Pemberantasan Kejahatan Perikanan Berlanjut, 12 Perusahaan Disanksi KKP

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali memberi sanksi kepada perusahaan yang terbukti dan terindikasi melakukan praktik illegal, unreported, unregulated (IUU) Fishing di perairan Indonesia. Sanksi yang diberikan adalah pencabutan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Usaha Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

Ketiga sanksi tersebut telah diberikan kepada empat grup perusahaan perikanan (PT. Benjina, PT. Dwikarya, PT. Mabiru, dan PT. Maritim Timur Jaya), yang beroperasi di Kawasan Timur Indonesia (KTI), dengan total 18 perusahaan. Berdasarkan data resmi KKP, dari 18 perusahaan tersebut, 8 perusahaan resmi dicabut SIUP-nya dan sebanyak 82 kapal dari 12 perusahaan resmi dicabut SIPI dan SIKPI.

KKP menegaskan, perusahaan yang tidak mendapatkan sanksi administrasi berupa pencabutan SIUP dan SIPI/SIKPI, tak berarti akan lepas dari ancaman tersebut. Bila ditemukan pelanggaran baru, SIUP dan SIPI/SIKPI akan langsung ditinjau ulang.

Hasil Anev Jilid II

Selain memberi sanksi 18 perusahaan, KKP juga mengeluarkan sanksi serupa untuk perusahaan lain yang terbukti melakukan IUU Fishing. Sanksi tersebut diberikan setelah KKP melakukan analisis dan evaluasi (anev) lanjutan kasus IUU Fishing.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, di kantornya, Rabu (1/7/2015), menerangkan, berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 56/PERMEN-KP/2014 dan perubahannya Nomor 10/PERMEN-KP/2015 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia, ada 12 perusahaan yang terkena anev dan sanksi administrasi.

12 Perusahaan Terkena Analisis dan Evaluasi Beserta Sanksi Administrasi1.   PT. Sino Indonesia Shunlida Fishing
2.   PT. S & T Mitra Mina Industri
3.   PT. Era Sistem Informasindo
4.   PT. Anugerah Bahari Berkat Abadi
5.   PT. Minatama Mutiara
6.   PT. Ombre Lines
7.   PT. Chindo Zhenyang Mina Anugerah
8.   PT. Sumber Laut Utama
9.   PT. Maju Bersama Jaya
10. PT. Indojurong Fishing Industry
11. PT. Starcki Indonesia
12. PT. Oceans Miramas

Sumber: KKP

“Perusahaan-perusahaan tersebut sudah melalui hasil anev dan kami nyatakan mereka bersalah. Untuk itu mereka diberi sanksi sesuai kesalahannya,” ungkap Susi.

Menurut Susi, perusahaan-perusahaan yang diberi sanksi tersebut memiliki afiliasi dengan perusahaan lainnya.”Ini yang harus ditelusuri lebih jauh. Walau sudah ada urutan lengkapnya, namun belum diketahui dengan detil siapa di belakangnya.”

Afiliasi perusahaan. Sumber: KKP
Afiliasi perusahaan. Sumber: KKP

Dari 12 perusahaan tersebut, KKP mencabut SIUP untuk 4 perusahaan, yakni PT. Sino Indonesia Shunlida Fishing, PT. S&T Mitra Mina Industri, PT. Sumber Laut Utama, dan PT. Maju Bersama Jaya. Kemudian, bersama dengan anev 12 perusahaan tersebut, ada 176 kapal yang ikut menjalani hal serupa.

Menurut Kepala Satgas IUU Fishing Mas Achmad Santosa, sebanyak 52 SIPI/SIKPI dari 8 perusahaan dicabut, 85 SIPI/SIKPI dari 8 perusahaan sudah tidak aktif dan tidak akan diperpanjang, 4 SIPI/SIKPI milik PT. Oceans Miramas dibekukan, dan 9 SIPI/SIKPI milik PT. Oceans Miramas sudah berakhir.

“Untuk 8 (delapan) perusahaan yang SIUP-nya tidak dicabut, ke depan akan terus dievaluasi dan berpeluang dicabut jika kembali melakukan pelanggaran,” ungkapnya.

Dijelaskan Achmad, yang dimaksud pelanggaran, adalah baik perusahaan maupun kapal melanggar 9 (sembilan) kriteria kepatuhan operasional kapal.”Karenanya, ada yang dicabut SIUP dan ada juga yang hanya SIPI/SIKPI saja. Disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.”

Kejahatan harus diberantas

Terkait kebijakan yang dikeluarkan KKP, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim menegaskan bahwa hal ini harus dijadikan momentum untuk menegakkan hukum perikanan di Indonesia.

“Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan yang berada di bawah koordinasi Kementerian Kelautan dan Perikanan harus bekerja sama dengan Penyidik Perwira TNI AL dan/atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melanjutkan proses hukumnya,” jelas Abdul Halim.

Selain lembaga-lembaga tersebut, menurut Abdul Halim, Kejaksaan Agung juga harus dilibatkan dalam pemberantasan kejahatan perikanan dan penegakkan hukum. “Keterlibatan Kejaksaan Agung sangat penting untuk penuntutan (hukum) yang maksimal,” tandasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,