Ratusan warga dari empat desa yakni Larangan, Mojomulyo, Karangawen dan Tambakrono, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada Rabu (04/03/2015) mengantar lima warga dari dua Kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang yang menggugat surat keputusan Bupati Pati nomor 660.1/4767 tentang izin lingkungan pembangunan pabrik semen dan penambangan batu gamping dan batu lempung di Kabupaten Pati oleh PT. Sahabat Mulia Saksi (SMS).
Warga membawa spanduk diantaranya bertuliskan “batalkan izin lingkungan PT SMS dan tolak pabrik semen”. Mereka juga membawa hasil pertanian seperti jagung, padi dan singkong, serta melakukan orasi damai dan menggelar teatrikal.
“Aksi ini terpaksa kami lakukan, karena sejak tahun 2010 upaya kami untuk bertemu Bupati Pati dan menyampaikan penolakan pendirian pabrik semen tidak pernah bisa,” kata Gunretno, koordinator aksi tersebut.
Selama ini warga di Pati Selatan berharap kebijakan yang membawa kebajikan bagi rakyat kawasan Kendeng Utara. Bupati Pati, Haryanto, telah mengeluarkan surat ijin lingkungan pada tanggal 8 Desember 2014 nomor 660.1/4767 tahun 2014, walaupun banyak persoalan di sekitarnya.
“Pemerintah tidak menghitung ribuan warga yang melakukan aksi unjuk rasa pada sidang Amdal tanggal 3 September 2014 di Hotel Pati sebagai suara rakyat Kendeng yang menolak rencana pendirian pabrik semen di wilayahnya,” kata Gunretno.
Selain itu menurutnya, warga yang menggelar aksi bukan asal berteriak, tetapi memiliki dasar kuat bahwa kehidupan normal mereka akan terpengaruh sangat besar dengan keberadaan pabrik semen. Keharmonisan masyarakat rusak karena adanya warga pro dan kontra pembangunan pabrik semen. Keputusan yang dikeluarkan Bupati Pati jelas tidak sejalan dengan pemerintahan Joko widodo dan Jusuf Kalla yang ingin menjadikan pertanian sebagai industri strategis untuk pembangunan Indonesia.
“Ketika Jokowi serang memperkuat pengelolaan pertanian, lahan subur penghasil tanaman pangan di Pati Selatan malah ingin diubah menjadi pabrik semen oleh Bupati Pati,” tambahnya.
Gunretno menjelaskan, perlu diketahui, lahan seluas 180 hektar untuk tapak pabrik adalah lahan produktif milik warga empat desa yaitu Larangan, Mojomulyo, Karangawen dan Tambakromo. Rencana penambangan batu kapur adalah lahan milik Perhutani yang selama ini digarap masyarakat untuk sandaran hidup mereka.
Perubahan Perda Tata Ruang Wilayah yang berakhir pada tahun 2007 oleh Pemkab Peti merupakan preseden buruk, karena wilayah Kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tambakromo sebagai kawasan pertanian, diubah menjadi kawasan pertambangan dan industri.
Meski bakal lokasi tambang tidak masuk kawasan bentang alam kars (KBAK) Sukolilo, tetapi wilayah itu memiliki ciri-ciri dan sifat bebatuan penyusun yang sama dengan kawasan yang telah di tetapkan menjadi kawasan karst Sukolilo.
“Perlu dilakukan pengkajian ulang apakah benar calon lokasi batu gamping tersebut tidak merupakan bentang alam karst. Kami JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng) menolak terbitnya izin lingkungan karena hanya mempertimbangan syarat administrasi tanpa mempertimbangkan kondisi lingkungan dan aspirasi masyarakat,” kata Gunretno.
Sementara itu, Zainal Arifin selaku kuasa hukum warga dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mengatakan, terkait gugatan warga sudah diterima panitera PTUN Semarang dengan nomor register perkara 015/G/2015/PTUN SMG.
“Perjuangan dan proses gugatan di PTUN masih panjang. Jika berani gugat, harus siap berjuang dan mengawal proses PTUN sampai selesai,” kata Zainal kepada warga. “Siap!,” jawab warga serentak.
Dalam berkas gugatan, para penggugat mengajukan alasan karena keputusan Bupati Pati bertentangan dengan Undang-undang No.26/2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah No.26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Keputusan Menteri ESDM No. 0398 K/40/MEM/2005 tentang Penetapan Kawasan Karst Sukolilo dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.16/2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Selain itu, keputusan Bupati Pati terdapat kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan atau pemalsuan data, dokumen dan atau informasi seperti fakta sebaran lokasi gua di lapangan. Berdasarkan penelitian JMPPK bersama Acintyacunyata Speleogical Club (ASC) Yogyakarta ditemukan 30 gua, 110 mata air dan 9 ponor, sementara dalam Amdal perusahaan hanya menyebutkan 10 gua, 29 mata air dan 3 ponor.
Dalam pokok perkara, warga memohon agar majelis hakim mengabulkan gugatan para penggugat, menyatakan batal dan tidak sah surat keputusan Bupati Pati nomor 660.1/4767 tahun 2014, mewajibkan tergugat mencabut surat keputusan Bupati Pati dan menghukum tergugat untuk membayar biaya yang timbul karena perkara ini.
“Dalam penundaan, warga memohon majelis hakim terkait surat keputusan Bupati pati untuk ditangguhkan/ditunda pelaksanaanya sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” tertulis dalam gugatan.