, ,

Siapa Membiarkan Kebakaran Hutan Riau Selama 17 Tahun?

Hari Rabu (26/11/2014) pukul 13.00, terlihat kesibukan yang tidak seperti biasanya di Bandar Udara Sultan Syarif Qasim II Pekanbaru, Riau.  Di ruangan VVIP bandara, terlihat puluhan orang, termasuk  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya, Plt Gubernur Riau Arsyaddjuliandi Rahchman dan Muspida. Mereka memang sedang menunggu Presiden Joko Widodo yang akan datang melakukan kunjungan kerja ke Riau.

Sekitar 10 menit kemudian, burung besi pesawat kepresidenan RI berwarna biru terlihat kecil di udara. Puluhan orang dari ruangan VVIP kemudian bergerak ke areal terbuka di landasan untuk menyambut Presiden Jokowi.

Di bagian belakang kerumunan penyambut tersambut, di barisan tepisah paling terakhir di dekat gedung, terlihat tiga petinggi lembaga swadaya masyarakat (LSM). merekalah yang sebenarnya mengundang Presiden Joko Widodo.

Ketiga pimpinan LSM tadi terus tersenyum sumringah sejak dikabarkan pesawat kepresidenan take off dari Bengkulu menuju Pekanbaru. Senyum itu mungkin dikarenakan hasil usaha keras sebulan lamanya mereka menyebar petisi dan “memborbardir” akun twitter Jokowi di sosial media yang meminta Sang Presiden #blusukanasap mencari akar masalah dan menyelesaikan kebakaran hutan di Riau, akhirnya terwujud Rabu, 26/11/2014.

Petisi itu sendiri ditulis oleh Abdul Manan, warga Sungai Tohor, Kepulauan Meranti, Riau yang mengajak Jokowi mengunjungi desanya yang terdampak kebakaran hutan parah. Petisi yang disebarluaskan melalui platform Change.org itu kemudian didukung oleh tiga LSM yaitu WALHI Nasional, Yayasan Perspektif Baru dan Greenpeace. Hingga hingga pekan lalu sedikitnya 27 ribu orang telah memberikan dukungan “Jokowi blusukan asap” melalui change.org.

Menghadirkan Jokowi ke Riau untuk blusukan asap bukanlah pekerjaan gampang selain karena kesibukan sebagai presiden yang harus mengurusi banyak hal, namun undangan blusukan asap ini disiarkan pada saat kebakaran hutan telah berakhir bahkan telah masuk musim hujan.

Kendala lain yang lebih kuat adalah tentangan dari pihak perusahaan yang selama ini disorot karena kegiatan konversi gambut menjadi tanaman monokultur sebagai salah satu akar masalah kebakaran di Riau.

Woro Supartinah, Wakil Koordinator Jaringan Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mengatakan banyak yang unik terjadi sehari sebelum kedatangan Jokowi. Misalkan saat Menteri KLHK meminta beberapa orang dari LSM untuk turut hadir dalam menyambut Jokowi di VIP lounge bandara, ternyata kartu tanda pengenal yang dikeluarkan Pemprov Riau sudah habis.

Informasi yang diterima Mongabay, habisnya kartu tanda pengenal ini sempat diprotes keras oleh Asisten Menteri KLHK beberapa jam sebelum Jokowi landing. Waktu itu Asisten Menteri marah ke Pemprov yang mengatakan kartu tanda pengenal telah habis dan ternyata banyak diberikan kepada pengusaha bubur kertas.

“Ya kita minta izin buat sendiri dan alhamdulillah diakui ketika screening oleh Paspampres,” ujar Woro yang dihubungi Senin (01/12/2014) siang.

Selama kunjungan Jokowi ke Riau pekan lalu, memang diakui Woro yang paling mencolok adalah kehadiran pengusaha bubur kertas yang hilir-mudik di dalam bandara. Dia mensinyalir kehadiran mereka tidak terlepas dari rute yang ingin ditinjau Jokowi dari atas yakni konsesi perusahaan akasia yang masih aktif merusak ekosistem gambut di Pulau Padang.

“Bisa saja itu yang menjadi concern mereka. Sementara di Sungai Tohor itu juga ada perusahaan sagu dan akasia. Mereka khawatir kunjungan ini berdampak pada mereka,” ujarnya.

