Luna Maya merasa kaget fotonya bersama dengan orangutan dan elang menjadi heboh dikomentari oleh warganet. Dia hanya bekerja profesional memenuhi konsep pemotretan pihak majalah Her World/Brides Indonesia.
“Waktu sampai di lokasi shooting, aku enggak tahu konsepnya akan foto dengan orangutan. Aku tahunya kami foto di Bali Zoo, pihak majalah juga bilang ada kerja sama dengan Bali Zoo. Jadi aku pikir oh ya udah, kalau ada kerja sama, artinya udah terjalin komunikasi yang baik antara mereka,” jelas Luna seperti dikutip dari Kompas.
Dia berpikir pihak majalah Her World/Brides Indonesia telah berkoordinasi dan mendapat izin pemotretan dari pihak Bali Zoo.
“Ini kan fotonya di zoo dan juga bukan majalah abal-abal yang enggak jelas, pasti sudah ada kerja sama dan koordinasi yang benar. Jadi aku sih sebagai model ya profesional aja. Ya pasti kan pihak majalah udah punya izin resmi, udah datang ke pihak zoo segala macam, ada komunikasi, which is di situ di luar tanggung jawab aku,” kata Luna saat ditemui di Gedung MD Place, Jakarta Selatan, Jumat (6/10/2017).
Luna menjelaskan saat pemotretan, pihak Bali Zoo mendampingi dan mengawasi, serta membatasi waktu karena mempertimbangkan kondisi orangutan itu.
“Lihat kan videonya aku sayang banget sama mereka. Bahkan aku bilang ‘ini bentar aja ya’ dan tidak ada paksaan. Lima atau tujuh jepretan, udah, karena kami memang enggak boleh lama-lama. Itu ada pengawasan ketat dari Bali Zoo,” ujarnya.
“Makanya aku pikir ini melalui proses yang bener. Ini enggak ada dalam pikiran kami bakal seheboh ini. Aku pribadi lumayan shock. Cuma tujuh shot aja kan kami enggak boleh maksain dia pose,” kata Luna lagi.
(baca : Aktivis: Foto Luna Maya Bersama Orangutan, Sangat Tidak Patut Ditiru)
Bukan Sampul Majalah
Sedangkan Manajemen MRA yang menaungi Her World/Brides Indonesia membantah foto selebritas Luna Maya bersama individu orang utan diterbitkan sebagai halaman sampul majalah tersebut. “Foto tersebut tidak pernah menjadi cover majalah Her World Brides Indonesia yang diterbitkan 23 September 2017 lalu,” ujar Asteria Elanda, Public Relation & Business Communications Manager MRA Media dalam keterangan tertulis yang diterima Mongabay Indonesia.
Asteria menyatakan dalam pemotretan ini dilaksanakan atas kerja sama dengan Bali Zoo di lingkungan Bali Zoo 25 April 2017 lalu. Pemotretan, kata dia, juga dilakukan dengan seizin dan pengawasan pengawasan petugas kebun binatang yang merupakan ahli satwa.
Menurutnya telah terjadi kesalahan informasi dan menjadi fatal dan pemberitaan tidak dikonfirmasikan terlebih dulu. Namun mereka menerima kritikan yang masuk atas pemtretan tersebut untuk menjadi evaluasi laporan lain yang akan diturunkan.
Shantica Warman, Managing Editor Herworld menjelaskan foto Luna Maya tersebut tidak dimuat dalam halaman sampul. “Kami muat di halaman cover story (1/4) halaman,” ujarnya. Shantica belum menjawab pertanyaan tentang ide dan konsep pemotretan dengan individu orang utan tersebut.
BKSDA Bali Bersurat ke Bali Zoo
Menanggapi heboh foto itu, Balai Konservasi Sumber Daya Aman (BKSDA) Bali berkirim surat pada Bali Zoo tertanggal 5 Oktober 2017, meminta penghentian paket breakfast with Orangutan.
Bagaimana mekanisme peragaan satwa liar yang izinnya dimiliki lembaga konservasi? Suharyono, Kepala BKSDA Bali yang dikonfirmasi Mongabay Indonesia mengatakan ada foto Orangutan berpose bersama Luna Maya namun ada juga aktivitas wisata breakfast with Orangutan di Bali Zoo. Terkait photoshoot disebutnya antara model bersama Orangutan sudah dilaporkan ke atasannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Detail informasi dan tindak lanjut harus melalui satu pintu, KLHK.
