Perdagangan berbagai jenis hiu di sejumlah wilayah di Sumatera Utara, masih marak. Pantauan Mongabay, selama dua hari di sejumlah lokasi, berbagai jenis hiu bebas diperjualbelikan di pasar tradisional.
Berbagai lokasi itu antara lain, Pasar Belawan, berdekatan dengan Pelabuhan Belawan, pasar di Sibolga, berdekatan dengan Pelabuhan Sibolga. Transaksi jual beli hiu berbagai jenis ini juga banyak di Perairan Tanjung Balai, bahkan dikirim ke sejumlah daerah hingga ke Medan.
Tak heran di Pasar Kemiri, Simpang Limun Medan, Pasar Marelan, Pajak Sore Jalan Pancing Medan, dan Pajak Sukarame, Jalan AR.Hakim Medan, banyak jual hiu.
Para pedagang ini mengaku, mendapatkan satwa predator puncak ini dari Perairan Tanjung Balai, Aceh Seumelue, dan Perairan Sibolga serta perairan Nias. Setiap lima hingga 10 hari, ada truk bermuatan khusus hiu datang ke sejumlah pasar tradisional untuk jual beli skala besar.
Ketika ditanya, hampir semua pedagang tak tahu kalau ada aturan pemerintah soal pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Ada juga yang berpikir, terpenting permintaan banyak, mereka akan jual.
“Kami pedagang tradisional, modal dikit yang diawasi, partai besar dibiarkan memburu dan menjual sampai keluar negeri. Bagi aku pribadi, kalau banyak beli hiu berarti untung. Kami akan pesan lagi kalau habis, ” kata Rafic Siregar, pedagang hiu di Tanjung Balai.
Senada disampaikan Alamsyah Ahmad, pedagang hiu sudah lebih 20 tahun di Pasar Kemiri, Medan. Dia bilang, banyak sekali warga membeli hiu. Pembeli ada perorangan dan rombongan. Pembeli dari warung nasi sedikit. Mereka lebih pilih kembung dan teri.
Dia mengatakan, jual hiu martil, menyan, sambaras, dan lain-lain termasuk pari manta. Semua hiu berbagai jenis itu sebagian besar di dapat dari Perairan Tanjung Balai. Selebihnya, dari perairan Sibolga dan Langkat, berbatasan dengan Aceh.
Menurut dia, yang membeli hiu banyak mengaku untuk berbagai obat penyakit, juga buat stamina dan vitalitas.
“Selebihnya hanya ingin menikmati daging hiu yang dianggap lebih gurih dari jenis ikan laut lain,” katanya.
Per kilogram, Alamsyah menjual daging hiu semua jenis Rp30.000.
Alamsyah bilang, membeli berbagai hiu ini via telepon seluler dan sesuai pesanan pembeli.
Dia beli hiu martil dan jenis lain sebanyak dua fiber seberat 300 kilogram atau rata-rata setiap lima hingga tujuh hari, ada 10 hingga 25 hiu berbagai jenis dikirim agen pakai truk.
Kepala hiu martil salah satu yang sering dibeli warga. Dia menduga, karena harga dianggap murah hanya Rp5.000 khusus mulut dan kepala.
Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara, kaget kala mendapatkan kabar ini. Zonny Waldi, Kadis KKP Sumut Sabtu sore (8/10/16) mengatakan, baru mengetahui informasi ini dari Mongabay. Selama ini tak menemukan, apalagi sampai di pasar tradisional.
Sosialisasi dan surati kades
Dia menyadari kelemahan masih kurang sosialisasi mengenai larangan memburu dan mengkomsi apalagi memperdagangkan hiu martil dan jenis hiu terancam punah lain.
Dia akan meningkatkan koordinasi dengan instasi terkait, seperti Badan Konservasi, dan Badan Pengawasan misal, Pegawas Sumberdaya Kelautan Perikanan (PSDKP), Karantina Hewan dan Tumbuhan.
“Ini perlu dilakukan untuk sosialisasi, edukasi dan pengawasan kepada nelayan hingga tingkat pedagang eceran.”
Selain itu, dia akan menyurati seluruh kepala desa di kabupaten dan kota di Sumut, untuk memberikan pemahaman kepada nelayan agar tak menangkap hiu.
Penangkap hingga pemesan, katanya, harus sadar betul hiu tak boleh diburu.
Dia berjanji memperketat pengawasan dari hulu ke hilir, dari nelayan di laut, pemilik kapal hingga agen penampung.
“Jika tetap diabaikan, akan mencabut izin operasi penangkapan ikan di laut,” katanya.
DKP juga akan menggandeng penegak hukum seperti kepolisian, Balai Pengawas dan Penegak Hukum (Gakum) dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BKSDA Sumut).
“Yang utama melacak sumber utama pemasok hiu. Kalau cuma pedagang eceran percuma, kalau ditutup cukong bisa cari pedagang lain. Hulu kita bereskan, baru hilir.”