Kabar baik buat keterbukaan informasi. Jumat (22/7/16), Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) mengabulkan gugatan Forest Watch Indonesia (FWI) agar Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR)/Badan Pertahanan Negara membuka data hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit di Kalimantan.
”Majelis Komisioner mengabulkan permohonan pemohon (FWI, red.) seluruhnya,” kata Ketua MK KIP, Henny S. Widyaningsih, saat membacakan amar putusan).
Sidang kesembilan dihadiri kedua pihak, baik FWI maupun Kementerian ATR/BPN. Anggota majelis komisioner turut ambil bagian dalam persidangan terdiri atas Dyah Aryani dan Yhannu Setyawan dengan mediator Evy Trisulo dan panitera pengganti Hafida Riana.
FWI dan Perkumpulan Kaoem Telapak, memohonkan data HGU lahan sawit hutan di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Infomasi yang dikabukan meliputi lima data, yakni nama pemegang izin HGU, tempat atau lokasi, luas HGU, komoditi, dan peta areal HGU dilengkapi titik koordinat.
KIP mengabulkan, dengan alasan izin HGU merupakan informasi publik dan mampu disajikan setiap saat sesuai ketentuan UU KIP. Majelispun menilai, pengecualian seperti alasan ATR/BPN menolak karena bisa menyebabkan persaingan usaha tak sehat, ditolak.
”Kami mengapresiasi putusan KIP. Jika ada upaya banding, kami akan maju terus,” kata Pengkampanye FWI, Linda Rosalina.
Dia berharap, putusan KIP ini menjadi pembelajaran bagi Kementerian ATR/BPN untuk transparansi data.
Sebelumnya, sudah ada dua putusan serupa oleh KIP dengan jenis dokumen sama, di Kalimantan Timur dan Bengkulu.
Jika putusan sudah inkracht, katanya, FWI segera melakukan mekanisme pengambilan data dan verifikasi lapangan.
”Dengan keterbukaan ini, kita memiliki banyak temuan menarik khusus luasan perkebunan yang seringkali tak sama, konflik dan carut marut sistem perizinian,” katanya.
Meski demikian, FWI menyayangkan proses sengketa lama. ”Ini jadi warning untuk KIP, yang bertugas memberikan informasi cepat, tepat dan proses sederhana,” katanya seraya menjabarkan, proses kasus ini, empat bulan masa permohonan hingga pendaftaran sengketa, enam bulan pendaftaran hingga putusan.
Permohonan FWI, katanya, berlatar penelitian soal tumpang tindih penguasaan lahan sawit menyebabkan kerusakan hutan. ”Temuan FWI sampai 2014, IUP dikeluarkan pemerintah 9,1 juta hektar, dan 2,7 juta hektar ber-HGU, realisasi tanam 3,2 juta hektar,” katanya.
Virgo Eresta Jaya, Plt. Kepala Pusat Data Informasi Pertanahan, Tata Ruang dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kementerian ATR/BPN mengatakan, belum mengetahui banding atau tidak. Dia belum menerima amar putusan sidang.
”Kami akan telaah nanti setelah diterima. Kita menghormati putusan KIP dan akan bekerja sama apapun hasilnya,” katanya kepada Mongabay melalui telepon.
Sumber: FWI