis nyamuk, terutama Culex tritaeniorhynchus, Culex gelidus dan Culex fuscocephala. Sekitar 9 dari 10 kasus JE terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun.

Umumnya penyakit ini tak menimbulkan gejala atau gejala tak spesifik. Beberapa kasus virus ini mudah berkembang menjadi lebih berat akibat infeksi yang dapat menimbulkan radang otak akut.

Dalam laporan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dan WHO 2006, menjelaskan proses ini. Diawali ketika pertama kali nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus menghisap darah mausia yang menderita demam berdarah. Darah penderita yang mengandung virus masuk dan memperbanyak diri dalam usus nyamuk.

Selanjutnya virus menginveksi ovarium, rongga tubuh, badan lemak, hingga jaringan syaraf nyamuk. Singkatnya virus menginfeksi hampir seluruh anggota tubuh nyamuk sampai pada kelenjar ludah. Proses infeksi ini berlangsung sekitar tujuh hari. “Jika sudah demikian, virus itu dapat diturunkan lagi ke generasi selanjutnya. Jadi nyamuk itu membawa virus selamanya sampai mati,” kata Bulan.

“Jadi ketika seseorang, dalam keadaan imun rendah dan digigit nyamuk Ae. aegypti, virus akan masuk ke dalam pembuluh darah dan menginfeksi manusia.”

Berdasarkan data Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, tahun 2015, penderita demam berdarah di 34 provinsi sebanyak 129.179 orang, dimana 1.240 meninggal dunia.

Sementara laporan Kementerian Kesehatan juga mencatat hingga akhir Januari 2016, kejadian luar biasa (KLB) penyakit yang disebabkan virus dengue, tersebar di 12 kabupaten, tiga kota besar dari 11 provinsi di Indonesia. Masing-masing; Banten, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bali, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Papua Barat, Papua Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Barat.

Sepanjang Januari-Februari 2016, kasus demam berdarah itu tercatat 8.487 orang dengan kematian 108 orang. Korban meninggal rata-rata usia antara 5-14 tahun (43,44%) dan 15-44 tahun (33,25%).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, Asia Fasifik menanggung 75% dari beban dengue–penyebab demam berdarah– di dunia. Indonesia, negara dengan kasus dengue tertinggi di Asia Tenggara.

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,