Perubahan Ekstrem Perilaku Monyet di Cikakak

Bulan lalu, ada festival unik di Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), namanya Festival Rewandha Bojana. Festival itu adalah memberikan makan monyet ekor panjang (macaca fascicularis) di sekitar Kompleks Masjid Saka Tunggal, Desa Cikakak, Kecamatan Wangon.

Festival itu adalah memberi makan monyet ekor panjang dengan menyerahkan gunungan buah. Festival yang digagas oleh Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas telah berlangsung beberapa kali. Terakhir, festival diselenggarakan pada Minggu (24/4) lalu. Acaranya sukses, karena pengunjung cukup banyak, ada ratusan orang.

Pejabat juga berdatangan termasuk Bupati Banyumas Achmad Husein serta pejabat lainnya. Mereka datang memberi makan kepada monyet yang berada di lokasi setempat. Kepala Dinporabudpar Muntorichin mengungkapkan kalau gelaran festival itu untuk menarik minat wisatawan untuk datang ke Kompleks Masjid Sakatunggal di Cikakak sekaligus menyaksikan kawanan monyet.

“Festival ini untuk menarik minat wisatawan untuk datang, karena lokasi ini sebagai ikon wisata di wilayah Banyumas bagian barat. Pengunjung bisa datang melihat Masjid Saka Tunggal dan memberi makan monyet,”ungkapnya.

 

 

Kepala Bidang Pariwisata Dinporabudpar Banyumas Saptono menambahkan dalam festival tahun ini ada 13 gunungan yang berisi buah-buahan dari desa-desa di Kecamatan Wangon. “Jadi, gunungan yang berisi buah tersebut dibawa ke lereng perbukitan di sebelah barat masjid. Gunungan diletakkan dan menjadi rebutan monyet. Tontonan ini sangat menarik dan mampu menyedot animo ratusan wisatawan untuk datang ke sini,”kata Saptono.

Benar, bahwa Festival Rewandha Bojanan yang digelar di Cikakak tersebut menjadi magnet wisatawan untuk datang. Namun pertanyaannya, apakah setelah festival, monyet ekor panjang  yang telah “dimanjakan” itu tidak akan mencari makanan serupa?

Ternyata, memang memberi makan akan memicu agresivitas satwa tersebut. Pada Maret lalu, misalnya, dalam situs www.internationalanimalrescue.or.id, Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa Yayasan Inisiasi Rehabilitasi Indonesia (YIARI) melalui Program Mitigasi Konflik Monyet Ekor Panjang (MEP) mengajak masyarakat jangan memberi makan monyet ekor panjang. Mereka berkampanye di Kawasan Hutan Angke Jakarta.

Sebab, seperti yang dituliskan dalam situs tersebut, Koordinator Program Mitigasi Konflik MEP Merryana Elmita menyatakan jika pemberian makanan pada monyet ekor panjang bakal membuat satwa tersebut lebih agresif. Satwa itu akan keluar dari habitatnya dan masuk ke wilayah perumahan penduduk untuk mencari makan.

Ternyata, hal itu sudah terjadi di Desa Cikakak, di mana kawanan monyet ekor panjang telah masuk ke rumah-rumah penduduk untuk mencari makanan. Bahkan, sebelum ada festival sudah terjadi seperti itu. “Kalau monyet mencari makanan ke dalam rumah, sudah terjadi sebelum adanya festival tersebut. Kawanan monyet biasanya masuk ke dalam rumah kalau pintu tidak ditutup. Sekarang saja pintu ditutup, monyet sudah merusak genting dan masuk ke rumah,”ungkap Kamisah, 57, warga setempat.

 

Monyet ekor panjang di Cikakak, Banyumas, Jateng, telah berani merusak atap untuk mencari makanan ke dalam rumah warga. Foto : L Darmawan

 

Menurutnya, kawanan monyet dalam beberapa tahun terakhir semakin ganas, karena masuk dan mencuri makanan. Padahal, dulu kawanan monyet akan turun dan mencari makan di perumahan penduduk saat kemarau datang. “Di sini kan ada hutan, kalau musim penghujan, mereka hanya mencari makanan di hutan. Tetapi jika musim kemarau, kawanan monyet itu turun ke sini. Tetapi sekarang, tidak mengenal musim, setiap hari ke rumah-rumah penduduk mencari makan,”ujarnya.

