Provinsi Jambi dinilai sangat siap menjadi sentra pengembangan ikan patin nasional, setelah daerah tersebut fokus mengembangkan sektor perikanan budidaya dalam beberapa tahun terakhir. Pengembangan yang sedang dilakukan sekarang itu, diharapkan bisa memberi dampak positif untuk kebutuhan konsumsi ikan dalam negeri.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan, pengembangan Jambi menjadi sentra ikan patin nasional, tak lepas dari program pengembangan usaha budidaya melalui sistem klasterisasi berbasis komoditas unggulan daerah.
“Strategi ini sangat ampuh untuk percepatan pengembangan kawasan, karena pada prinsipnya setiap komoditas yang dikembangkan memiliki karakteristik yang khas sesuai kondisi lokasi,” ungkap dia awal pekan ini.
Slamet mengatakan, pengembangan Provinsi Jambi menjadi sentra produksi patin nasional, akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan patin di dalam negeri. Untuk itu, dia berjanji akan menggenjot produksi di hulu dan sekaligus memperbaiki sistem tata niaga dan hilirisasinya.
“Dengan demikian nilai tambah ekonomi patin dapat dirasakan masyarakat,” sebut dia.
Jika sesuai rencana, Slamet mengungkapkan, produksi patin nasional akan mengalami peningkatan banyak dan itu diprediksi akan menambah jumlah pasokan untuk kebutuhan patin nasional. Dia optimis pasokan dari Jambi tersebut bisa diserap oleh pasar nasional, mengingat saat ini sedang berkembang sentimen negatif terhadap patin impor seperti dari Vietnam.
Menurut Slamet, kasus impor illegal produk ikan patin yang terbukti mengandung tripolyphospate, dimana produk tersebut ternyata berasal dari Vietnam dipastikan akan menyebabkan hilangnya kepercayaan konsumen terhadap produk patin Vietnam. Kondisi itu, dipastikan akan membuat produk patin Vietnam turun drastis di pasar global.
“Tidak hanya itu, peluang ekspor fillet patin akan sangat terbuka lebar khususnya ke Amerika Serikat, seiring dikeluarkannya kebijakan negara Amerika Serikat untuk menghentikan impor patin dari Vietnam,” tambah dia.
Melihat kondisi yang sedang berlangsung sekarang itu, Slamet menyebut, itu menjadi peluang pasar untuk produk patin lokal berjaya di negeri sendiri. Untuk itu, dia berjanji akan mulai menggenjot produksi, dan mendorong upaya diversifikasi produk seperti fillet/dori. Dengan demikian, peluang Indonesia untuk bisa masuk ke pasar-pasar modern terbuka sangat lebar.
“Bahkan jika kebutuhan domestis terpenuhi, kita bisa masuk pangsa pasar Amerika Serikat yang sebelumnya sekitar 90 persen dipasok dari Vietnam,” tandas dia.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu beredar di sejumlah ritel ternama di kawasan Jabodetabek dan Semarang, Jawa Tengah, ikan patin yang diduga berasal dari Vietnam dan mengandung zat pemutih. Peredaran tersebut, menjadi bukti masih lemahnya pengawasan produk perikanan dan kelautan yang ada di wilayah perbatasan.
Tata Niaga
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan, lolosnya ikan yang diimpor dari Vietnam itu ke pasaran terbatas di Indonesia, menunjukkan sedang terjadi puncak permasalahan dari tata niaga perikanan nasional. Menurutnya, permasalahan tersebut harus segera diatasi jika tak ingin kasus serupa terulang kembali di kemudian hari.
“Ini merupakan puncak gunung es problem tata niaga perikanan dan membahayakan konsumen ikan dalam negeri. Kondisi ini mesti segera diatasi sebab selain ikan dori, terdapat jenis ikan lain yang masuk di Indonesia secara ilegal,” ucap dia.
Abdi Suhufan menjelaskan, dari hasil penelusuran yang dilakukan tim DFW Indonesia, ikan ilegal ditengarai masuk melalui pulau Batam di Kepulauan Riau secara illegal yang terdiri dari jenis ikan mujair, kembung dan ikan bandeng asal Malaysia. Agar tidak terjadi kasus serupa, KKP beserta aparat penegak hukum lainnya diminta untuk bekerjasama melakukan pengawasan terhadap impor ikan ilegal yang masuk ke Indonesia.
“Beredarnya impor patin ilegal di pasar Indonesia karena keberhasilan pasar yang meng-create dan mem-branding produk ikan patin jenis dori tanpa memperhatikan pertimbangan kesehatan dan konsumen terjebak dengan produk yang ditawarkan,” tutur dia.
