Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) sebagai salah satu implementasi moratorium kehutanan telah mengalami revisi keenam kalinya. Pada peta revisi keenam yang disahkan Menteri Kehutanan pada 13 Mei 2014, ada pengurangan luas kawasan hutan yang dimoratorium sebesar 575.809 hektar.
Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kemenhut Yuyu Rahayu dalam seminar tentang moratorium yang digelar Walhi di Jakarta pada Rabu kemarin (25/06) mengatakan perubahan luasan tersebut karena berbagai hal, antara lain karena pemutakhiran dan perkembangan data, laporan hasil survey dan konfirmasi perizinan.
Total berkurangnya 575.809 hektar kawasan hutan yang dimoratorium, terdiri dari berkurang sebanyak 81.615 hektar karena pemutakhiran data tata ruang wilayah, berkurang seluas 196.484 hektar karena perkembangan data pemanfaatan, penggunaan dan perubahan kawasan hutan sebelum terbitnya Inpres moratorium No.10/2010 , termasuk yang telah habis masa berlakunya.
Kawasan hutan yang dimoratorium juga berkurang sebanyak 198.790 hektar dari laporan hasil survey hutan alam dan lahan gambut, dan berkurang seluas 118.197 hektar dari konfirmasi perizinan, tetapi bertambah sebanyak 19.277 hektar dari perkembangan data bidang tanah yang terbit sebelum Inpres 10/2010.
Sementara menurut kriteria lahannya, moratorium pada kawasan hutan bertambah menjadi 90.397 hektar, tetapi berkurang 630.248 hektar dari lahan gambut, dan 35.958 hektar dari hutan primer. Sehingga total luas kawasan hutan primer dan gambut yang dimoratorium pada Peta PIPIB VI menjadi 64.125.478 hektar dibandingkan seluas 64.701.287 hektar pada Peta PIPIB V.
Yuyu mengatakan revisi peta PIPIB selama ini memperhatikan empat hal yaitu hasil survey lapangan yang baru, perkembangan tata ruang, data dan informasi penutupan lahan terkini, serta masukan dari masyarakat.
Bila memang terdapat perbedaan peta PIPIB dengan kondisi di lapangan, maka akan dilakukan pengecekan lapangan yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian untu lahan gambut, dan Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan, dengan melibatkan Dinas Kabupaten yang membidangi kehutanan dan Perguruan Tinggi yang mempunyai disiplin ilmu di bidang kehutanan untuk kawasan hutan.
Meski ada perubahan luasan hutan, Yuyu menegaskan moratorium masih menjadi salah satu senjata guna menghadang laju deforestasi Indonesia.
Pada kesempatan yang sama Musri Nauli,Direktur Walhi Jambi dan Arie Rompas, Direktur Walhi Kalimantan Tengah mengatakan moratorium kehutanan belum efektif menghentikan laju deforestasi dan konflik lahan di lapangan, meski moratorium cukup mampu meredam laju deforestasi hutan.
Musri Nauli mengatakan sumber daya alam masih menjadi modal utama dalam pembiayaan partai politik di Jambi. Tercatat 22 persen luas daratan Jambi atau seluas satu juta hektar dari luas 4,9 juta hektar telah dikuasai oleh 406 konsesi pertambangan. Hingga tahun 2012, Walhi mencatat ada 1,1 juta hektar yang dialokasikan untuk pertambangan. Penguasaan kawasan hutan mengakibatkan 95 konflik yang terjadi di 8 kabupaten di Jambi.
Walhi juga mencatat sebanyak 1.06 juta hektar kawasan hutan yan g dimoratorium, berada sebanyak 93 persen di kawasan konservasi dan sekitar 7 persen di wilayah hutan produksi.
Sedangkan Arie Rompas mengatakan 78 persen atau 12,8 juta hektar dari 15,35 hektar daratan di Kalteng sudah dikuasai oleh konsesi yang terdiri dari 4,1 juta hektar kebun sawit, 3,8 juta hektar pertambangan dan 4,8 juta hektar IUPHKA/ Hutan Tanaman.
Walhi juga mencatat ada 352 izin perkebunan di Kalteng yang sudah operasional maupun yang belum, dengan 86 perizinan telah bersih dan jelas.
Arie mengatakan moratorium akan efektif bila dilakukan review perizinan dan penegakan hukum, pengakuan wilayah kelola rakyat dan penyelesaian konflik lahan.
Sayang sekali Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto dan Mendagri Gamawan Fauzi yang diundang ke acara tersebut, tidak dapat hadir untuk menjelaskan berbagai hal tentang moratorium hutan.