Gemuruh Suara Kentongan Tolak Reklamasi

Tung…tung…tung.. alat komunikasi tradisional ini membahana sepanjang aksi longmarch dan panggung seni menyuarakan penolakan reklamasi oleh Pasubayan (persaudaraan) desa adat tolak reklamasi Teluk Benoa. Menggunakan momentum peringatan kongres pertama Perempuan Indonesia pada 1928 yang dijadikan Hari Ibu, 22 Desember.

Suara kentongan bambu bergemuruh, dimainkan warga dari anak-anak sampai orang tua. Mereka mengenakan pakaian adat dengan kaos yang dibuat masing-masing kelompok atau desa adat yang sudah mendeklarasikan penolakannya.

Longmarch dilakukan sesuai rute aksi-aksi sebelumnya yang sudah berjalan hampir 4 tahun ini. Namun kali ini tak masuk kantor DPRD Bali karena sedang ada kegiatan. Massa memutari kantor Gubernur Bali, kemudian dilanjutkan dengan menyebar kendaraan komando di empat titik terpisah. Dalam kendaraan pickup dan truk ini akan tampil sejumlah seniman dan musisi yang konsisten terlibat dalam aksi-aksi selama ini.

Ribuan massa ini menyebar ke empat titik sekitar kantor Gubernur Bali. Mereka menyiapkan panggung di atas pickup desa adat dengan cepat. Sejumlah seniman akan menyuarakan lewat musik dan seni tradisional. Mereka menyiapkan diri masing-masing karena seluruh artis bermain dengan kesadaran dan sukarela.

Tiap panggung dadakan ini mulai dihidupkan dengan orasi dari perwakilan desa-desa adat dan komunitas kelompok muda dari seluruh kabupaten di Bali yang hadir. Selama hampir 4 tahun aksi longmarch tolak reklamasi ini melatih sejumlah anak muda untuk orasi di depan banyak orang. Hal yang baru dalam demokratisasi dan kebebasan berpendapat di Bali.

Salah satu panggung yang menarik perhatian adalah Barong dan Rangda Go Green dari pemuda Sanur. Barong sebagai simbol spirit kebaikan ini ditarikan dua orang dan terbuat dari bahan-bahan daur ulang seperti koran bekas. Demikian juga Rangda yang pakaiannya sebagian dirangkai dari koran bekas.

Aksi Barong dari rangkaian koran bekas yang ditarikan kelompok pemuda Sanur. Foto Luh De Suriyani
Aksi Barong dari rangkaian koran bekas yang ditarikan kelompok pemuda Sanur. Foto Luh De Suriyani

Puluhan pemuda membuat musik dari baleganjur dan kentongan bambu. Dramatari Barong dan Rangda ini menjadi simbol kebangkitan semangat dharma (kebaikan) yang merontokkan sifat-sifat kebatilan seperti tamak terutama dalam eksploitasi lingkungan.

Di sudut lain ada penampilan Inguh (Lawak Bali), atraksi gamelan Baleganjur Rarekulaikers dan band-band populer yakni Superman Is Dead, The Dissland, Nosstress, Jony Agung and Double T, The Hydrant, Made Mawut, Lanang OI, The Djihard, The Bullhead, Poison and Rose, The Ledorz, dan Relung Kaca.

Tiap band menyanyikan karya-karyanya yang sangat relevan dengan tekanan lingkungan dan kekuasaan saat ini. Misalnya The Hydrant dengan liriknya yang sederhana tapi tajam. “Hati-hati ada proyek, maaf ada galian pipa. Proyek ini proyek itu lah masyarakat semua protes. Ada proyek yang bikin sengsara, ada proyek yang bikin kaya raya. Hati-hati ada proyek… reklamasi,” seru Marshello vokalisnya. Lagu ini sangat mudah dimodifikasi sesuai konteksnya.

Pimpinan desa adat Kuta I Wayan Swarsa yang menjadi Koordinator Pasubayan Desa Adat tolak reklamasi Teluk Benoa menyampaikan orasinya bahwa hari Ibu menjadi momentum untuk mengingatkan pada keberpihakan ibu pertiwi, tanah dan laut. Pria yang gemar berkisah dengan konsepsi spiritualitas ini mengisahkan kesucian ibu dalam wiracerita Mahabrata.

“Salah satu watak Raksasa itu adalah kerakusan, itu sebabnya sekarang Pasubayan datang dengan ribuan kul-kul atau kentongan untuk menyomya (menetralisir) sifat keraksaaan dan sifat rakus atau energi negatif yang ada di kantor Pemerintahan,” ujar Ida Bagus Ketut Purbanegara yang juga Bendesa Adat Buduk.

I Wayan “Gendo” Suardana mengingatkan upaya reklamasi tak kunjung dihentikan. Karena itu warga diminta terus bersuara agar tak ada ruang untuk memuluskan rencana investasi oleh PT TWBI ini. Koordinator ForBALI ini menyebut selama dua bulan terakhir ada rapat di Kemenkopolhukam yang membahas tentang reklamasi Teluk Benoa, dan di komisi IV DPR RI digelar Rapat dengar Pendapat umum antara komisi IV DPR RI dengan PT. TWBI.

“Artinya saat kita diam maka akan ada pihak lain yang akan bergerak maju. Oleh karena itulah kita tidak boleh diam, kita harus terus bergerak. Hanya itu modal kita untuk menghambat laju rencana reklamasi Teluk Benoa,” ujarnya.

