,

Bentrok di Hutan Tanaman Industri, Lima Petani Gorontalo Ditangkap

“Tentara dan polisi mengeluarkan tembakan. Situasi kacau. Sebagian besar dari kami lari. Sedangkan empat orang dipukul pakai popor senjata dan ditangkap. Satu orang lagi menyerahkan diri malam hari karena takut tentara.”

Kalimat itu diucapkan Samin Rauf (30), petani yang menjadi saksi mata peristiwa bentrokan antara gabungan tentara dan polisi serta karyawan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Gorontalo Citra Lestari (GCL), dengan warga di Desa Tudi Kecamatan Monano, Kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo.

Bentrokan terjadi Jumat (20/11/2015), sekitar pukul11.30 siang waktu setempat. Hingga hari ini, keluarga korban dari petani yang ditangkap mengaku belum mendapatkan kejelasan nasib mereka.

“Kami tidak dapat penjelasan sama sekali soal status penahanan rekan kami. Apalagi polisi melarang kami untuk menjenguk mereka,” kata Samin kepada Mongabay akhir pekan ini.

Menurut Samin, ketegangan warga pemilik lahan dengan perusahaan HTI terjadi sehari sebelumnya, Kamis (19/11/2015). Pasalnya, perusahaan dianggap menyerobot lahan.

Ketegangan berlanjut Jum’at pagi. Namun, setelah itu terjadi negosiasi dan hasilnya, ada kesepakatan bahwa warga melakukan penanaman bibit jagung di areal sengketa dengan sistem tumpang sari. Sementara tidak jauh dari situ, karyawan yang diback up oleh tentara dan polisi melakukan penanaman bibit jabon.

Sekitar pukul 09.40 Wita, seorang petani, Abdul Rohim, datang membawa bibit jagung. Abdul Rohim juga membawa kamera melakukan dokumentasi penanaman. Abdul Rohim ini berstatus sebagai anggota LSM Hutan Lestari. Tidak lama setelah itu, ketika masyarakat sudah berhasil menanam jagung hingga dua sampai tiga jalur, tiba-tiba salah seorang warga bernama Saman, menemukan tanaman cengkeh mereka sudah tercabut.

“Siapa yang mencabut cengkeh ini!” teriak Saman.

Karyawan perusahaan yang berada tak jauh dari lokasi itu, bersama aparat bersenjata mendekati warga. Lalu salah seorang karyawan menyahuti teriakan Saman.

“Cengkeh itu tanaman yang tidak ada gunanya.”

Nada sindiran karyawan tersebut membuat warga marah. Merasa dilecehkan, sebagian warga mulai berteriak protes. Oleh aparat bersenjata, teriakan itu dianggap sebagai provokasi. Dan Abdul Rohim dianggap sebagai salah satu provokator. Alhasil bentrok pun tak terhindarkan.

Isna Kasim (27), saksi mata, mengaku melihat pamannya, Usman Santia, sempat memukul salah seorang tentara. Sementara warga dihantam dengan popor senjata. Warga lainnya yang berjumlah sekitar 30-an lari karena mendengar desingan peluru.

Namun menurut Usman Santia, pada saat itu dia berusaha dirangkul dengan erat oleh tentara bernama Serka Aziz, hingga menyebabkan luka cakaran di bahunya. Dan dengan refleks kemudian ia memukulkan kayu yang dipakai untuk membuat lubang tanam, ke arah Serka Aziz. Akibatnya tentara itu luka di kepala bagian atas.

Versi Aparat

Menurut Ramlan Mojo, Ketua LSM Hutan Lestari, yang mengaku mendampingi petani yang bersengketa dengan perusahaan PT. GCL, sebelum dibawa ke kantor polisi, keempat petani yang ditangkap usai bentrokan itu dibawa ke kantor PT. GCL. “Nah, di kantor perusahaan HTI ini, empat petani dihajar oleh karyawan dan aparat.”

Setelah itu, mereka dibawa ke kantor polisi, sedangkan Usman Santia, menyerahkan diri pada malam hari karena ketakutan. Kelima petani yang ditahan di Polres Gorontalo adalah Abdul Rohim, Adi Polo, Usman Santia, Saiful Yunus, dan Wahab Badue.

Namun, versi aparat keamanan lewat rilis mereka menjelaskan, warga melakukan penganiayaan terhadap Sersan Kepala (Serka) Aziz Lamli, Babinsa Rayon Militer 1304-08 Tibawa.

Menurut mereka, kejadiannya pukul 09.40. Sekitar 40 orang yang dipimpin Abdul Rohim, anggota LSM Hutan Lestari dari Kecamatan Motilango menahan karyawan HTI untuk menanam pohon jabon, karena ada masyarakat yang mengklaim bahwa lahan tersebut miliknya.

Setelah dilakukan negosiasi, masyarakat tetap tidak mau sementara dari HTI memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penanaman. Saat penanaman tumpang sari dengan jenis tanaman jagung yang diperkirakan sudah dua hingga tiga jalur, dari masyarakat ada yang berteriak memancing situasi.

“Salah seorang masyarakat memancing situasi. Pihak Kepolisian dan dua  Babinsa mendekati masyarakat tersebut. Maksudnya, ingin menyampaikan kalau menanam tidak usah berteriak.”

Tiba-tiba, warga yang mempunyai lahan, atas nama Usman Santia alias Kasim yang membawa kayu langsung menyerang dan memukul kepala bagian atas Serka Aziz Lamli. Dibantu satu orang yang tidak diketahui namanya, ia mengayunkan parang ke Bripka Rikiyanto, anggota Polsek Anggrek.

Menurut Ramlan Mojo, kronologis yang dibuat aparat tersebut tidak melihat korban di masyarakat. Mereka, katanya, lebih menekankan masyarakat pihak yang bersalah.

“Masyarakat itu bersikeras karena mempertahankan tanah mereka.”

Sementara itu, orang tua salah seorang petani yang ditangkap, Sutadji, meminta agar anaknya dibebaskan. Menurutnya, anaknya itu petani, bukan provokator seperti anggapan polisi dan tentara. “Kami juga sudah mendatangi Polres, namun dilarang menemui. Padahal, status penangkapannya belum jelas.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,