Sejumlah pelajar terlihat jalan-jalan di arena Bali Clean Energy Forum (BCEF) 2016 yang berlangsung 10-11 Februari di Nusa Dua, Bali. Mereka diperkenalkan dengan papan-papan informasi tentang pengembangan energi bersih di sebuah stan khusus Clean Energy Center of Excellence (CoE) atau Pusat Keunggulan Energi Bersih Indonesia.
Sebuah desain konstruksi bangunan CoE yang akan berlokasi di Jimbaran, Badung, Bali ini diperlihatkan pada publik. Pemerintah Indonesia secara resmi meluncurkan rencana pembangunan pusat terpadu bagi penelitian, pengembangan hasil penelitian, pendidikan, hingga fasilitasi investasi dalam pengembangan energi bersih ini di masa depan dalam BCEF.
Belum ada detail bagaimana publik bisa mengakses pengetahuan dan berinteraksi ke CoE ini nantinya. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyebut ada tiga hal yang akan dikerjakan CoE yakni informasi, teknologi, dan pendanaan. “Center of excellence di Bali agar dicukupi energi bersih karena tempat yang dikunjungi dunia,” ujarnya tentang alasan memilih Bali.
Sudirman mengatakan Indonesia memutuskan bergabung bersama China dan Thailand dalam International Energy Agency (IEA), yaitu badan energi dunia yang sedang gencar mendorong penggunaan energi bersih. BCEF ini juga dihelat bersama dengan IEA.
“Kita harus hati-hati nanti terperangkap pada risiko energi yang besar karena ketergantungan pada fosil,” jelasnya. Pada saat bersamaan, pemerintah juga mengaktifkan keanggotaannya di OPEC karena transisi energi dan menyinergikan kedua lembaga.
BCEF menghelat pertemuan melingkupi lima bagian pertemuan tingkat menteri 26 negara, pemangku kepentingan, para ahli, forum bisnis, dan pertemuan anak muda. Sejumlah kesepakatan dipaparkan dalam Dokumen Misi Bali untuk Energi Baru untuk nasional dan global.
“Dunia membutuhkan keseimbangan baru karena keterbatasan fosil dan diperburuk harganya rendah. Di sisi lain energi berkelanjutan dan transformasi energi menemukan keseimbangan baru. Ini akan jadi model untuk menyelesaikan kesenjangan dan kolaborasi antar negara,” lanjut Sudirman.
Ia mengatakan dalam BCEF ini juga muncul kesepakatan bidang energi bersih dan terbarukan dengan total investasi Rp47,2 triliun antara lain, pembangkit panas bumi berkapasitas 765,5 MW, pembangkit surya 150 MW, dan terminal penerima gas alam cair (LNG) berkapasitas 125.000 m3 yang diperkirakan menyerap tenaga kerja lebih dari 18 ribu orang.
Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla yang membuka pertemuan yang dihadiri sekitar 26 negara ini mengunjungi stan-stan industri yang menjual atau mendistribusikan energi bersih. Ada sejumlah BUMN seperti PLN, Pelindo, perusahaan swasta, dan lembaga sosial.
Kalla juga menyaksikan sejumlah penandatanganan kerjasama bisnis sejumlah BUMN di Indonesia dalam penggunaan energi bersih. “Yang dibutuhkan adalah sumber daya dan teknologi. Batubara lebih murah tapi ongkos lingkungan lebih mahal di jangka panjang,” katanya. Kombinasi energi pada 2025 diharapkan 50% batubara, 25% gas, dan energi terbarukan 25%. Saat ini menurutnya penggunaan energi terbarukan masih 11%.
Menurutnya perlu transisi karena biaya kalau diubah sekarang langsung tinggi. Energi terbarukan menurutnya berhubungan dengan alam yang tak bisa dipindahkan sehingga kombinasi diperlukan. Efisiensi biaya energi juga menurut Kalla terus terjadi. “Teknologi surya 10 tahun lalu ongkosnya 40 sen per kwh sekarang 12 sen per kwh,” katanya.
Dalam pengembangan energi terbarukan dibutuhkan investasi besar dan Wapres menyebut Indonesia sangat terbuka. “Mengundang pengusaha yang mau berinvestasi, pemerintah mempermudah birokrasi dan perizinan,” lanjutnya.
Soal inovasi dalam efisiensi energi menurutnya Indonesia sudah menunjukkan dengan penggunaan baju batik dalam acara formal. “Cukup batik tak perlu jas agar hemat energi. Batik termasuk efisiensi energi. Buatan dalam negeri juga. Jadi ini kombinasi,” diikuti tawa lebih dari 1000 peserta pertemuan.
Kalla mengingat dulu kemajuan negara bisa dilihat dari jumlah cerobong asap seperti di Inggris dan Jerman. “Pada hari ini itu (cerobong asap) kriminal. Dunia banyak berubah dan harus berubah. Yang selalu dituntut HAM dan lingkungan,” katanya.
Ia mengingatkan renewable energy belum tentu clean energy. “Gas itu clean tapi tak bisa renewable. Harga bisa lebih mahal karena itu perlu teknologi dan kerjasama. Ada kesenjangan, harus duduk bersama karena banyak negara kekurangan teknologi,” papar Kalla.
Hadir dalam forum antara lain Menteri Perminyakan dan Sumber Daya Mineral Arab Saudi Ali Al-Naimi; Menteri Energi, Teknologi Hijau dan Air Malaysia Maximus Johnity Ongkili; Menteri Pembangunan Internasional dan Pasifik Australia Steven Ciobo dan Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Fatih Birol.
Fatih Birol menyatakan ASEAN memerlukan energi yang kuat karena ekonomi yang bertumbuh. “Kita percaya Indonesia mendapat keuntungan dari energi bersih,” ujarnya. IEA akan dukung di dua area yakni memperbaiki efisiensi energi karena lebih 30 persen akan dihemat.
Caranya dengan menetapkan standar misal untuk mobil, AC, kulkas baru harus punya standar yang baik. Kedua, penggunaan listrik yang banyak dari sumber energi terbarukan, dan bagaimana mengintegrasikan dengan situasi terkini. “Saya sudah bicara dengan menteri untuk usaha mengintegrasikan, kita punya banyak ahli,” tambah pria ini.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika sekali lagi berwacana Bali akan menggunakan sepenuhnya energi bersih. Keseimbangan dengan lingkungan. “Bali pulau kecil jadi penting untuk energi bersih,” serunya.
Penghematan energi yang dilakukan secara massal di Bali adalah perayaan tahun baru Saka, yang disebut Nyepi. “Setahun sekali kita melakukan Nyepi pada Maret. Selama 24 jam tanpa listrik, penyiaran. Ayo ke Bali Maret, tinggal di hotel tanpa musik, radio, tv, jangan ke jalan termasuk bandara tutup,” paparnya.
Memang ada hasil riset yang menyebut ada penurunan emisi saat Nyepi di Bali. Namun, listrik masih didistribusikan sehingga kebanyakan warga masih menghidupkan alat listrik saat Nyepi.