,

Desa Ini Berhasil Merubah Sungai Tercemar Menjadi Jernih Kembali

Dasawarsa yang lalu, jika kita melintasi jalanan di Desa Kalisari, aroma busuk serta merta langsung menusuk hidung. Aroma tidak sedap itu berasal dari sungai dan selokan yang berada di sepanjang jalan utama desa yang secara administratif terletak di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah ini. Maklum, desa ini merupakan sentra home industry tahu Kalisari yang melegenda di sekitar Banyumas semenjak tahun 1965.

Namun pemandangan sungai penuh limbah dan bau menyengat itu sudah tidak nampak lagi. Sungai-sungai di Kalisari kembali menjadi jernih dan tidak berbau. Hal ini disebabkan program pengelolaan limbah industri tahu di Kalisari sudah menunjukkan keberhasilannya. Hal ini diungkapkan oleh Ardan Aziz, Kepala Desa Kalisari kepada Mongabay, akhir Mei lalu.

“Desa Kalisari berhasil mengatasi masalah limbah karena keberhasilan program pengolahan limbah tahu menjadi biogas dengan pendampingan teknologi dari BPPT sejak tahun 2009.  Akhirnya, limbah yang tadinya menjadi sumber masalah di desa kami, sekarang justru menjadi manfaat bagi masyarakat berupa energi biogas,” jelasnya.

Limbah tahu memang seringkali menjadi masalah lingkungan, terutama bau yang ditimbulkan sangat mengganggu lingkungan. Belum lagi masalah cemaran bahan organik yang meracuni tanah di sekitar tempat pembuangan limbah. Masalah akan menjadi lebih serius lagi jika limbah tersebut dibuang ke sungai tanpa didahului oleh proses pengolahan yang benar.

Bahan organik di dalam limbah tahu sangat tinggi, terutama senyawa protein dan lemak. Kandungan protein dalam bahan organik limbah tahu mencapai 40-60%, karbohidrat sebesar 25-50% dan lemak sebesar 10%.  Total protein yang terkandung dalam 1 liter limbah bisa mencapai 226,06 hingga 434,78 mg. Hal ini diungkap dalam penelitian Nurhasan dan Pramudya pada tahun 1987.

Kadar polutan limbah tahu tersebut sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup spesies yang hidup di perairan yang tercemar. Dalam beberapa penelitian, setidaknya 1 dari 2 ikan yang dimasukkan dalam air yang tercemar limbah tahu mati kurang dari 6 menit saja. Dapat dibayangkan bahwa dalam jangka panjang, hampir tidak ada ikan yang mampu hidup di aliran sungai yang tercemar limbah tahu. Padahal, Banyumas merupakan salah satu kawasan dengan keragaman ikan lokal yang tinggi di Jawa.

Saat ini, di Desa Kalisari hampir-hampir tidak ditemui lagi sungai-sungai yang tercemar limbah tahu. Perairan menjadi bening kembali dan tidak mengeluarkan bau menyengat. Bahkan banyak warga yang menggunakan air sungai itu untuk mengairi kolam ikan mereka.

Pemanfaatan Limbah Tahu Untuk Biogas Sebagai Solusi

Upaya memecahkan masalah limbah tahu di desa yang berada di lereng barat daya Gunung Slamet ini sendiri sudah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu. Menurut keterangan yang disampaikan Ardan, semenjak tahun 1992 sudah ada program bantuan IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) dari Dinas Kesehatan berupa septic tank komunal. Namun program tersebut tidak memberikan dampak yang cukup berarti karena limbah tersebut hanya ditampung tanpa ada proses lebih lanjut.

Baru pada tahun 2009, ada program dari BPPT berupa instalasi pengolahan biogas secara komunal. Sebenarnya program ini dibangun di 2 desa yaitu Desa Kalisari dan Desa Cikembulan di Kecamatan Pekuncen. Namun menurut kabar yang disampaikan oleh Kepala Desa Kalisari, program yang di Desa Cikembulan tidak berjalan.

“Di desa kami bisa berjalan karena kami menerapkan retribusi ke masyarakat agar biaya pengelolaan baik operasional maupun pemeliharaan instalasi biogas dapat berjalan baik. Kami hanya menarik retribusi sebesar Rp20.000 per kepala keluarga yang memanfaatkan biogas untuk kebutuhan dapurnya,” jelasnya lebih lanjut.

Infografis kondisi terkini pengolahan limbah tahu menjadi biogas di Desa Kalisari Sumber: Pemerintah Desa Kalisari
Infografis kondisi terkini pengolahan limbah tahu menjadi biogas di Desa Kalisari Sumber: Pemerintah Desa Kalisari

Setelah keberhasilan program tahun 2009, Desa Kalisari kembali mendapat bantuan unit biogas pada tahun 2012 sebanyak 1 unit dari BPPT dengan pendanaan dari Kementerian Riset dan Teknologi. Pada tahun 2013 kembali dibangun dengan dukungan dari Pemda Banyumas bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Secara total, terdapat 5 unit pengolahan biogas berbahan bakar limbah tahu.

Saat ini, keseluruhan reaktor biogas di Kalisari telah mampu mengolah limbah dari 142 dari total 250 home industry tahu di Desa Kalisari atau sekitar 56% dari total pengrajin tahu. Unit biogas ini sendiri sudah mampu memenuhi kebutuhan energi untuk dapur di 210 rumah dari total sekitar 1000 rumah di seluruh desa.

Kebutuhan Energi Produksi Tahu

Sayangnya, biogas yang dihasilkan ini belum mampu untuk memenuhi kebutuhan industri pembuatan tahu. Menurut Ari Hidayat, salah satu pengrajin tahu di Desa Kalisari, panas yang dibutuhkan untuk memasak kedelai yang merupakan bahan baku tahu. Saat ini, biogas baru mampu memenuhi kebutuhan dapur untuk memasak makanan sehari-hari saja.

Namun menurutnya, dengan adanya unit pengolahan limbah tahu menjadi biogas sudah sangat meringankan beban para pengrajin tahu. Sedari dahulu, banyak contoh industri tahu harus ditutup karena cenderung mencemari lingkungan. Dengan terselesaikannya masalah limbah ini, menurutnya para pengrajin tahu bisa fokus mengembangkan inovasi di bahan bakar, karena selama ini konsumsi kayu bakar mereka masih sangat tinggi.

“Sebagai pengrajin tahu, kami masih mengeluarkan biaya produksi  yang cukup tinggi untuk bahan bakar kayu. Namun setidaknya, kami tidak lagi takut suatu saat usaha kami ditutup karena tercemar,” kata Ari di sela-sela proses pembuatan tahu.

Kepala Desa Kalisari menambahkan bahwa pemerintah desa masih berupaya agar unit pengelolaan limbah di Desa Kalisari dapat menampung seluruh limbah home industry tahu. Hingga tahun 2016 ini, baru sekitar 56% dari total unit usaha tahu yang tertangani limbahnya.

“Kami masih mencari dukungan agar masalah limbah tahu di Desa Kalisari ini dapat tertangani sepenuhnya,” tutupnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,