Sangat memukau. Mengunjunginya benar-benar merasakan sensasi luar biasa. “Belum banyak yang datang ke Pantai Koomang di Pulau Enggano itu,” tutur Sofian, warga Kota Bengkulu yang menceritakan pengalaman serunya kepada Mongabay.
Keindahan Pantai Koomang memang sulit dilupakan. Di ujung baratnya, ada tebing batu dengan ketinggian 10 – 20 meter, seperti memisahkan dua laut. Di tebing batu itu juga ada dua “terowongan” alami. Terowongan yang besar, diperkirakan panjangnya 3 meter, dengan kedalaman 7 meter. Sementara yang kecil, panjangnya 2 meter, dan dalamnya 2 meter.
“Bisa snorkeling atau sekadar berenang. Senangnya, kita tidak tenggelam, mungkin karena kadar garamnya tinggi, sehingga mendorong kita mengapung. Terumbu karangnya juga bagus dan banyak ikan hias.”
Menurut Sofian, Pantai Komang sangat potensial dikelola menjadi daerah tujuan wisata dengan minat khusus. Untuk mencapainya, kita terlebih dahulu naik kapal ferry selama 10 – 12 jam dari Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu, yang berlabuh di Pelabuhan Kahyapu di Desa Kahyapu. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan sepeda motor menuju Desa Banjar Sari sekitar 37 km.
Dari Desa Banjar Sari, perjalanan dilanjutkan dengan perahu nelayan sekitar 2 jam menuju ke daerah yang disebut Sebalik. “Selama mengarungi laut ini, kita bisa melihat keindahan alam bawah laut. Terumbu karang dan ikan hias. Kalau beruntung, kita juga bisa melihat lumba-lumba,” kata lelaki yang dikenal dengan nama Sofian Rafflesia ini.
Potensi wisata
Pulau Enggano merupakan pulau terdepan di Samudera Hindia. Sebagai kepulauan, Enggano yang berjarak 145 km dari Kota Bengkulu dan dengan jarak terdekat Manna, Bengkulu Selatan (95 km) memiliki pulau-pulau kecil di sekitarnya. Sebut saja, Pulau Merbau, Pulau Dua, Pulau Bangkai, dan Pulau Satu. Khusus Pulau Satu, hanya terlihat bila air laut surut.
Secara administrasif, Pulau Enggano ditetapkan sebagai Kecamatan Pulau Enggano, bagian dari Kabupaten Bengkulu Utara. Terdiri dari Desa Malakoni, Meok, Banjarsari, Kaana, Apoho, dan Desa Kahyapu, dengan Ibu Kota Kecamatan Desa Kahyapu. Enggano merupakan wilayah masyarakat adat Enggano yang terdiri dari Suku Ka’ahoa, Kaitora, Ka’arubi, Kauno, Kaharuba dan Kaamay (suku pendatang).
Enggano memiliki potensi wisata hebat karena alamnya yang unik dan indah, ditunjang budaya khas dan peninggalan sejarah masyarakat lokal maupun penjajahan. Mengutip Regen (2011), potensi wisata yang bisa diandalakn tersebut adalah pengamatan penyu, pengamatan burung, berkemah, menjelajah, panjat tebing, mancing, selancar dan snorkeling.
Pengamatan penyu bisa dilakukan di tepi pantai Pulau Enggano, sekitar Teluk Labuho, Teluk Abeha, Teluk Kioyo, Teluk Ahai, dan Teluk Malakoni. Sedangkan pengamatan burung, sedikitnya ada 29 jenis terpantau di sini.
Sofian yang telah dua kali mengunjungi Enggano mengaku belum puas. “Masih banyak yang belum dikunjungi. Di sepanjang pesisir pantai saja, banyak tempat menarik lain yang belum dilihat. Belum lagi hutan. Saran saya, kalau berminat mengunjungi Pulau Enggano, sebaiknya meluangkan waktu yang panjang.”
Daya dukung
Hasil Studi Daya Dukung Lingkungan Pulau Enggano oleh Badan Pengendali Dampak Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bengkulu, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Bengkulu 2005, merekomendasikan pemanfaatan dan pengembangan Pulau Enggano yang harus berwawasan lingkungan. Mengingat, ekosistem Pulau Enggano merupakan ekosistem unik dan rentan terhadap gangguan.
Sedangkan hasil Studi Daya Dukung Pemanfaatan dan Pengembangan Kepulauaan Enggano yang dilakukan Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Bengkulu pada 2006 menyebutkan, pengembangan pariwisata pantai sangat sesuai dilakukan. Analisa dilakukan dengan menekankan ruang beraktivitas dan ketersediaan air bersih. Pertimbangannya, ketersediaan air bersih di Pulau Enggano sangat tergantung pada air sungai melalui curah hujan.
Literatur tambahan:
- Regen, Rendra, “Profil Kawasan Konservasi Enggano”, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu, 2011
- Laporan Studi Daya Dukung Pemanfaatan dan Pengembangan Kepulauaan Enggano, Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Bengkulu, 2006