Sebuah perusahaan pertambangan Kanada langsung menyambut gembira rencana pembukaan hutan seluas 1,2 juta hektar di Aceh untuk eksplorasi. Perusahaan bernama East Asia Minerals Corporation (TSX-V:EAS), dalam pernyataan mereka yang dirilis hari Selasa 16 April 203 silam menyatakan mereka akan terlibat secara aktif dalam merevisi rencana tata ruang Propinsi Aceh.
Chief Executive East Asia Minerals, Ed Rochette dalam pernyataannya menyambut gembira rencana kerjasama ini sebagai sebuah “kemajuan yang bagus dan kabar positif bagi bisnis ekstraksi mineral di wilayah ini.”
Rencana ini juga termasuk mengubah sejumlah hutan lindung di propinsi paling barat Indonesia ini menjadi areal industri, termasuk lahan seluas nyaris satu juta hektar untuk pertambangan, lalu 416.086 hektar lahan untuk penebangan, dan 256.250 hektar untuk perkebunan kelapa sawit.
“Perusahaan ini kini sedang bekerjasama dengan aparat pemerintah di Indonesia dan kami sudah memiliki perwakilan lapangan di Aceh untuk membantu melakukan klasifikasi ulang berbagai zona kehutanan dari ‘hutan lindung’ menjadi ‘hutan produksi’,” demikian pernyataan yang disampaikan oleh East Asia Minerals dalam situs mereka saat mengumumkan rencana pembukaan area pertambangan emas di Miwah. “Setelah proses klasifikasi ulang ini dilakukan, maka pihak perusahaan akan melanjutkan dengan proses pengeboran untuk mengeksplorasi sumber daya alam di Miwah.”
Namun rencana ini tentu saja mengundang sejumlah kekhawatiran akan potensi kerusakan alam yang terjadi di wilayah Aceh, termasuk sejumlah habitat orangutan, gajah Sumatera, harimau Sumatera, dan badak Sumatera.
“Hutan Aceh memiliki peran sangat penting bagi ketahanan pangan, mengatur aliran air saat di musim penghujan dan musim panas untuk irigasi persawahan dan tanaman lainnya,” seperti disampaikan dalam sebuah deklarasi yang diterbitkan dalam pertemuan tahunan Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC) yang digelar di Aceh bulan Maret 2013 silam.
Kelompok ini, yang merupakan asosiasi pakar konservasi tropis terbesar juga menyampaikan bahwa rencana perubahan tata ruang hutan hujan tropis di Aceh ini akan berpotensi menimbulkan konflik horizontal di dalam masyarakat. Namun pihak pemerintah tetap berkilah, bahwa rencana revisi tata ruang ini akan membawa investasi lebih besar ke Aceh dan mendorong produksi komoditi industri.
Secara terpisah, Direktur Sumatran Orangutan Conservation Programme, Ian Singleton menyatakan bahwa ini adalah kabar yang sangat menyedihkan, seperti dilansir oleh Sydney Morning Herald. “Pertambangan dan perkebunan kelapa sawit umumnya beroperasi di hutan dataran rendah yang menjadi habitat harimau Sumatera, orangutan dan gajah Sumatera,” ungkap Ian.
East Asia Minerals adalah perusahaan yang berbasis di Vancouver, Kanada dan memiliki pertambangan emas, perak dan tembaga di Aceh dan Sulawesi Utara. Pada tahun 2011 perusahaan ini membeli setengah dari program Carbon Conservation, sebuah proyek karbon yang berupaya mengumpulkan dana dari kredit karbon lewat skema REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) sebelum kondisi keuangan di benua Amerika memburuk.
Nilai kapitalisasi pasar perusahaan East Asia Minerals mengalami penurunan sangat jauh tahun ini, yaitu sekitar 18 juta dollar pada 16 April 2013, setelah sebelumnya mencatat rekor tertinggi di nilai 48 juta dollar pada bulan Mei 2012 silam.