Pasca Pemekaran Wilayah Kaltara, Luasan Hutan di Kaltim Masuk Zona Merah

Kalimantan Timur terancam kehilangan luasan hutan primer setelah terjadinya pemekaran ke wilayah utara menjadi propinsi baru Kalumantan Utara (Kaltara). Hal ini terjadi karena sebagian hutan primer di Kaltim berada di kawasan Kaltim bagian utara, yakni Malinau dan sekitarnya yang masih berbatas dengan negara Malaysia bagian Sarawak. Namun setelah terbentuknya propinsi baru yakni Kalimantan Utara (Kaltara), hutan Primer Kaltim hanya tersisa sekitar 15 persen.

Sebelum terpisah, hutan yang masih berfungsi baik atau luasan hutan primer secara keseluruhan sekitar 35 persen dari luas wilayah, hal ini dikatakan Direktur Program Tropenbos Internasional Indonesia, Dr Petrus Gunarso, saat ditemui di Kawasan Bukit Bangkirai Balikpapan beberapa bulan lalu.

“Sebelum Kaltim dan Kaltara berpisah, hutan yang masih berfungsi baik sekitar 35 persen dari luas wilayah. Setelah berpisah, hutan yang berfungsi baik di Kaltim tersisa 15 persen dari luas wilayah. Sebaliknya, di Kaltara hutan yang bergfungsi baik menjadi sekitar 69 persen dari luas wilayah. 15 persen hutan primer milik Kaltim itupun mayoritas berada di daerah yang berbatasan dengan Kaltara,” ujar Direktur Program Tropenbos Internasional Indonesia, Dr Petrus Gunarso.

Ia menjelaskan, hutan yang berfungsi baik atau undisturbed forest adalah hutan primer dengan tutupan hutan yang berfungsi baik sebagai ekosistem. Petrus mengatakan, untuk menentukan hutan primer, indikator yang digunakan adalah tutupan kerapatan hutan. Dia mengatakan hutan yang berfungsi baik adalah hutan yang tidak ada jeda pembukaan lahan. “Misalnya tidak ada jalan logging dan tidak ada tanah terbuka,” katanya.

Kawasan hutan berbeda dengan undisturbed forest. Secara umum disebutkan, kawasan hutan di Kaltim memang mencapai 75 persen. Tapi kawasan hutan yang dimaksud bisa saja bukan hutan. Petrus menambahkan, secara umum, penyebab kerusakan hutan di Kaltim adalah pengelolaan hutan yang tidak lestari, pembukaan lahan untuk tambang, kebun kelapa sawit dan infrastruktrur.

Dengan sisa 15 persen hutan primer di Kaltim, disimpulkan kondisi hutan primer di Kaltim masuk dalam zona merah berdasarkan UU No.41/1999 tentang Kehutanan. Dalam UU tersebut, diwajibkan setiap daerah memiliki minimal 30 persen hutan primer.

Sangat disesalkan pendekatan pembagian wilayah saat ini hanya menggunakan pendekatan batas administratif, tanpa mempertimbangkan bentang alam. Ditambahkan petrus,  pembagian wilayah provinsi di Indonesia menggunakan pendekatan bentang alam karena pertimbangan satu kesatuan ekosistem.

Petrus mengatakan, kehilangan hutan primer meningkatkan kerawanan bencana alam seperti longsor, banjir dan kekeringan. Tidak ada jalan lain kata Petrus selain menghentikan kerusakan hutan primer di Kaltim. Selain itu, upaya rehabilitasi di kawasan hutan primer yang mengalami kerusakan harus segera dilakukan. “Jangan gunakan jumlah pohon, tapi luasan. Kemudian jangan hanya menanam, tapi memelihara,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,