Ratusan polisi melakukan penjagaan di kantor DPRD Bali dan Kantor Gubernur. Mereka juga menyiagakan kendaraan taktis. Aksi berlangsung sekitar 3 jam ini berakhir setelah pemukan kentongan bersamaan dan penampilan Superman Is Dead.

\

Sebuah ogoh-ogoh dengan pesan masalah lingkungan hidup pada acara pengerupukan menyelang Nyepi 2016 di Denpasar, Bali. Ogoh-ogoh itu menggambarkan penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa. Foto : Luh De Suriyani
Sebuah ogoh-ogoh dengan pesan masalah lingkungan hidup pada acara pengerupukan menyelang Nyepi 2016 di Denpasar, Bali. Ogoh-ogoh itu menggambarkan penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa. Foto : Luh De Suriyani

Kilas Balik 4 Tahun Rencana Reklamasi

Kasak kusuk adanya rencana reklamasi di Teluk Benoa beredar pada 2012. Tidak ada pejabat eksekutif atau legislatif yang memberikan kepastian. Sampai muncul bocoran Surat Keputusan Gubernur Bali 2138/02-C/HK/2012 tentang Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa.

Izin ini diberikan pada PT Tirta Wahana Bali International (TWBI) seluas 838 ha selama masa 30 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 20 tahun. Tiga bulan sebelum keluarnya SK Izin ini, tepatnya pada September 2012, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unud baru saja memulai kerja sama dengan PT TWBI untuk membuat Studi Kelayakan Revitalisasi Kawasan Teluk Benoa. Berdasarkan kerja sama selama 5 tahun yang rencananya berlangsung hingga September 2017 nanti, LPPM Unud membuat laporan hasil kajian yang berjudul Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa, Bali.

Rencana pemanfaatan dan pengembangan kawasan perairan Teluk Benoa ini, menurut riset LPPM Unud tersebut, akan menjawab isu-isu strategis dalam rencana strategi wilayah pesisir dan pulau kecil di Bali. Isu yang bisa ditangani antara lain yaitu kerusakan ekosistem pesisir, bencana alam dan dampak perubahan iklim global, kerusakan fisik pantai baik erosi maupun abrasi, terbatasnya sarana prasarana di wilayah pesisir serta lemahnya pemberdayaan adat.

Rencana pembangunan di Teluk Benoa juga diharapkan bisa mengurangi dampak bencana tsunami. Fasilitas baru diharapkan bisa menjadi pelindung sekaligus tempat evakuasi jika terjadi tsunami. Perubahan iklim juga bisa diatasi dengan penanaman mangrove kembali sekaligus menciptakan kawasan hijau di sini. Selain itu, pembangunan fasilitas pariwisata ini juga diklaim akan mengurangi kerusakan fisik pantai akibat abrasi.

Sembahyang, menjalani ritual buat penyelamatan Teluk Benoa, dari reklamasi. Foto: Luh De Suryani
Sembahyang, menjalani ritual buat penyelamatan Teluk Benoa, dari reklamasi. Foto: Luh De Suryani

Berdasarkan Laporan Kajian LPPM Unud, pembangunan fasilitas pariwisata oleh PT TWBI antara lain berupa penghijauan, tempat ibadah, taman budaya, taman rekreasi, fasilitas sosial dan fasilitas umum, tempat tinggal dan akomodasi, tempat komersial, hall multifungsi, dan fasilitas olahraga.

Dalam kawasan baru ini juga akan dibangun perumahan marina dan perumahan pinggir pantai. Perumahan marina ini akan memiliki akses langsung ke dermaga laut sehingga memungkinkan kapal atau yacht untuk bersandar. Akomodasi lain yang akan dibangun adalah apartemen dan hotel. Akan ada pula fasilitas olahraga berupa lapangan golf berkelas internasional.

Gubernur Bali Mangku Pastika mengatakan tujuan pemanfaatan kawasan Teluk Benoa antara lain untuk mengurangi dampak bencana alam dan dampak iklim global, serta menangani kerusakan pantai pesisir. Kebijakan rencana pengembangan Teluk Benoa adalah untuk meningkatkan daya saing dalam bidang destinasi wisata dengan menciptakan ikon pariwisata baru dengan menerapkan konsep green development, sebagai upaya mitigasi bencana, khususnya bahaya tsunami.

Pada 12 Agustus 2013 DPRD Bali menerbitkan rekomendasi bernomor 900/2569/DPRD kepada Gubernur Bali untuk meninjau ulang dan/atau Pencabutan SK Gubernur Bali nomor 2138/02-C/HK/2012.

Kemudian 16 Agustus 2013 Gubernur Bali mencabut SK 2138/02-C/HK/2012, namun menerbitkan SK 1727/01-B/HK/2013 tentang Izin Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa. Dalam surat ini memberikan izin kerjasama dengan perguruan tinggi untuk membuat studi kelayakan selama 2 tahun kepada Heru Budi Waseso Direktur TWBI.

Hasil final feasibility study (FS) Unud menyatakan reklamasi Teluk Benoa tidak layak. Ada empat aspek kajian dalam studi kelayakan ini, yakni aspek teknis, lingkungan, sosial-budaya dan ekonomi-finansial. Adapun hasil kajian dari keempat aspek itu seluruhnya dinyatakan tidak layak. Pimpinan Unud membentuk tim pengulas hasil kajian LPPM Unud dan menyatakan hasilnya tak layak.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,