, ,

Melasti, Sucikan Bumi Menyambut Nyepi

Pekan ini, sebelum Hari Raya Nyepi, sebagian warga Bali berjalan kaki menuju pantai menyucikan alam. Arak-arakan warga berpakaian adat dominan putih membawa sesaji dan benda-benda yang disucikan. Ritual Melasti, namanya. Mereka membelah kesibukan lalu lintas dalam rute mencari Baruna, sumber tirta atau air suci dalam mitologi Mandaragiri.

Ini juga yang tampak di Denpasar dan sekitar. Mereka ritual Melasti ke Pantai Padanggalak. Parade gamelan, alat-alat sakral, umbul-umbul terlihat semarak dan indah dari desa sampai pantai.

Tiap tahun, Padanggalak menjadi salah satu pesisir paling padat saat Melasti. Tiap desa membagi waktu agar ada tempat duduk menghadap sang Baruna dan menghaturkan puja. Warga terpaksa duduk di atas bebatuan besar, tanggul penahan ombak karena pantai tak cukup aman.

Kadek Suana, warga Badung, mengheningkan diri.  Dia duduk bersila menghadap laut, selat antara Tanjung Benoa dan Pulau Serangan,  hasil reklamasi. Ribuan warga lain bersikap sama. Asana atau duduk bersila untuk laki-laki dan bersimpuh bagi perempuan. Para pemimpin upacara memercikkan tirta sebelum memulai puja.

Suana menggosokkan tangan, mendengarkan aba-aba dari pandita untuk memulai puja. Dia mengangkat kedua tangan sejajar ubun-ubun. Doa-doa dan genta mengalun di sela suara ombak dan desir angin. “Dulu sebelum reklamasi, Pulau Serangan cantik sekali. Jajaran pohon kelapa di tepi pantai, gampang sekali nyari ikan di pesisir,” kata Suana.

Kondisi jauh berbeda setelah reklamasi. “Kami tak mau daerah kami juga begitu,” kata Komang Arsa,  menimpali.

Usai persembahyangan, mereka mengingat kenangan masa remaja. Mencari ikan di Serangan atau bermain perahu di pesisir. Pulau Serangan kini gersang, ditelantarkan investor yang mereklamasi sejak 1990an. Jarak antara Tanjung Benoa dan Serangan hanya beberapa puluh meter. Terlihat jelas dari ujung Tanjung.

“Pantai di Tanjung ini abrasi karena dampak reklamasi Serangan. Lihat, harus dipasang tanggul batu biar tak habis,” kata pria penjaja aneka jasa di pesisir Nusa Dua ini.

Suana dan Arsa berkali-kali tanpa ditanya menyampaikan uneg-uneg tentang rencana reklamasi. “Saya heran, harus bagaimana kami bicara? Pemerintah tak mendengarkan, kami dianggap tidak ada.”

Menjunjung benda sakral menghadap laut Tanjung Benoa, pada ritual Melasti. Foto: Luh De Suriyani
Menjunjung benda sakral menghadap laut Tanjung Benoa, pada ritual Melasti. Foto: Luh De Suriyani

Persembahyangan usai. Puluhan orang bersiap melarung sesaji ke laut. Sebuah replika perahu layar nelayan tradisional digotong beberapa orang menuju bibir selat Tanjung Benoa dan Serangan. Di dalam berisi doa dan pengharapan agar alam senantiasa memberi kesejahteraan. Laut, sang baruna sang  sumber air suci tak berbalik menjadi musibah karena keserakahan manusia.

Desa di tanjung selatan Bali ini memang tergantung laut. Tak hanya secara spiritual juga nyata karena sebagian besar penghasilan dari pesisir. Ada puluhan hotel mewah dan jasa usaha wisata air.

I Nyoman Widia, Kelihan (pimpinan) adat Banjar Tengah, Tanjung Benoa menyebut,  melasti adalah salah satu momen sakral bagaimana hubungan manusia dan laut di Bali begitu saling terkait. Ritual ini selalu mengingatkan warga tentang pentingnya laut yang menjadi halaman depan dan belakang Tanjung Benoa. Untuk itu, dia merasa penolakan rencana reklamasi di Teluk Benoa harus dipegang teguh.

Melasti ini ritual menjelang pergantian tahun baru Saka, ditandai Nyepi di Bali. Saat Nyepi, Bali seperti istirahat sejenak selama 24 jam. Tak boleh ada aktivitas di luar rumah. Dimulai Sabtu, pukul 6.00 sampai Minggu pagi. Seluruh fasilitas publik tutup termasuk bandar udara, pelabuhan, lalu lintas, dan lain-lain.

Hanya kondisi darurat memperbolehkan warga ke luar rumah seperti rumah sakit itu pun harus didampingi petugas keamanan tradisional wilayah atau pecalang.

Kebajikan Nyepi untuk mengistirahatkan bumi ini menjadi inspirasi gerakan World Silent Day (WSD) yang digagas sejumlah lembaga dan masyarakat Bali. Gagasan Hari Hening Sedunia ini diusulkan kepada delegasi negara anggota dan Sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC (Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim), agar diadopsi global. Kampanye sejak 2007, dan 2015, WSD bertepatan dengan Nyepi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,