Masih ingat Najaq, badak sumatera di Kutai Barat, Kalimantan Timur, yang mati pada 5 April 2016 lalu? Saat itu, tim dokter hewan gabungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Taman Safari Indonesia, Yayasan Badak Indonesia (YABI), IPB, dan WWF telah berupaya keras menyelamatkan hidupnya. Namun, dugaan infeksi hebat pada kaki kirinya, akibat jerat tali pemburu, nyawanya tidak tertolong.
Najaq tertangkap kamera jebak/trap akhir Oktober 2015 dengan jerat tali pada kaki kiri belakangnya. Sejak penemuan itu, Najaq diupayakan ditangkap untuk dilepaskan jerat tali tersebut, guna diberikan pengobatan. Pada 12 Maret 2016, Najaq berhasil ditangkap dan pengobatan dilakukan dengan antibiotik dan anti bengkak serta vitamin oleh tim dokter hewan gabungan.
Setahun berlalu bagaimana kelanjutan kejadian ini? Jasad Najaq, saat ini berada di Samarinda, Kalimantan Timur. Tepatnya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim. Kulit dan cula Najaq, telah diteliti setahun, di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan kini telah dikembalikan ke BKSDA Kaltim dengan alasan keamanan.
Keterangan ini disampaikan oleh dokter hewan sekaligus peneliti IPB di Department of Clinic, Reproduction and Pathology, Muhammad Agil. Menurutnya, kulit Najaq lebih dulu diantar ke BKSDA Kaltim, sementara cula sudah dikirim awal Juli 2017. “Yang masih tertinggal hanya tulang-belulang,” ujarnya kepada Mongabay Indonesia baru-baru ini.
Baca: Berduka. Najaq, Badak Sumatera yang Diselamatkan di Kutai Barat itu Mati
Dijelaskan Agil, organ dalam Najaq telah dikuburkan di Kutai Barat, tempat dia berasal. Sebab, yang dibutuhkan dalam penelitian hanya cula, kulit, tulang-belulang, dan gigi. Menurutnya, menjaga kulit dan cula badak ini sangat berisiko karena keduanya menjadi incaran pemburu lantaran dipercaya mampu mengobati penyakit. Bahkan di Tiongkok, cula dijadikan penawar rasa sakit pada tubuh manusia.
“Untuk barang antik, cula banyak dijadikan gagang pedang atau golok karena sangat kuat, selain memperindah tampilan.”
Baca juga: Jangan Lupakan, Badak Sumatera yang Ada di Kalimantan Timur
Agil mengatakan, walau telah mati, jasad dan belulang Najaq harus dirangkai, diawetkan, lalu dibentuk badak tiruan. “Sudah diusulkan nanti tulang-belulangnya dirangkai terpisah dari jasad. Tulang-belulang nantinya seperti kerangka tengkorak, sedangkan kulitnya akan dibentuk, diisi bahan sintetis. Culanya dibuatkan yang palsu. Kedua rangkaian itu tidak akan rusak selama dijaga dengan baik, yang tentunya diawetkan terlebih dahulu.”
Meski demikian, kata Agil, untuk membentuk rangka dan mengawetkan Najaq harus ada izin pemerintah atau management authorithy. “Saat ini, perintahnya untuk dibersihkan, diteliti, dan dicari jenisnya. Untuk hal lain harus ada izin lagi,” sebutnya.
Hasil penelitian
Najaq merupakan subspesies badak sumatera. Walau ditemukan di Kalimantan, nama latin badak ini belum bisa diganti menjadi badak borneo. Ini dikarenakan jenisnya sama dengan badak sumatera. Jika ada perbedaan seperti bentuk tubuh yang relatif kecil, Agil menyebut, bisa jadi karena faktor lingkungan dan alam Kalimantan yang berbeda dengan Sumatera.
“Kalau memaksakan ganti nama rasanya kurang tepat, karena Najaq memang badak sumatera. Sub memang membedakan, tapi kesamaannya lebih banyak dan yang paling terlihat adalah cula. Terkait ukuran tubuh yang lebih kecil, bisa jadi dipengaruhi kondisi alam di Kalimantan.”
