Semangat Tanpa Lelah Dessy Chrisnawaty Merawat Orangutan

 

 

Menyukai dunia satwa, membuat wanita ini berkeinginan kuat untuk kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB). Setelah lulus, dia tidak ingin membuka praktik atau merawat binatang peliharaan. Melainkan, memilih bergabung dengan Yayasan Borneo Orangutan Survival (Borneo Orangutan Survival Foundation/BOSF) Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Dialah Dessy Chrisnawaty. Dara jelita asal Jakarta ini menangani khusus kesehatan orangutan dan beruang madu. Meski begitu, sebagai dokter hewan, dia juga merawat satwa liar lainnya dengan pola medis dan kasih sayang.

“Kalau ditanya kenapa saya memilih merawat satwa liar di rimba belantara, karena tak semua orang mau,” tuturnya.

 

Baca: Hidup Orangutan Memang di Hutan, Akan Tetapi…

 

Lahir dari keluarga yang mengutamakan pendidikan, kedua orangtua Dessy mengijinkannya bekerja jauh dari rumah. “Namanya anak perempuan yang jauh dari rumah, pasti sering kali merindukan pulang. Tapi ini pengalaman, belajar hidup mandiri untuk masa depan,” sebutnya baru-baru ini.

 

The Orangutan Babies Hammock Party

The babies in nursery group getting together for a hammock party! Learn about more our activities on our website: http://orangutan.or.id/#BOSFoundation #BOSF #Orangutan #Orangutans #Conservation #SaveOrangutans #ForestSchool #OrangutanFreedom—-Para bayi di Nursery Group berkumpul untuk berpesta di hammock! Kunjungi website kami untuk mengetahui aktivitas kami: http://orangutan.or.id/

Posted by BOS Foundation on Tuesday, May 30, 2017

 

 

Dessy merasa nyaman bekerja di Yayasan BOS. Dia sudah terbiasa, tinggal berbulan di dalam hutan. Terutama ketika ada pelepasliaran, dengan setia ia mengawal dan memastikan orangutan-orangutan yang dibawa itu bebas penyakit.

“Pelepasliaran orangutan memang harus terus dikawal, kadang sampai berbulan. Memastikan orangutan yang dirilis itu sehat dan mampu hidup di tempat yang baru.”

Melalui sentuhan tangan Dessy, banyak nyawa orangutan dan beruang yang terselamatkan. Dessy tetap sabar merawat pasien-pasiennya itu, memperlakukan dengan manja, agar lekas sembuh. “DNA orangutan dan manusia itu hampir sama, jadi mereka peka kalau dirawat. Sama seperti manusia, orangutan juga butuh kasih sayang ketika sakit,” ujarnya.

 

Perjalanan menuju hutan Kehje Sewen yang tidak mudah ditaklukkan. Foto: BOSF/PT. RHOI

 

Meski perempuan, Dessy tidak pernah khawatir di hutan, bahkan terbiasa bekerja dengan tim monitoring yang umumnya lelaki. Dessy tidak ragu ikut patroli, keluar masuk masuk hutan. “Ketika sang fajar datang, kami bergegas ke berangkat, jalannya menanjak dan jauh. Biasanya, saya perempuan sendiri. Ya santai saja, tanggung jawab harus diselesaikan.”

Ketika mendapati ada orangutan terluka, Dessy harus sigap menolong dan mengobati. Dia juga harus mengamati perilaku orangutan yang sakit. “Kita harus tahu apa yang terjadi dengan mereka. Paling sering, jantan berkelahi. Cakar-cakaran, saling gigit sampai robek. Kadang, ada yang sakit, mengurung diri di sarang. Tidak mau mencari makan,” ungkap perempuan kelahiran Jakarta, 15 Desember 1986.

 

Dessy selalu mempersiapkan peralatan medis untuk merawat orangutan dan beruang. Foto: BOSF

 

Hubungan emosional

Membangun ikatan emosional pada orangutan dilakukan Dessy, tidak menganggapnya sekadar satwa. Jika ada orangutan yang terserang penyakit, pastinya ia bersedih. Bukan karena harus merawatnya, tapi karena ikut sakit melihat orangutan mengerang.

“Jangankan sakit yang parah, kalau ada yang cacingan atau hidungnya meler, saya kalang kabut. Primata cerdas ini sering bikin saya deg-degan, apalagi kalau berkelahi. Pastinya, mereka sudah menjadi bagian hidup saya,” ujarnya.

Saat senggang, Dessy kerap mengunjungi bayi-bayi orangutan yatim piatu yang berada di sekolah bayi. “Tingkahnya bikin tertawa, ada yang nakal. Ada juga yang cengeng, seperti manusia lah,” ungkapnya.

 

Merawat satwa liar di rimba belantara adalah pekerjaan mulia yang dilakukan Dessy. Foto: BOSF

 

Meski begitu, Dessy juga sedih melihat orangutan dewasa yang terpaksa hidup di kandang. Menurutnya, orangutan harus dikembalikan ke hutan, tempat hidupnya. Ini alasan utama Dessy selalu mengawal pelepasliaran orangutan yang dilakukan  Yayasan BOS.

“Masih ada orangutan dewasa yang terpaksa tinggal dikandang. Misalnya cacat atau terlalu galak. Pastinya, Yayasan BOS selalu membuat keputusan bijak dalam penanganan orangutan. Antrean panjang orangutan yang mendaftar untuk masuk perawatan itu yang kadang bikin kita kerepotan,” jelasnya.

Dessy berdoa, suatu hari nanti semua orangutan bisa kembali ke hutan. Dessy juga berharap hutan di Kalimantan bisa kembali hijau. Karena, yang dibutuhkan satwa liar adalah hutan.

“Kita selalu berharap yang terbaik. Ketika Yayasan BOS sudah memiliki Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur, Kalimantan Timur, tentu kita ingin ada hutan-hutan lain yang bisa digunakan untuk pelepasliaran. Bayangkan, jika semua orangutan berada di rumahnya, rimba, tentu kita akan memiliki udara pagi sejuk yang dihasilkan dari hutan,” pungkasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,