Warga lainnya, Sahid, 62, menambahkan barangkali saat sekarang populasi monyet ekor panjang semakin banyak, sehingga di hutan semakin sulit mencari makan. “Kawanan monyet itu akhirnya turun dan mencari makanan ke rumah-rumah penduduk,” kata dia.

Yang memusingkan lagi, tambahnya, monyet tidak hanya mengenal makanan buah-buahan melainkan juga makanan yang terbungkus plastik maupun minuman kemasan baik di gelas maupun botol. “Saya juga tidk tahu, monyet semakin tahu bagaimana membuka botol atau bungkus makanan,” ungkap dia.

Keresahan warga sekitar atas perilaku monyet tersebut belum mendapat tanggapan berarti dari pemerintah. Bahkan, berkali-kali mereka telah meminta agar ada upaya untuk mengendalikan perilaku monyet yang masuk ke rumah-rumah penduduk tersebut.

Koordinator Polisi Hutan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jateng Seksi Konservasi II Rahmat Hidayat dalam pesan singkatnya belum mengetahui secara persis mengenai kondisi monyet di Desa Cikakak tersebut. “Sampai sekarang kami belum mengetahui secara persis kondisi dan situasi monyet ekor panjang di Cikakak.”

 

Monyet ekor panjang mengintip dari balik atap rumah warga di Cikakak, Banyumas, Jateng. Foto : L Darmawan

 

Pegiat Biodiversity Society (BS) Banyumas Hariyawan Agung Wahyudi menyatakan butuh upaya khusus agar satwa khususnya monyet ekor panjang tidak mencari makan di rumah-rumah penduduk, bahkan sampai menimbulkan kerusakan genting dan atap. “Kondisi seperti ini sudah dapat dikatakan sebagai penyimpangan perilaku yang ekstrem. Sebab, seharusnya monyet ekor panjang mencari makanan di dalam hutan. Malah, yang juga saya kritik adalah adanya acara Festival Rewandha Bojana yang bertujuan memberi makanan pada monyet ekor panjang. Ini berbahaya karena akan semakin memicu monyet ekor panjang untuk mencari makanan sesuai yang disajikan dalam festival itu,”ungkapnya.

Pemicu awalnya perilaku menyimpang tersebut adalah memberikan makan bagi satwa liar yang seharusnya di hutan. “Analisa saya kenapa monyet ekor panjang mulai mencari makan di rumah-rumah penduduk, lantaran pemberian makanan yang rutin dilakukan. Lama-kelamaan, monyet menjadi ketergantungan dan meninggalkan habitatnya untuk masuk ke perumahan penduduk,”jelasnya.

Dalam kondisi ideal, lansekapnya seharusnya adalah hutan, hutan rakyat, perkebunan dan perumahan warga.  Sehingga ada buffer (daerah penyangga) dari kawanan satwa liar sebelum masuk ke permukiman penduduk. “Nah, selain kemungkinan karena kebiasaan pemberian makan, juga barangkali karena kerusakan buffer dalam lansekap alam. Sehingga monyet masuk ke permukiman penduduk mencari makanan,” kata dia.

Hariyawan mengungkapkan ada sejumlah alternatif solusi agar monyet ekor panjang secara perlahan meninggalkan pencarian makan di permukiman penduduk. “Warga atau pemerintah bisa menggandengn komunitas paintball untuk menembak monyet. Tetapi ada syaratnya, jangan sampai saat menembak ketahuan. Pesan yang dingin disampaikan adalah, kalau monyet masuk ke lingkungan permukiman penduduk akan merasakan sakit tetapi tidak tahu penyebabnya. Jika itu konsisten dilakukan, saya yakin dalam waktu 2-3 bulan monyet akan meninggalkan permukiman penduduk. Kerja sama dengan komunitas paintball ini paling tepat, karena tidak ada efek mematikan bagi monyet,”ujarnya.

Di sisi lain, harus disetop memberi makan pada monyet, agar kawanan satwa itu kembali ke habitat aslinya di hutan. Dalam jangka panjangnya, masyarakat dengan dukungan seluruh elemen baik pemerintah maupun lainnya adalah menciptakan buffer pada lansekap alam setempat. Misalnya saja, kalau hutan rusak maka dimulai ditanami terutama tanaman yang menghasilkan makanan bagi monyet. “Dengan begitu, pelan tapi pasti monyet bakal kembali ke habitatnya,” tandasnya.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,