Hal serupa juga dirasakan Teguh Surya, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia yang menilai keberadaan orang-orang perusahaan diberi tempat berlebihan oleh Pemprov Riau. Bahkan ketika Presiden Jokowi mendarat, pejabat-pejabat korporasi ini ikut berbaris di bagian paling depan penyambutan.

“Perusahaan diberikan privilege berlebihan sebagai humas pemprov yang sebenarnya mereka itu orang yang hari ini (dalam hal kebakaran hutan) menjadi masalah,” kata Teguh.

Blusukan Tertunda

Setelah sampai dan beristirahat di Ruang VVIP bandara Pekanbaru, pukul 14.10 presiden dan rombangan bergerak ke landasan pacu untuk naik ke Helikopter Puma dan Helikopter Bell yang akan membawa rombongan ke lokasi. Tiga helikopter itu kemudian terbang ke Sungai Tohor.  Namun baru sampai diatas Desa Zamrud, Kecamatan Siak Indrapura, Kabupaten Siak, Riau, heli Puma dan dua heli Bell lainnya terpaksa kembali ke Pekanbaru karena adanya awan hitam cukup tebal.

“Nah di sinilah kejadian menariknya, di mana (orang-orang) perusahaan yang ada di (ruangan) VVIP bersorak gembira ketika Jokowi gagal melanjutkan perjalanan ke Sei Tohor dan kembali ke Pekanbaru. Hal tersebut khan bisa menggambarkan dengan sangat jelas bahwa ada pihak yang mengatur berbagai hambatan yang dialami selain cuaca (untuk) membatalkan blusukan,” ujar Teguh yang dihubungi pada Senin (02/12/2014).

Di luar gedung bandara, banyak terdapat orang-orang dari perusahaan. Di antara mereka tampak seorang pria memakai kemeja batik motif daun berwarna coklat putih yang merupakan pejabat menengah PR perusahaan bubur kertas. Di dadanya terdapat papan tanda pengenal bercap stempel Pemprov Riau dan bertuliskan humas. Ketika ia berada di belakang barisan wartawan di pintu masuk, tiba-tiba ia berseru tertahan, “Pasar bawah, pasar bawah.”

Pasar bawah adalah agenda tambahan atau bahkan agenda alternatif jika Sungai Tohor batal dikunjungi. Agenda ini telah disiapkan secara matang oleh Pemprov Riau untuk dikunjungi Presiden Jokowi dan rombongan. Bahkan Pemprov Riau telah terlebih dahulu blusukan tiga hari sebelum Jokowi datang.

“Kendala” lain dalam mengawal agenda blusukan asap adalah dua seat heli yang sudah disiapkan Menteri KLH untuk Direktur Eksekutif WALHI Nasional Abetnego Tarigan dan Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting ternyata sudah diisi oleh orang lain.

“Dari kejadian ini kami berpikirnya bahwa ini ada yang mendesain,” ujar Woro dari Jikalahari.

Terlepas dari kejadian tersebut, blusukan asap berhasil dilakukan. Jokowi dan rombongan mendarat di Sungai Tohor pada hari Kamis (27/11/2014) pagi. Di Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Jokowi secara simbolis menancapkan kayu untuk menutup kanal sebagai solusi kebakaran hutan gambut yang telah berlangsung selama 17 tahun terakhir.

“Betul, kemarin sudah saya perintahkan ke Menteri Kehutanan. Lahan gambut tidak bisa diremehkan, harus dilindungi karena merupakan ekosistem, dan bukan hanya gambut dalam saja yang harus dilindungi, namun seluruh areal gambut.” ujarnya.

Dalam praktik umumnya, pembuatan kanal di lahan gambut bertujuan untuk mengeringkan gambut agar dapat ditanami. Kanal inilah penyebab gambut kering dan rusak dan menjadikannya sangat rentan terbakar pada saat musim kering. Penutupan kanal adalah salah satu solusi untuk kembali membasahi lahan gambut agar tidak mudah terbakar.