Agil menyebut, usia Najaq dikisaran 25 hingga 28 tahun. Untuk menghitung usia memang tidak mudah. Namun, bentuk kepala dan gigi yang erosi membuka fakta jika Najaq adalah badak usia tua. “Memang belum ada rumus untuk memperkirakan usia. Berbeda dengan sapi, bisa dihitung dari jumlah gigi yang tanggal dan sebagainya. Kami melihat Najaq dari erosi gigi-giginya yang bahkan sudah hampir habis. Referensi ukuran kepalanya juga bisa dilihat.”
Lahirkan badak baru
Saat ini, Agil menuturkan, jumlah badak di Kalimantan diperkirakan sekitar 20 individu. Populasi tersebut pasti akan habis, bila tidak ada kelahiran baru. Untuk itu, pemerintah harus tanggap penyelamatan badak di Kalimantan. Tidak hanya menangkap lalu membuat area konservasi, tapi juga harus mengusahakan kelahiran badak-badak baru.
“Jangan hanya mempertahankan populasi tapi harus menambah populasi. Caranya, temukan dan tangkap, translokasi badak di kantong yang tidak viable, evaluasi status reproduksi dan patologi organ reproduksi badak yang tertangkap. Lalu, evaluasi genetik individu tersebut. Dengan adanya kelahiran baru, jumlahnya tentu bertambah,” jelasnya.
Jika ada badak yang terganggu pada organ reproduksinya, pemerintah bisa mengusahakan proses bayi tabung. Agil mengungkapkan, Malaysia sedang mengusahakan proses bayi tabung, lantaran badak mereka benar-benar punah. “Kita bisa menyontoh Malaysia, mereka sedang usahakan itu di sana.”
Setelah proses berjalan, lanjut Agil, baru membuat konservasi badak. Luasnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitasnya, dan dipastikan aman. Badak tidak akan saling menyakiti dengan yang lain, di sini. Beberapa individu bisa digabung, kecuali pada masa kawin. “Kalau masa kawin itu beda. Badak betina bisa mencelakai badak jantan apabila dipaksa. Kalau badak jantan itu bisa kawin kapan saja, anytime,” ujarnya.
Selamatkan badak
Kepala BKSDA Kaltim, Sunandar Trigunajasa, mengatakan pemerintah akan mengupayakan keselamatan badak-badak sumatera yang hidup di Kalimantan. Pihaknya konsisten akan konservasi dan mengupayakan kelahiran baru.
“Tentu kita upayakan penambahan populasi, kita bekerja sama dengan IPB dan peneliti-peneliti lain, termasuk dari yayasan konservasi,” sebutnya. Sunandar menjelaskan, kematian Najaq merupakan pukulan terberat untuk Kalimantan. Sehingga, badak-badak yang tersisa harus segera diselamatkan dan diupayakan menambah jumlah badak baru.
Disinggung mengenai rangka buatan Najaq, Sunandar mengatakan pihaknya memang berencana menyempurnakan kembali semua rangka tulang-belulang Najaq. Pihaknya juga akan membuat Najaq imitasi, dari kulit aslinya diisi bahan plastik dan sintetis sebagai ganti organ dalam.
“Rangka disusun terpisah dengan kulit. Kulitnya, akan dibentuk badak imitasi sendiri, akan dirangkai menggunakan kawat dan bahan sintetis. Tapi, semua itu memerlukan ilmu pengetahuan mendalam.”
Menurut Sunandar, rencana tersebut telah disusun di laboraturium anatomi. Selanjutnya, harus disepakati di mana kerangka tersebut diletakkan. “Saat ini, kita belum memiliki museum,” ujarnya.
Badak sumatera disebut juga the hairy rhinoceros, karena permukaan tubuhnya ditutupi rambut pendek dan kaku. Berdasarkan persebarannya, satwa langka ini dibedakan dalam tiga subjenis. Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis tersebar di Sumatera, Malaysia, dan Thailand. Dicerorhinus sumatrensis harrissoni berada di wilayah Kalimantan. Sementara Dicerorhinus sumatrensis lasiotis mulai dari Myanmar bagian utara hingga Assam dan Pakistan bagian timur.
Untuk subjenis Dicerorhinus sumatrensis lasiotis, beberapa peneliti badak mengatakan, keberadaannya sudah tidak ada lagi sejak beberapa tahun lalu.