Mengusung Kepedulian Lingkungan, Begini Cara Mereka Merayakan Kemerdekaan

 

 

Sekelompok anak muda membawa bendera merah putih. Pakaiannya tidak seperti layaknya pasukan pengibar bendera, tidak berseragam. Pasukan ini mengenakan jaket keselamatan, dengan ikat kepala merah putih. Mereka berderap menuju tiang bendera yang tak lazim dipancangkan, di tengah parit.

Upacara bertempat di kawasan Parit Nenas, Jalan Kebangkitan Nasional Gang Bentasan 1 Kelurahan Siantan Hulu, Kecamatan Pontianak Utara, Kalimantan Barat. “Pengibar bendera dari komunitas Kreasi Sungai Putat, Orang Indonesia Pontianak dan organisasi kemasyarakatan lainnya,” ujar Syamhudi, Koordinator Kreasi Sungai Putat, Kamis 17 Agustus 2017.

Camat Pontianak Utara, Aulia Candra, menjadi pemimpin upacara. Pesertanya adalah pelajar, beberapa komunitas lokal, dan warga setempat. Upacara bendera ini mengambil tema, Merdeka Negeriku, Merdeka Paritku. “Kami semua sangat terharu, acara ini mendapat sambutan yang baik dari warga,” terang Syamhudi yang tinggal di kawasan Parit Sungai Putat.

Menjaga parit adalah salah satu upaya yang didorong komunitas Kreasi Sungai Putat, sebagai saluran air sekunder yang mengalir ke Sungai Kapuas. “Warga menyedot air dari parit untuk mengisi bak mandi di rumah mereka. Diharapkan, warga tidak lagi membuang sampah rumah tangga ke parit, sisa makanan, maupun kegiatan cuci kakus,” katanya.

 

Baca: Kota Seribu Parit, Sejarah Pontianak yang Kembali Dihidupkan

 

Upacara di atas parit ini menjadi salah satu kampanye untuk mengajak semua elemen masyarakat menjaga parit dan menjadikan parit sebagai ruang publik. “Karena parit tidak berdiri sendiri. Parit-parit primer hulunya merupakan gambut dan hilirnya Sungai Kapuas. Maka menjadi penting, kita menjaga lingkungan parit ini.”

Indikator parit yang bersih dan sehat adalahnya banyaknya satwa air yang hidup di dalamnya. Ada ikan gendang-gendis, sepat, gabus, seluang, hingga belut, yang membuat lubang-lubang di tepi parit. “Labi-labi adalah salah satu satwa yang hidup di habitat parit Sungai Putat. Beberapa bulan terakhir, satwa itu kembali nampak,” terang Syamhudi.

 

Menjaga parit sebagai sumber air bersih yang dapat digunakan untuk kebutuhan keseharian, merupakan upaya yang didorong komunitas Kreasi Sungai Putat. Foto: Kreasi Sungai Putat

 

Sementara itu, Direktorat Polisi Perairan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat mengibarkan bendera merah putih di bawah laut di Pulau Lemukutan, Kabupaten Bengkayang. Kegiatan ini merupakan agenda tahunan. Sebanyak tiga puluh personel, terlibat dalam prosesi pengibaran bendera merah putih tersebut. Mereka terdiri dari anggota Polair Polda Kalbar, Brimob Polda Kalbar, TNI, POSSI Kalbar, Dinas Kelautan dan Perikanan, Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pontianak, serta sejumlah anggota klub selam.

“Selain pengibaran bendera, juga dilakukan transplantasi terumbu karang,” ujar Kepala Satuan Patroli Dit Polair Polda Kalbar AKBP Ongki Isgunawan. Gugusan terumbu karang di laut Pulau Lemukutan adalah salah satu daya tarik wisatawan. Namun, aktivitas nelayan, kapal penumpang dan barang atau bahkan kegiatan penyelaman, menyebabkan beberapa lokasi terumbu karang di kawasan tersebut mati. Belum lagi yang mati karena mengalami pemutihan karang.

Kini, masyarakat sekitar Kepulauan Sungai Raya, gugusan Pulau Lemukutan berada, sudah mulai teredukasi untuk menjaga kawasan tersebut. Terumbu karang banyak terdapat di sekitar pulau-pulau kecil. Umumnya, berupa terumbu karang pinggiran yang terdapat di Pulau Kabung, Pulau Lemukutan, Pulau Randayan, Pulau Baru, Pulau Seluas, Pulau atau Gosong Baturakit, Pulau Penata Kecil dan Besar. Sedangkan terumbu karang penghalang umumnya menyebar dan tidak muncul di permukaan. Luas terumbu karang yang kondisinya masih baik, diperkirakan sekitar 1.500 hektare dengan keanekaragaman yang tergolong tinggi.

Di perairan antara Pulau Lemukutan dengan Pulau Penata Besar dan sekitarnya sering dijumpai lumba-lumba. Penyu laut yang terdapat di lokasi ini adalah penyu sisik dan penyu hijau yang masing-masing dikenal masyarakat lokal sebagai “sisik'” dan “penyo.”

 

Panorama matahari tenggelam dari atas Tanjung Meruhum, Pulau Lemukutan, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Foto: Putri Hadrian/Mongabay Indonesia

 

Bersepeda

Di sisi lain, sejumlah pihak yang tergabung dalam West Borneo Tourism Association menggagas gelaran akbar bagi para pecinta olahraga sepeda. Kali ini mengambil rute perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah Jantung Borneo.

Sekretaris West Borneo Tourism Association, Roni Wang mengatakan, rute yang dilalui dimulai dari Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Badau merupakan jalan antar-negara (Indonesia-Sarawak/Malaysia) dan berakhir di Bukit Kedungkang (Lanjak), Kabupaten Kapuas Hulu. “Jaraknya sekitar 65 kilometer, dengan kondisi perbukitan,” katanya.

Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kapuas Hulu Antonius mengapresiasi agenda para pesepeda ini. Kegiatan ini mensinergikan olahraga dengan perilaku ramah lingkungan. “Caranya, dengan jalan mengeksplorasi tempat-tempat wisata alam seperti Danau Sentarum sebagai destinasi wisata unggulan di Kapuas Hulu.”

 

Bersepeda di wilayah jantungnya Borneo, sekaligus memperkenalkan kekayaan alam Indonesia. Foto: West Borneo Tourist Association

 

Kegiatan Bersepeda di Jantung Borneo 2017, merupakan rangkaian dari Festival Danau Sentarum Betung Kerihun 2017, yang akan dihelat pada 28 Oktober mendatang. Kabupaten Kapuas Hulu menjadi lokasi yang tepat karena selaras dengan statusnya sebagai Kabupaten Konservasi, Kawasan Strategis Nasional (KSN) Heart of Borneo (HoB), Kawasan Perbatasan Negara, serta Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Pokja Nasional Heart of Borneo Prabianto Mukti Wibowo mengatakan kegiatan ini sudah sejalan dengan rencana pencanangan Visit HoB Year 2018 sebagai sarana promosi ekowisata di Jantung Kalimantan.

“Kegiatan bersepeda menjadi bentuk penguatan kepariwisataan melalui diversifikasi kegiatan, untuk turut mempromosikan Heart of Borneo sebagai wilayah konservasi dunia yang bermanfaat bagi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Sekaligus, menjadi sarana peningkatan ekonomi masyarakat sekitar,” kata Prabianto, dikonfirmasi di Jakarta, Kamis 17 Agustus 2017.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,