“KLHK menyikapi dinamika sosial melalui UPT-nya Balai KSDA melakukan langkah seperlunya. Kami sudah lakukan evaluasi monitoring,” ujar Suharyono.
Emma Chandra, Head of Public Relations Bali Zoo mengatakan sesi foto Luna Maya bersama Orangutan dilakukan di Sanctoo Villa, Bali Zoo. Dalam foto ini tidak ada aktivitas breakfast with Orangutan. Jadi dua hal yang berbeda.
Ia menyebut benar ada surat dari BKSDA yang memang memiliki kewenangan pengawasan terhadap lembaga konservasi untuk Bali Zoo. “Surat tersebut menjadi evaluasi bagi Bali Zoo ke depannya,” jawabnya.
Pemotretan dilakukan atas kerjasama dengan majalah Her World Brides Indonesia. Orangutan yang menjadi model adalah Dara, betina 6 tahun yang berada di Bali Zoo sejak Januari 2016 dari BKSDA Kalimantan Timur. Dalam foto, Dara berdiri memegang pundak Luna Maya yang mengenakan gaun pengantin keemasan membawa buket bunga.
Hasil foto dan video interaksinya tersebut ramai ditanggapi oleh warganet di akun-akun media sosial pemegang hak publikasi. Ada yang kecewa, ada yang membela. Juga diprotes sejumlah lembaga konservasi Orangutan.
Saat ini ada 5 Orangutan di Bali Zoo, 4 anak dan remaja, satu dewasa. Bali Zoo memaparkan detail tata cara perawatan pada hewan liar ini seperti memberikan pakan, kesehatan, dan pembersihan kandang.
Misalnya jumlah pakan yang diberikan tiap hari sebanyak 10% dari berat badan. Pembersihan kandang 2 kali sehari ketika mereka sedang bermain di luar kandang. Juga general check-up tiap awal bulan dan penimbangan berat badan tiap dua minggu sekali.
Juga ada paket-paket wisata lain bersawa satwa liar. Salah satunya paket breakfast with Orangutan. Dalam website, Bali-zoo.com, disebutkan harga paket adalah Rp403,750/pax (adults) dan Rp318,750/pax (children (2-12 y.o). Sudah termasuk full breakfast, zoo admission, animal show, dan asuransi.
Bisa Salah Persepsi
Rosek Nursahid, ketua Profauna menyatakan, dari sisi etika dan standar animal welfare, penggunaan orangutan sebagai objek foto tidak bisa dibenarkan. Sebab, hal itu dinilai bisa menimbulkan salah persepsi di mata masyarakat. Lewat peragaan artis pujaan, orangutan bisa dianggap sebagai satwa yang menarik untuk dipelihara sebagai pet animal (binatang peliharaan).
“Sementara, fakta menunjukkan bahwa maraknya perdagangan ilegal yang menimpa orangutan, disebabkan adanya minat menjadikan orangutan sebagai binatang peliharaan,” terang Rosek ketika dihubungi Mongabay, Kamis (5/10/2017).
Selain itu, dampak jangka panjang yang diakibatkan oleh interaksi manusia secara langsung, dapat menyebabkan menurunnya naluri alamiah orangutan sebagai satwa liar. Dengan kata lain, interaksi itu menyebabkan ketergantungan orangutan pada manusia. Maka, Rosek berharap, di luar aktifitas medis ataupun konservasi, sebaiknya manusia tidak melakukan interaksi langsung dengan orangutan.
“Kemudian, interaksi langsung antara manusia dengan orangutan, rawan terjadi penularan penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang bisa ditularkan dari manusia ke satwa dan sebaliknya. Seperti TBC, hepatitis, pneumonia, dan lain-lain.”
Melalui kejadian ini, pihaknya berharap, media dan artis yang bersangkutan, agar lebih memahami kepekaan terhadap isu-isu pelestarian satwa. Sebab, aktifitas yang mereka lakukan, dapat berdampak pada pembentukan cara pandangan masyarakat, terkait kehidupan dan pelestarian Orangutan.
“Artis juga harus lebih memahami dampaknya ke masyarakat ketika mereka menunjukkan interaksi fisik dengan satwa liar. Karena itu bisa menimbulkan salah paham,” terang Rosek. “Intinya, media dan artis harus punya wawasan yang lebih luas soal isu-isu lingkungan dan animal welfare.”