Presiden Jokowi didampingi Abdul Manan dan masyarakat Desa Sei Tohor, Pulau Tebing Tinggi, Riau. secara simbolis menutup dam kanal air untuk melindungi lahan gambut dari kebakaran hutan. Tebing Tinggi merupakan penghasil sagu terbesar di Indonesia. Foto : Ardiles rante / Greenpeace
Presiden Jokowi didampingi Abdul Manan dan masyarakat Desa Sei Tohor, Pulau Tebing Tinggi, Riau. secara simbolis menutup dam kanal air untuk melindungi lahan gambut dari kebakaran hutan. Tebing Tinggi merupakan penghasil sagu terbesar di Indonesia. Foto : Ardiles rante / Greenpeace

“Pembangunan (sekat) kanal yang diinisiasi oleh masyarakat sangat bagus dan harus dipermanenkan. Yang paling baik memang diberikan kepada masyarakat untuk diolah menjadi lahan sagu. Yang dikelola oleh masyarakat biasanya ramah terhadap ekosistem tetapi jika diberikan kepada perusahaan akan menjadi monokultur seperti akasia dan kelapa sawit,” ujar Jokowi sesaat setelah secara simbolis menutup dam air.

Sementara itu di Pekanbaru sesaat sebelum meninggalkan Bandara, Jokowi juga memerintahkan menteri terkait mengevaluasi izin perusahaan yang berada di lahan gambut yang berpotensi merusak ekosistem.

“Perusahaan-perusahaan yang mengkonversi gambut menjadi tanaman-tanaman monokultur tadi, sudah saya sampaikan ke Ibu Menteri Kehutanan agar ditinjau kembali. Kalau memang itu justru merusak ekosistem mengganggu ekosistem gara-gara tanaman monokultur. Jadi memang harus diputuskan. Cek lapangan lalu diputuskan,” katanya.

Rencana aksi yang juga harus dilakukan pemerintah adalah menangkap pelaku yang menyuruh masyarakat membakar hutan yang selama ini dibiarkan. Terhadap perusahaan Jokowi meminta aturan dijalankan secara tegas.

“Tangkap pelaku yang menyuruh masyarakat bakar hutan dan rusak hutan, tangkap semua. Selama ini ada pembiaran. Korporasi harus ditegaskan. Dengan korporasi harus tegas. Jangan ada toleransi lagi. Masa kita biarkan bisnis berpesta menjarah SDA (sumberdaya alam) Indonesia, kita diam saja. Tegas dalam pemberian ijin, tidak ada toleransi, lakukan penegakan hukum,” kata Jokowi.

Dampak dari blusukan ini, Menteri KLHK Siti Nurbaya bergerak cepat merespon arahan presiden dengan mengkaji pencabutan izin hutan tanaman industri (HTI) akasia PT Lestari Unggul Makmur (LUM) yang beroperasi di lahan gambut di Desa Sungai Tohor.

“Soal izin perusahaan itu jelas mengganggu, kita akan batalkan dan alihkan menjadi hutan desa,” ujar Siti Nurbaya seperti dikutip media online KONTAN.

Presiden Jokowi kala memberikan bantuan dana untuk membuat sekat kanal kepada warga Desa Sungai Tohor. Dana diterima oleh Abdul Manan, selaku pembuat petisi yang meminta Presiden blusukan ke desa mereka. Foto: Indra Nugraha
Presiden Jokowi kala memberikan bantuan dana untuk membuat sekat kanal kepada warga Desa Sungai Tohor. Dana diterima oleh Abdul Manan, selaku pembuat petisi yang meminta Presiden blusukan ke desa mereka. Foto: Indra Nugraha

Sebagaimana diberitakan PT LUM telah mendapat izin HTI akasia di Sungai Tohor sejak tahun 2007. Perusahaan tersebut membuat kanal di hamparan gambut yang melewati Desa Sungai Tohor pada tahun 2009.

Namun karena protes masyarakat yang didukung oleh surat dari Bupati Kepulauan Meranti agar Menteri Kehutanan meninjau kembali izin tersebut hingga sekarang perusahaan belum menanam akasia. Namun ketika itu tidak ada respon dari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Seperti kata Jokowi ke media di Pekanbaru pada hari pertama blusukan, dirinya datang ke Sungai Tohor untuk memberikan harapan kepada rakyat bahwa mereka diperhatikan dan tidak diabaikan dan pemerintah hadir menyelesaikan masalah mereka.

Pertanyaannya, kemana pemerintah pusat dan pemprov Riau negara selama ini menangani kebakaran hutan di Riau?

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,