Selain itu, ujar Abdi Suhufan, faktor kapasitas pengawasan yang dimiliki oleh aparat Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM KKP) juga dinilai masih belum dapat menjangkau banyaknya pintu masuk (pelabuhan tangkahan) yang kerap digunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk memasukan ikan ilegal.
Menurut Abdi Suhufan, Indonesia merupakan pasar yang besar, sementara kemampuan aparat dalam melakukan pengawasan lalu lintas dan peredaran ikan ilegal dinilai masih rendah. Akibatnya, ikan patin yang masuk secara ilegal dan berpindah wilayah, jika sudah beredar di pasar akan sulit teridenfikasi asal usulnya.
“Sebab telah dicampur dengan ikan lainnya,” tegas dia.
Agar peredaran ikan patin ilegal tidak semakin meluas dan sekaligus mencegah masyarakat mengonsumsi ikan yang mengandung zat berbahaya tersebut, DFW Indonesia meminta pasar ritel atau pasar modern untuk tidak menjual ikan patin ilegal. Langkah tersebut, kata dia, menjadi solusi untuk mengatasi persoalan pengawasan yang masih lemah saat ini.
“Kalau KKP belum bisa mengawasi sumber masuknya ikan ilegal, maka pasarnya yang harus ditutup. Sebab jika tidak ada permintaan, pasti tidak ada pengiriman,” ungkap dia.
Budidaya Air Tawar
Terpisah, Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowoyang sempat melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jambi, mengatakan bahwa daerah tersebut memang berpotensi besar untuk digarap sebagai sentra budidaya patin nasional. Potensi tersebut ada, karena Jambi memiliki pengembangan budidaya ikan air tawar yang besar.
“Provinsi Jambi dapat didorong menjadi lumbung ikan nasional, utamanya komoditas patin,” kata dia.
Dengan menjadi sentra nasional, Edhy mengungkapkan, kebutuhan patin untuk pasar nasional bisa dipasok dari Jambi. Jika itu sudah terjadi, maka kebutuhan pangan nasional akan bisa dijaga dengan baik untuk kebutuhan jangka panjang.
“Apa yang dilakukan KKP di Jambi, bisa memberikan dampak positif bagi pengembangan usaha budidaya ikan guna memperkuat ketahanan pangan nasional,” jelas dia.
Berkaitan dengan pemasaran hasil produksi patin, Edhy mengatakan, Pemerintah perlu segera menata tata niaga dengan memutus rantai distribusi pasar. Ia menyarankan agar Pemerintah Daerah turun tangan untuk memfasilitasi terbentuknya kelembagaan koperasi di sentral produksi patin.
“Nantinya mereka bisa menjalin kemitraan langsung dengan industri pengolahan atau pasar-pasar modern, sehingga peluang pasar lebih terbuka luas,” tegas dia.
Pakan Mandiri
Agar pengembangan sentra produksi di berbagai daerah, khususnya seperti di Jambi, KKP berjanji akan terus melakukan pengembangan pakan ikan mandiri di sentra-sentra tersebut. Selain untuk kemudahan pasokan, kata dia, melalui pakan mandiri, biaya produksi juga bisa ditekan menjadi lebih murah.
“Itu memberi dampak positif terhadap pengembangan usaha budidaya khususnya skala kecil. Saya berjanji, program gerakan pakan mandiri akan terus digulirkan,” ungkap dia.
Slamet menggambarkan, penggunaan pakan mandiri di berbagai daerah, ternyata mampu menekan biaya produksi dari semula kurang dari 70 persen menjadi kurang dari 50 persen. Penurunan tersebut, sambung dia, membuat pembudidaya bisa meraup nilai tambah pendapatan pada kisaran nilai Rp2.000 – Rp3000 per kilogram.
“Untuk Jambi ini, kami akan dorong pakan mandiri agar dapat mendongkrak efisiensi produksi pada usaha budidaya patin. Saya pastikan jika nanti biaya produksi dapat ditekan dan nilai tambahnya meningkat, maka secara otomatis usaha budidaya patin akan bergairah. Kita akan tangkap peluang pasar patin ini secara optimal, tentunya dengan memperhatikan jaminan mutu dan keamanan pangannya,” papar dia.
Secara nasional, data produksi patin dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir (tahun 2012-2016) menunjukan tren positif dengan rata-rata kenaikan mencapai 4,28 persen. Tahun 2016 (data sementara) tercatat produksi patin nasional mencapai 392.918 ton. Dari angka tersebut Provinsi Jambi memberikan share sebesar 6 persen terhadap produksi patin nasional. Tahun 2016 produksi patin Propinsi Jambi tercatat sebesar 21.617,5 ton.