,

Tiga Beruang Ditangkap Di Riau, Satu Mati Ditombak

Seekor beruang (Helarctos malayanus) mati setelah ditombak warga Dusun Huta Baru, Desa Menaming, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, pada Senin (09/03/2015). Di hari yang sama di Kabupaten Pelalawan, dua ekor beruang lainnya berhasil ditangkap hidup oleh petugas Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Riau di sebuah konsesi kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan.

Pada pertengahan Februari lalu, seekor beruang madu juga merangsek ke pemukiman warga di Kota Pekanbaru. Setelah dilakukan pembiusan akhirnya sang beruang dapat ditangkap.

Kepala Balai BKSDA Riau, Kemal Amas mengatakan, beruang betina dewasa di Rokan Hulu yang tewas ditombak tersebut sudah beberapa hari berkeliaran di sekitar pemukiman warga sehingga dianggap mengancam. Kemudian warga mengepung dengan bersenjatakan tombak dan senjata tajam.

“Karena dianggap mengancam dan membahayakan orang, makanya beruang itu dibunuh,” ujar Kemal yang dihubungi Mongabay pada Selasa (10/3/2015) kemarin.

Meski telah mati, BKSDA tidak berencana mengevakuasi bangkainya. Namun saat ini institusinya sudah mengirim petugas ke lapangan untuk penyelidikan dan membuat berita acara. Penyelidikan yang mungkin akan dilakukan adalah untuk mengetahui sebab-sebab kematian beruang tersebut apakah memang mati dibunuh dengan motif darurat atau keselamatan atau motif lainnya seperti ekonomi.

Sementara itu di hari yang sama, di Desa Kemang Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan, Riau, dua ekor beruang api berhasil ditangkap hidup. Satwa ini kemudian dijebak ke dalam kandang buatan yang telah disiapkan petugas BKSDA di lahan konsesi kebun sawit PT Langgam Inti Hibrindo.

Sebelumnya Balai BKSDA telah menerima laporan dari perusahaan sawit tersebut yang menyatakan bahwa sejak akhir Februari lalu sejumlah pekerja pemanen dikejar-kejar beruang. Setelah menerima laporan tersebut, Balai BKSDA kemudian menyiapkan perangkap besi berukuran 2×3 meter dan tinggi 1,5 meter, yang berhasil menjebak dua beruang  jantan dan betina itu pada pada Senin kemarin.

Proses pemindahan beruang madu ke Kalaweit di Sumatra Barat. Foto: COP
Proses pemindahan beruang madu ke Kalaweit di Sumatra Barat. Foto: COP

“Benar sudah ditangkap. Sekarang mau dilepasliarkan. Hari ini sudah jalan (ke Rimbang Baling). Kenapa di Rimbang Baling, habitatnya SM (swaka margasatwa) untuk konservasi satwa dan kondisinya memungkinkan untuk berkembang biak di situ,” ujar Kemal.

Perambahan

Menurut Kemal maraknya konflik beruang dengan manusia dipicu oleh meningkatnya perambahan hutan atau penebangan liar di kantung-kantung habitat beruang.

“Saat ini habitat beruang semakin kritis. Habitatnya dirusak dan juga ada kebakaran hutan. Mungkini itu yang menyebabkan beruang ini keluar dari habitatnya. Biasanya beruang akan lebih agresif jika tidak di habitat aslinya,” katanya.

Kemal menghimbau jika ada satwa liar seperti beruang masuk ke pemukiman, maka warga bisa menghalaunya kembali ke hutan atau melaporkan kejadiannya kepada BKSDA atau aparat pemerintah lainnya.

Senada dengan Kemal, WWF Riau mengatakan aktivitas manusia yang telah masuk hingga ke kawasan berhutan mempersempit habitat satwa liar. Namun berbeda dengan populasi harimau  dan gajah sumatra yang terancam punah, beruang masih berstatus konservasi rentan dalam daftar merah yang dibuat lembaga pemeringkat konservasi internasional IUCN. Saat ini populasi beruang masih cukup banyak di sejumlah kawasan hutan di Riau. Sejauh ini WWF hanya melakukan riset terhadap harimau dan gajah. Namun riset itu juga menemukan beberapa kawasan itu terdapat keberadaan beruang.

“Perlindungan satwa itu harus menyeluruh. Alih fungsi kawasan hutan terjadi karena penerbitan izin perkebunan, perambahan dan ini trennya dalam jumlah besar. Hal ini mendorong kerusakan habitat, okupasi wilayah menjadi perkebunan makanya mereka keluar. Pemerintah perlu fokus menangani ini agar benar-benar terjaga dan terlindungi,” ujar Humas WWF Riau Syamsidar.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,