,

Indonesia Menuju Penataan Kawasan Konservasi, Seperti Apa?

Hingga 2016, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), baru mengesahkan dokumen penataan kawasan konservasi (KK) sebanyak 124 unit. Padahal, kawasan konservasi di Indonesia jumlahnya mencapai 521 unit.

Penataan tersebut baru meliputi 49 zonasi taman nasional, 49 blok taman wisata alam, 12 blog cagar alam, 6 blok suaka margasatwa, 5 blok taman hutan raya, serta 3 blok taman buru.

“Masih banyak unit kawasan konservasi yang belum dikelola berdasarkan rencana penataan kawasan,” kata Direktur Kawasan Konservasi pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Listya Kusumawardhani, saat sosialisasi Nilai Standar Prosedur Konservasi di Pontianak, Kalimantan Barat, pekan lalu.

Listya menambahkan, KLHK memandang penting penataan zona dan blok sebagai dasar perencanaan pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi. Dalam Rencana Strategis KLHK 2015 – 2019, telah ditetapkan salah satu satu indikator kegiatan (IKK) dari program konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya (KSDAE) adalah dengan tersusunnya 150 dokumen penataan KK (zonasi taman nasional maupun blok KSA/KPA non taman nasional).

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan payung hukum untuk mendorong percepatan penataan blok konservasi di Indonesia. Aturan itu adalah Peraturan Presiden No 9 Tahun 2016 tanggal 1 Februari 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) pada Tingkat Ketelitian Peta skala 1:50.000.

Tiga tahun ke depan, Dirjen KSDAE, mendapat tugas untuk membuat peta zonasi kawasan konservasi skala 1: 50 ribu. Ditahun pertama, kata Listya, ada 6 provinsi prioritas untuk pemetaan zonasi. Provinsi tersebut Riau (19 KK), Jambi (9 KK), Kalimantan Tengah (14 KK), Kalimantan Barat (17 KK), dan Papua (20 KK). Tahun ke dua, dan ke tiga, masing-masing meliputi 14 provinsi dalam membuat peta zonasi di Indonesia.

“KLHK juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat, karena strategi kawasan konservasi adalah restorasi sehingga menjadikan kawasan tersebut sebagai habitat yang nyaman dan aman bagi satwa dan tumbuhan,” katanya.

Peta TNBBR. Sumber: Bukit Baka Bukit Raya.org
Peta TNBBR. Sumber: Bukit Baka Bukit Raya.org

Kawasan rusak

Penataan zonasi, tentunya meliputi potensi serta kondisi termutakhir kawasan konservasi. Masalah yang dihadapi saat ini adalah beberapa kawasan konservasi mengalami kerusakan akibat pembalakan liar dan penambangan emas tanpa izin.

Sustyo Iriyono, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat menuturkan, BKSDA bertanggung jawab mengelola kawasan konservasi non taman nasional yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. “Keberadaan kawasan konservasi tersebut tidak lepas dari tantangan dan tekanan. Gangguan keamanan dan ancaman kerusakan masih terus terjadi bahkan eskalasinya meningkat dengan tingginya tingkat pertambahan penduduk.”

Sustyo mengatakan, pengelolaan kawasan konservasi yang baik tentu harus mempertimbangkan tiga pilar utama yaitu perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari. “Tiga aspek tersebut harus seimbang. Pengelolaan berbasis tiga pilar tersebut yang saat ini selalu diupayakan oleh BKSDA Kalimantan Barat,” jelasnya.

Upaya pengelolaan dimulai dengan memetakan profil dan kondisi permasalahan yang ada. Gunanya, agar pengelola memperoleh gambaran kondisi aktual dan perbandingannya dengan kondisi ideal. BKSDA melakukan kompilasi data sejarah pengelolaan, profil kawasan, gangguan dan permasalahan yang dihadapi, serta upaya mitigasi yang sudah pernah dilakukan.

“BKSDA Kalimantan Barat mengelola 13 kawasan konservasi non taman nasional. Kawasan tersebut tersebar di  tujuh kabupaten dan satu kota. Dua tipe kawasan konservasi yang dikelola adalah cagar alam dan taman wisata alam,” paparnya.

Salah satu kawasan konservasi yang juga perlu mendapat penataan adalah Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR). Sebagaimana laporan yang dituliskan Nancy Ariaini dari WWF Indonesia menunjukkan, taman nasional yang berada di kawasan Heart of Borneo ini mengalami permasalahan tata batas kawasan, terutama dengan areal hutan produksi dan tanah adat masyarakat, baik di sisi Kalimantan Barat maupun Kalimantan Tengah.

Kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya umumnya berupa hutan belantara utuh di jajaran pegunungan Scwhanner dengan topografi terjal di belahan Kalimantan Barat dan umumnya mulai landai di bagian Kalimantan Tengah. Kawasan taman nasional ini berbatasan langsung dengan beberapa areal konsesi HPH dan beberapa perkampungan yang masyarakatnya masih melakukan aktivitas perladangan pola  berpindah, pengumpulan hasil hutan, dan berburu.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,