Nelayan Aceh Sambut Baik Penenggelaman Kapal Asing Pencuri Ikan

Nelayan tradisional Provinsi Aceh menyambut baik penenggelaman kapal berbendera Thailand yang dilakukan di perairan Kota Langsa, Selasa (20/10/15).

Zamzami, nelayan di Kuala Langsa mengatakan, kapal asing yang umumnya berasal dari Thailand telah cukup lama menguras laut Aceh dengan pukat harimau. Akibat pencurian tersebut, ekosistem laut, khususnya terumbu karang rusak. “Kami telah melaporkan hal ini, namun baru sekarang penangkapan dilakukan.”

Zamzami mengutarakan, nelayan Aceh akan terus melaporkan kepada penegak hukum jika melihat kapal asing yang masuk ke perairan Aceh. Karena, keberadaan kapal tersebut tidak hanya merugikan negara, tapi juga nelayan lokal. “Mereka masuk Aceh malam hari. Untuk mengelabui petugas, mereka mengganti bendera dan nama kapal sebagaimana nelayan lokal.”

Sekjen Jaringan Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA), Marzuki menuturkan, sebelumnya, pengawasan dan pengamanan wilayah laut Indonesia di perairan Aceh sangat lemah. Akibatnya, pencurian ikan oleh kapal asing sering terjadi, bahkan menggunakan pukat harimau. “Pengawasannya lemah karena nelayan Aceh harus melapor ke Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Belawan, Sumatera Utara. Selain itu, fasilitas pengawasan yang ada di Aceh pun belum memadai.”

Marzuki mengatakan, untuk pengelolaan laut, pemerintah harus belajar dari lembaga adat laut yang telah berdiri jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia. Lembaga adat laut atau Panglima Laot Aceh itu, hingga saat ini masih dijaga oleh nelayan dan aturan yang dikeluarkan oleh Panglima Laot, tidak berani dilanggar oleh nelayan.

Aturan Panglima Laot yang selalu ditaati oleh nelayan seperti hari pantang melaut, yang dalam setahun jika dikalkulasi mencapai dua bulan. “Dalam waktu tersebut, ikan dapat berkembang biak, sementara nelayan bisa berkumpul dengan keluarga. Panglima Laot juga melarang nelayan menangkap ikan dengan cara merusak seperti menggunakan pukat harimau, bom, atau racun.”

Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, pun menyatakan dukungan terhadap penenggelaman sejumlah kapal asing yang melanggar batas wilayah. “Jika yang melanggar batas wilayah dan melakukan illegal fishing ditangkap, sama artinya dengan menjaga wibawa dan kedaulatan negara serta melindungi hak-hak nelayan kita.”

Zaini juga mengatakan, data yang dikeluarkan Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh, setelah Pemerintah Indonesia gencar menangkap kapal asing pencuri ikan, menunjukkan pendapatan nelayan Aceh bertambah. “Nelayan mengaku, hasil tangkapannya meningkat setelah kapal asing tidak lagi mencuri di wilayah tangkapan mereka.”

Komandan Lanal Lhokseumawe, Kol Mar Nasruddin menyebutkan, kapal asing Nomor KM. KHF 1780 yang ditangkap oleh kapal patroli Mabes Airud Zaitun 3014 di perairan Langsa, 26 Maret 2015 itu, tidak dilengkapi dokumen. “Kapal juga memakai alat tangkap tidak ramah lingkungan dan anak buah kapal (ABK) tidak memiliki paspor.”

Anak buah kapal Silver Sea 2 ditangkap di Pulau Weh, Sabang, Aceh karena memasuki perairan Indonesia. Foto: Junaidi Hanafiah

Tolak gugatan Silver Sea 2

Untuk kedua kalinya, Pengadilan Negeri (PN) Sabang menolak gugatan praperadilan yang diajukan nakhoda kapal asal Thailand, Silver Sea 2, Yotin Kuarabiab. Gugatan pertama ditujukan kepada TNI AL, namun majelis hakim menyebutkan gugatan itu salah alamat.

Sementara, gugatan praperadilan kedua yang ditujukan kepada Kementerian Kelauatan dan Perikanan (KKP), Majelis Hakim PN Sabang dalam putusannya, Selasa (20/10/15), menyebut penangkapan kapal yang diduga melakukan illegal transhipment atau alih muatan di tengah laut, tidak melanggar hukum.

Majelis Hakim Noor Ichwan Ikhlas dalam amar putusannya menjelaskan, penangkapan Silver Sea 2 yang dilakukan oleh KRI Teuku Umar pada 13 Agustus 2015 di perairan Sabang, Aceh, tidak melanggar hukum.

“Penangkapan tersebut sah, tidak harus memiliki minimal dua alat bukti, tapi cukup dilakukan dengan menduga awak kapal tersebut memasuki perairan Indonesia. Kejahatan yang dilakukan tersangka merugikan negara dan Bangsa Indonesia.”

Namun begitu, majelis hakim mengabulkan gugatan terhadap penahanan ABK Silver Sea 2 di Pangkalan TNI Sabang. “Penggugat dan ABK Silver Sea 2 lainnya bebas untuk keluar dari Pangkalan TNI AL Sabang. Namun, tidak boleh keluar dari wilayah Indonesia, hal tersebut untuk memudahkan penyidikan dan proses hukum lainnya,” sebut Noor Ichwan.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pada 9 September 2015, Nahkoda Kapal Silver Sea 2 melalui kuasa hukumnya Hendri Rivai, melakukan gugatan praperadilan kepada Pemerintah Indonesia cq. Markas Besar Angkatan Laut, cq. Pangmabar dan Danlanal Sabang.

Kapal milik Silver Sea Reefer Co. LTD yang beralamat di Bangkok, Thailand, ini membawa 19 ABK. Kapal berbobot 2.385 GT yang membawa ikan campuran sebanyak 1.930 ton ini telah habis masa berlakunya Surat Izin Kapal Pengangkut/Pengumpul Ikan (SIKPI) Silver Sea 2 sejak akhir Mei 2015.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,